Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Juragan Buku Loak

6 Mei 2024   11:31 Diperbarui: 8 Mei 2024   20:05 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh Min An dari pexel.com

MEREKA berbaris rapi bak prajurit yang sedang menjaga negeri, mereka tersusun dalam urutan tahun, jenis dan juga Tuhan yang telah menciptakannya, tubuh mereka sudah lusuh, namun semangat mereka tak pernah padam.

Mereka akan bersuara lantang tiap kali lembaran-lembaran dari tubuh mereka yang telah menguning karena termakan zaman terbuka, lembaran-lembaran itu telah melewati banyak sekali kenangan dan sejarah yang ikut bersamanya, sayangnya, mereka tidak mampu mengungkapkan rasa senang, sedih, luka, duka, dan nestapa yang membersamainya.

Andai saja, mereka dapat berbicara, tentu akan banyak sekali kisah yang akan di ceritakannya, mungkin saja mereka akan mengisahkan tentang seorang perempuan yang sangat sayang padanya, hingga tidur pun tubuh mereka tidak lepas dari pelukkannya, atau, boleh jadi, mereka akan mengisahkan seorang laki-laki yang hanya meminangnya, lalu membiarkan tubuh mereka menua tanpa pernah menyetubuhinya.

Andri, dia menatap salah satu dari mereka dengan tatapan nanar, wajahnya berseri-seri, mungkin dia pernah bergumul mesra dengannya, atau, mungkin saja salah satu di antara mereka itu pernah membuat Andri jatuh hati hingga palung terdalam dari jiwanya, karena, biji bola mata Andri menahan kelopak agar tidak berkedip, dia tidak ingin kehilangan rasa bahagia yang membanjiri perasaannya yang meluncur deras hingga ke otak.

"Sudah ketemu?" tanya seorang pria tua yang sedang menyusun prajurit-prajurit pengetahuan itu. Suara parau dari pria tua itu membuyarkan lamunan panjangnya, Andri sedang merajut kenangan demi kenangan bersama buku lusuh yang ada di hadapannya itu.

Andri hanya diam, wajah yang tadi sumingrah seketika berubah, "Buku ini kapan datennya, Om?" tanyanya sambil menggenggam buku yang sudah tidak lagi beraturan bentuknya.

Sampulnya sudah hampir pudar, lembar-lembarnya ada yang sobek dan di rekatkan kembali dengan isolasi yang juga telah menguning, tubuhnya benar-benar kumuh, berdebu dan aroma tubuhnya sudah tidak lagi seperti dulu.

Andri agak sedikit kesal ketika menggenggam tubuhnya saat itu, terbayang oleh Andri, ketika pertama kali meminangnya, tubuhnya masih sintal, padat, menggemaskan, Andri masih ingat waktu pertama kali melepas pakaian yang membalut tubuh indah itu, ada nafsu yang memburu, setelah semua tanggal, Andri menekuknya, lalu, dilekatkan hidungnya di antara lipatan-lipatan lembaran tubuhnya, Andri selalu melakukan hal itu, dia senang dengan aroma tubuh dari buku-buku yang baru, dia menyebutnya aroma pengetahuan.

Air matanya tidak menetes di mata, namun di hatinya, air kesediahan itu deras membasahi setiap inchi dari tulang rusuknya, bagi Andri, buku itu adalah belahan jiwa, pasangan hidup, cinta sejati, semua kata-kata cinta akan dimuntahkannya, hanya untuk meluapkan rasa yang tak terbendung di dalam kalbu.

"Kemaren, ada pemulung yang jual buku itu..." Laki-laki tua itu menatap Andri dalam, nampaknya, laki-laki tua itu ingin mencari tahu sesuatu, karena Andri terlihat jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya, Andri memang sering singgah di toko buku loak miliknya, bisa dikatakan, Andri adalah pelanggan tetap pak tua yang sering dipanggil Om oleh Andri, semua jenis buku-buku unik yang tidak ada di toko buku besar yang hanya mengejar pasar itu lah target utamanya, pak tua itu tahu betul selera Andri, namun, bari kali ini dia memegang buku itu dengan ekspresi yang tidak biasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun