Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan-Perempuan yang Merindu

2 Mei 2024   16:49 Diperbarui: 2 Mei 2024   16:52 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun lalu Satrio membelikan ibunya lemari es, tak tanggung-tanggung, lemari es empat pintu, besarnya saja sudah setinggi rumahnya, dalam surat yang dikirim bersama lemari es empat pintu itu. Satrio mengatakan kalau lemari es ini bisa untuk membuat es batu, di Jakarta laku dua ribu rupiah, di kampung seribu lima ratus saja, dia juga mengirim uang untuk menaikkan daya listrik rumahnya, sebelumnya hanya 450 Watt, hanya cukup untuk menyalakan mesin air, kalau ingin menyalakan televisi harus bergantian.

Tahun sebelumnya lebih konyol, Satrio membelikan ibunya ponsel, tak tanggung-tanggung, ponsel yang paling mahal, ponsel dengan gambar buah yang diujungnya di makan kelelawar, begitulah kata ibunya Satrio, masalahnya, ponsel itu hanya bisa dipakai pada saat Sulastri ada di rumah, karena ibunya tidak pandai membaca, dia tidak tahu cara menggunakan ponsel buah itu.

Setiap bunyi nada dering, pastilah ibunya panik, dia tidak mengerti apa yang harus dilakukannya, dia hanya memegangi ponsel dengan gambar buah yang dimakan kelelawar dengan wajah sedih, dia tahu pasti Satrio menelepon, apalah daya, usia sudah lanjut, mata pun rabun, di tambah tak pandai membaca.

Tahun ini, sebelum ibunya sakit, Satrio mengirimi logam mulia dan beberapa perhiasan, dia mengirim sebuah surat yang mengatakan kalau dia sangat rindu, tapi Satrio lupa, di balik cincin dan kalung yang dia kirim itu tertulis nama-nama pemiliknya.

***

"Hei, kau tidak pulang?" tanya Risman, kawan Satrio.

"Aku takut, tapi aku rindu..." ucap Satrio.

"Kenapa kau tak pulang?"

"Kamu mau kita tertangkap?"

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun