Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Tumbal

22 Mei 2024   17:15 Diperbarui: 22 Mei 2024   17:16 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh renograpic dari pexel.com 

Wendi mendarat di Jakarta, dia tiba di stasiun Jatinegara tepat tengah malam, ketika semua orang sibuk berebutan di pintu keluar, Wendi melawan arus sambil celingukkan mencari musholah, dia memilih untuk meghabiskan malam di musholah stasiun saja ketimbang harus berjaga-jaga dari serangan serigala malam.

Wendi kembali melangkahkan kakinya setelah sholat subuh di musholah, dia tahu benar tujuannya, sudah yakin dan mantap langkahnya, saat itu matahari saja masih lelap tertidur, tapi aktifitas manusia di bawah kolong langit sudah ramai, mereka sedang sibuk mengejar rejeki yang terhampar di wajah bumi. Begitu pun Wendi, dia sedang berusaha menjemput rejekinya.

Wendi menyetop sebuah angkutan umum, mikrolet, dengan jurusan PS. Rebo, dari sana dia akan di jemput oleh teman satu kuliahnya, Ranto, dia sudah lebih dulu bekerja, karena Ranto KKN di tempat itu, beruntung sekali dia, lulus saja belum tapi sudah ada tempat untuknya bekerja.

Wendi dan Ranto tidak satu jurusan, mereka hanya satu kampus, mereka berdua saling kenal karena mereka berdua katif dalam setiap kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, mereka menjadi sangat akrab, kemana saja selalu berdua, mereka berpisah karena KKN saja, Ranto ke Jakarta, Wendi ke Lampung.

"Wendi..." teriak Ranto pagi itu. Mereka berdua melepas rindu, seperti sudah lama tidak bertemu padahal setahun saja belum berlalu.

Wendi menginap di rumah kontrakan Ranto yang disewa bersama dua orang temannya, mereka semua satu fakultas dengan Ranto, hanya Wendi sendiri yang berbeda fakultas, tidak masalah bagi Wendi, dia orang yang mudah bergaul.

Setelah beberapa minggu tinggal di kontrakan itu, sudah ratusan lamaran di sebar, namun belum juga mendapatkan hasil, "Wen, ada lowongan nih... tapi jadi guru, lo mau gak?" tanya Ranto sambil menyesap kopi.

"Sikatlah, di mana?" Wendi tidak lagi berfikir panjang, asal ada kerjaan, halal, berapa pun gajinya, dia akan lakukan, "Gue anterin lamarannya sekarang aja ya!" Wendi sudah tidak lagi sabar, dia ingin seperti teman-temannya yang lain di kontrakan itu.

"sabar-sabar, besok gue tanya teman gue yang mau cabut dari sekolah itu, ya!" Ranto berusaha untuk meredam emosi Wendi yang meledak-ledak karena belum juga mendapatkan pekerjaan.

***

Wendi beruntung, hanya sekali wawancara dia langsung diterima bekerja di sekolah itu, mengajar Matematika, dia memang sangat pandai matematika, mungkin hanya Wendi satu-satunya lulusan teknik yang sulit mencari kerja, atau mungkin karena idealismenya yang masih tinggi, hanya Wendi dan Tuhan saja yang tahu tentang hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun