Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Meniti Cerita di Bawah Bintang

24 Agustus 2023   08:00 Diperbarui: 24 Agustus 2023   08:04 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar oleh Asad dari pexel.com

Hari itu, angin malam berhembus pelan dan sangat lembut, membawa harum bunga melati dari taman dekat jendela kamarku. Aku duduk di tepi kolam renang di taman belakang rumah, menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang. Ini adalah salah satu momen yang tak pernah akan hilang dari ingatanku.

Sambil menghela nafas dalam-dalam, aku merenung tentang segala hal yang terjadi dalam hidupku. Tiba-tiba, aku mendengar langkah kaki lembut mendekat. Aku menoleh dan tersenyum ketika aku melihat dia, Nala, wanita yang telah mengisi pikiranku dalam beberapa bulan terakhir.

"Hey," sapaku sambil menepuk kursi kosong di sebelahku.

Dia tersenyum lembut dan duduk di sampingku. "Malam yang indah, bukan?"

Aku mengangguk setuju, "Benar. Tapi lebih indah lagi karena kamu ada di sini."

Dia terkekeh dan memukul ringan lengan baju jaketku, "Pantas saja kamu bisa meluluhkan hati banyak orang dengan kata-kata manismu."

Kami duduk berdampingan, menikmati kedamaian malam itu. Suasana menjadi semakin hangat dengan kehadirannya. Kami berbicara tentang segala hal, dari impian-impian yang ingin kuraih, rahasia yang tersembunyi hingga kenangan-kenangan kami di masa kecil.

"Aku masih ingat waktu pertama kali kita bertemu di kafe itu," ucapku sambil tersenyum.

Nala juga tersenyum, "Tentu saja. Aku merasa kamu begitu kikuk saat memesan kopi, hampir saja kamu bilang 'nasi goreng' alih-alih 'latte'."

Kami berdua tertawa keras mendengar cerita itu. Suara tawa kami berbaur dengan suara air kolam yang mengalir, menciptakan simfoni yang indah di bawah langit malam.

"Aku sungguh sangat bersyukur bertemu denganmu," kataku dengan tulus.

Nala menggenggam tanganku, "Aku juga merasakan hal yang sama. Kamu memberikan warna baru dalam hidupku."

Kami berdua saling menatap dengan tatapan yang sangat dalam. Di bawah cahaya bintang-bintang, aku merasakan koneksi yang begitu kuat di antara kami.

"Aku punya sesuatu untukmu," ucapku tiba-tiba, lalu aku mengeluarkan cincin dari saku jaketku.

Dia terkejut, "Apa ini?"

Aku tersenyum, "Aku tahu kita belum lama mengenal satu sama lain, tapi aku merasa begitu dekat denganmu. Aku ingin kita bersama, melewati segala hal bersama. Nala, maukah kamu menjadi bagian dari hidupku?"

Dia menatapku dengan matanya yang penuh emosi. Air mata muncul di sudut mata dan dia menganggukkan kepala dengan senyum yang tak terlupakan. "Ya, iya, tentu saja!"

Kami berdua berpelukan erat, berbagi momen kebahagiaan yang tak terlupakan di bawah langit berbintang. Suara tawa dan kebahagiaan kami menjadi bagian dari malam itu, menyatukan kisah kami dalam jejak kenangan yang selalu akan diingat sepanjang hidup.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun