Setelah memberikan detil informasi tentang keberadaan Suranto, tidak lama kemudian Om Rudi datang bersama beberapa orang yang berpakaian serba hitam juga berwajah sangar, Suranto disambut hangat oleh Om Rudi, "Kenapa enggak bilang kalau mau ke Jakarta? kan Om bisa jemput kamu di kampung, ongkos yang om kasih itu buat jajan aja," ucapnya ketika bertemu Suranto.
Sejak saat itu Suranto tinggal di rumah besar milik Om Rudi, beberapa bulan kemudian Suranto berhasil mendaftar di sebuha universitas di Jakarta, sebagai imbalan Suranto harus bekerja dengan Om Rudi, dia bekerja sebagai kurir, kerjanya hanya mengantarkan paket ke titik yang sudah di tentukan oleh Om Rudi. Suranto melakukan menjalankan pekerjaan di waktu senggang, Om Rudi tidak pernah keberatan dengan waktu, Om Rudi senang dengan Suranto, karena dia anak yang rajin, penurut, tidak banyak bicara. Setelah mengantar paket, dia kembali belajar, Suranto ingin menjadi seorang akuntan setelah lulus nanti.Â
Suranto tidak pernah tahu apa isi paket yang dibungkus dengan bungkus gelembung berwarna hitam, kadang paket itu besar dan berat hingga Suranto kesulitan mengangkatnya, kadang paket itu kecil hanya sebesar genggaman tangan. Om Rudi membelikannya jaket khusus, jaket ojek online, kata Om Rudi, biar lebih aman di jalan.
waktu berjalan begitu cepat satu tahun sudah berlalu, Suranto tidak pernah mengirim surat ke kampung halamannya, dia hanya ingin pulang ketika sudah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang layak, itu niatnya sejak awal menapakkan kakinya di Jakarta, dia hanya ingin membuat ayahnya dan adiknya bangga.
***
"Berhenti..." Seseorang menodongkan sebuah besi dingin di punggung Suranto, Suranto menoleh, nampak seorang pria bertubuh besar, berambut panjang bersama beberapa orang lainnya juga menodongkan benda yang sama ke arahmya, Suranto bingung, juga takut, apa mereka ingin merampok Suranto? tapi untuk apa, Suranto hanya seorang mahasiswa yang bekerja sebagai kurir. "Angkat tangan." lanjut pria yang berada di punggung Suranto berteriak.
Perlahan Suranto mengangakat tangannya, namun tiba-tiba sebuah suara letusan mengejutkan semua orang di tempat tersebut, "DOR..."
Suranto lunglai, jatuh tergeletak, suara itu meninggalkan sebuah lubang di dada kirinya. Suranto mengerang kesakitan, nafasnya tersengal-sengal, tinggal beberapa detik lagi Suranto akan pergi meninggalkan impiannya di dunia yang fana ini, satu detik terasa sangat lama bagi Suranto, tiba-tiba terlintas wajah Ayah, Ibu dan Adiknya pergi meninggalkannya, di sudut mata Suranto, menetes air mata yang mengalir pergi menjauh bersama impian-impiannya.
Andai saja, Suranto tidak bermimpi untuk kuliah di Jakarta, mungkin saat ini dia sedang menjala ikan di laut bersama Ayah, andai saja Suranto mengikuti keinginan Ayah, mungkin dia sedang menimbang ikan di lapak pak Bimo, andai saja Ibu Suranto masih hidup, mungkin dia akan bercerita tentang sososk Om Rudi yang membujuknya pergi ke Jakarta untuk mengejar mimpi, tapi, semua itu adalah bagian dari perjalan hidup, seperti papan catur, salah langkah, skak mat!
-Tamat-