Radit lalu tertidur di bangku itu, ia merasa lelah setelah seharian tadi, ia tertidur dengan matanya yang basah dan hatinya yang hancur.
***
Dalam lelapnya ia bermimpi, dulu ibunya selalu tersenyum, memeluknya, menasehatinya. Ia bermimpi tentang ayahnya, yang dulu selalu bermain dan bercanda gurau dengannya. Ia bermimpi tentang dirinya, dirinya yang merasakan kebahagiaan yang sangat dalam.
Radit terbuai dengan mimpi itu, ia tidak ingin terbangun dari mimpi indah itu. Ia memilih untuk tetap bermimpi, perlahan tubuhnya membiru, nafasnya pun terhenti.Â
Radit pergi, dengan sejuta pertanyaan yang tidak terjawab, dengan sejuta harapan yang tidak terwujud, dengan sejuta cinta yang tidak terbalas.
Radit pergi, tanpa ada yang tahu, tanpa ada yang peduli, tanpa ada yang menyesal.
Radit pergi, tanpa ada yang mengubur, tanpa ada yang mendoakan, tanpa ada yang mengenang.
Radit pergi, tanpa ada yang mencintai, tanpa ada yang menghargai, tanpa ada yang membutuhkan.
Radit pergi, tanpa ada yang menangisi, tanpa ada yang merindukan, tanpa ada yang menyayangi.
Radit pergi, tanpa ada yang menyadari, tanpa ada yang mengerti, tanpa ada yang menyelamatkan.
Radit pergi, tanpa ada yang memaafkan, tanpa ada yang mengampuni, tanpa ada yang mengasihani.