"Nanti mas tinggal di mana? kerja apa?" ucap Fitri parau.
"Kamu enggak usah kuatir sama mas, kamu jaga diri, ya! jaga ayah juga." Suranto langsung memeluk adiknya erat, Suranto pun ikut menitikkan air mata.Â
Terlintas di dalam pikiran Suranto, dulu Ibu pernah berpesan, kalau kamu sudah yakin dengan langkahmu, teruslah berjalan, berlari jangan pernah menoleh ke belakang, karena hanya akan menjadi beban bagi langkahmu.
Suranto pun pergi, menyakini semua tujuan yang akan dicapainya, dengan uang seadanya, Suranto nekat mengejar mimpi. Suranto berani mengejar semua keyakinannya itu karena beberapa bulan yang lalu dia bertemu dengan seorang pria berusia empat puluhan di depan sekolahnya, namanya Rudi.
Suranto pergi ke Jakarta karena Rudi yang dipanggilnya Om Rudi itu memberikan secercah haparan, Om Rudi sering berdiri di depan gerbang sekolah, tempat Suranto mengenyam bangku SMA-nya, awalnya Suranto tidak memperdulikan keberadaan Om Rudi, karena sepulang sekolah dia langsung bergegas pulang, dia harus membantu ayahnya untuk memilah hasil tangkapan ikan yang ada di keranjang bambu. Om Rudi sering memperhatikan Suranto, hingga suatu ketika Om Rudi menghampirinya, berbicara dengan Suranto lalu memberikan sebuah nomor telepon, "Telepon Om, kalau sudah sampai di Jakarta," begitu ucapnya, tidak lupa juga Om Rudi memberikannya beberapa lembar uang untuk ongkos ke Jakarta.
Setibanya Suranto di terminal Pulo Gadung, dia segera mencari Wartel, sebuah nama yang disingkat dari Warung telepon, semua orang menyingkatnya menjadi Wartel, dia ingat pesan Om Rudi, karena Suranto bukan anak orang kaya, mana mungkin Suranto sanggup membeli ponsel yang baru saja menjadi tren belakangan ini, Suranto juga melihat Om Rudi memiliki ponsel yang bertuliskan Motorola di bagian depan, ponsel itu dapat dilipat, Suranto dibuat kagum dengan barang yang sering digenggam Om Rudi sewaktu di desa.
"Halo..."
"Halo, Om Rudi... Saya Suranto," sapa Suranto dari balik gagang telepon.Â
"Suranto, bagaimana Suranto, kamu tertarik mau ke Jakarta?"
"Saya sudah di terminal Pulo Gadung, Om."
"Waduh, tunggu ya... Om jemput."