MANGGIS, Lain sekali jenis manggis zaman sekarang, belum lagi ditekan manggis itu sudah terbuka. Lain sekali gelagat gadis zaman sekarang, belum lagi disapa dia sudah tertawa. Kau melemparkan senyuman itu untuk siapa? Sadarkah kau, diantara gigi gingsul itu terselip cabai merah. Kau tak perlu malu, karena senyum kau itu tetap saja manis, semanis manggis.
SENJA, "Samsul ..." Seorang gadis berteriak memanggil namanya dari kejauhan.
Dia tidak menoleh, bahkan tidak berusaha mencari tahu siapa yang berteriak memanggil namanya, ia malah bergegas merapikan semua buku-bukunya yang terserak di bawah pohon manggis yang rindang dan tua itu.
Mengintip sebentar dari balik batang pohon manggis, lalu lari menjauh dari gadis yang berlari menghampirinya.
"Samsul." Gadis itu tampak bersungut-sungut, dia menjulurkan bibirnya yang merah merona itu kedepan.
Samsul sempat menoleh kepada gadis itu yang berada di belakangnya, namun ia lupa untuk kembali memalingkan kembali wajahnya kedepan, ia tidak sadar, ia masih berlari.
"AWAS!" teriak gadis itu dari kejauhan.
Bukunya berhamburan, semua tulisan-tulisannya terbang menikmati udara kebebasan, kertas-kertas yang bertahun-tahun terpenjara di dalam lipatan buku usangnya kini berhembus bersama angin terbawa udara senja, kertas yang berisi tulisan itu selalu dikurungnya bertahun-tahun, entah mengapa.Â
Tidak lagi sempat bagi Samsul untuk mengumpulkan yang terserak itu, ia pingsan karena menghantam pohon manggis.
***