Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidak Perlu Agama, Cukup Menjadi Manusia Saja

9 Mei 2024   21:50 Diperbarui: 9 Mei 2024   22:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dari pexel.com

Mengapa Tuhan masih saja menciptakan manusia-manusia sampah? Mereka leluasa menginjak-injak wajah bumi, dengan keangkuh, keserakahan, kerusakan, kekerasan dan kemunafikan.

Lalu, apa yang melandasi mereka? Agama? rasanya bukan, karena, apa yang mereka yakini sebagai keyakinan itu adalah sesuatu yang suci, mana mungkin sesuatu yang sakral merusak wajah bumi.

Bagaimana dengan Iblis? Nampaknya, dia santai-santai saja melihat perangai para manusia sampah itu, kemarin, dia menyeringai puas ketika keserakahan serta kemunafikan memberangus hati seorang perempuan yang sudah dekat dengan kuburannya.

Iblis sama sekali tidak melakukan tugasnya, dia hanya menjadi penonton dalam pertarungan sengit itu, bersorak sorai ketika perempuan itu mengucapkan sumpah serapahnya, karena, kemunafikan menang telak, lalu, tiba serakah, hanya dengan sekali pukulan, tergeletaklah hati nurani perempuan itu.

Sungguh sangat iba melihat hati nurani yang babak belur, sayangnya, Tuhan pernah berujar, "Kaum hawa-lah yang lebih banyak di neraka."

Mana mungkin Tuhan bercanda, lihat saja, apa bila berurusan dengan kaum hawa, Iblis tidak pernah melakukan tugasnya, dia hanya menyeringai, senyumnya puas, dan bahkan dapat menggantikan tugas Iblis yang sudah diperintahkan Tuhan padanya.

Padahal, perempuan itu makhluk yang paling mulia di mata Tuhan, di hatinya Tuhan titipkan rasa cinta, kasih sayang dan juga kelembutan, Tuhan tinggikan derajatnya, yang membuat rasa nyaman bila berada dalam pelukannya, Tuhan juga melimpahkan rasa rindu yang membuatnya selalu menantikan orang-orang yang selalu di cintainya.

Sayangnya, terkadang rasa itu disalah gunakan oleh mereka, kasih sayang, cinta dan rindu itu menjadi terlarang, lalu siapa yang harus disalahkan? Salahkah Tuhan menitipkan semua itu padanya?

"Hei, kenapa kamu bengong?" tanya Iblis pada sahabatnya, Iblis muda yang baru menjadi Iblis, dia ternganga lebar melihat manusia yang bertingkah melebihi dirinya.

"Itu... manusia?" ucapnya, suaranya agak tercekat, dia terkejut menyaksikan perangai manusia.

"Mereka itu manusia sampah, sobat." Iblis itu sedang menyelonjorkan kakinya di kursi malas, dia hanya menyaksikan saja, tidak melakukan apa pun.

"Tapi... mereka..."

"Betul," Iblis itu langsung memotong ucapannya, "mereka bersaudara, sobat." 

Iblis muda itu terpaku, mempertanyakan sebuah esensi dari kehadiran manusia di muka bumi ini, apa tujuan Tuhan menciptakan manusia-manusia sampah itu? 

"Mereka..."

"Betul, mereka mendeklarasikan agama, sobat," Iblis itu kembali memotong ucapan sahabatnya.

"Itu..."

"Sobat... tidak perlu kau heran, mereka itu kerabat, teman, adik, kakak, ibu, ayah, anak... lihat... keserakahan, kebencian, kedengkian, kemunafikan, semua itu bekerja untuk kita!"

Iblis muda itu benar-benar tidak menyangka, ternyata pekerjaan sangat mudah, pantas saja banyak manusia yang berperangai seperti mereka. 

"Lalu, apa fungsi Tuhan?" tanya Iblis yang masih sangat muda itu, dia belum sepenuhnya memahami semua tujuan dari pekerjaannya.

"Hahahaha..." Mendengar pertanyaan dari Iblis yang masih hijau itu membuatnya tertawa terpingkal-pingkal, "hei, kamu tidak perlu menanyakan itu, bukan tugas kita."

"Lalu, apa tugas kita?"

"Masukan semua yang udah aku sebut tadi ke hati mereka," Iblis itu menatapnya tajam, "biarkan semua itu menguasai hatinya, biarkan virus-virus itu menggerogoti hatinya, kita... duduk saja, meringankan kerja kita, sobat!" ucapnya sambil merangkul pundak Iblis yang masih belum memahami arti dari kehidupan itu.

***

"Pergi..." teriak seorang perempuan, "PLAK." Sebuah tamparan pun mendarat di pipinya yang putih dan halus, laki-laki yang mendaratkan tangannya yang besar itu terlihat sangat marah, kebencian berhasil mengerogoti hatinya, padahal, semua permasalahan yang menimpa mereka karena ulahnya.

Perempuan yang mendapatkan gambar tangan di pipi halusnya itu hanya menangis, hatinya terluka, laki-laki yang dicintainya sepenuh hati itu telah menghianatinya.

***

"Anak durhaka..." teriak seorang ibu yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan anak itu, "tidak sudi mama punya anak seperti kamu!" bentaknya sambil menunjuk-nunjuk wajah anaknya.

Padahal, memang ibunya yang salah, anak itu memergoki ibunya yang sedang memadu kasih bersama laki-laki lain, ibu dari anak itu telah dikuasai oleh kemunafikan yang ditanam Iblis di hatinya.

***

"Sayang, liat deh," ucap seorang perempuan yang sedang menunjukkan gambar sebuah tas yang harganya mencapai puluhan juta, "aku mau..." Perempuan itu bergelayut manja di lengan laki-laki itu.

"Iya, nanti aku transfer ya..." balas laki-laki itu sambil mengelus wajah halus perempuan itu, ketika mengatakan kalimat itu, otaknya berfikir, dia sedang menyusun strategi untuk mengambil uang perusahaan, dia sudah melakukan hal itu beberapa kali, uang itu digunakannya untuk kesenangan semu, Iblis berhasil menyiram hatinya dengan keserakahan.

***

Iblis yang masih dungu itu mengeleng-gelengkan kepalanya, dalam benaknya yang mungkin saja masih suci itu mempertanyakan sesuatu : lantas untuk apa ada agama? bukankah cukup jadi manusia saja?

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun