Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rinduku Untukmu Bersemayam di Antara Hujan

14 Agustus 2023   09:00 Diperbarui: 14 Agustus 2023   09:02 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar oleh Benjamin Suter dari pexel.com

“Hujan…”

“Hujan…” Ibu menepuk pundakku dan juga memelukku, kulihat air mata berkubang di kelopak matanya yang telah keriput itu.

Mama… kenapa?” Tanyaku.

“Radit telepon aku ma.” Aku berusaha membuat Mama senang, ketika saat itu aku mengenalkan Radit, Mama sempat berkata kalau radit adalah pemuda yang baik, aku senang Mama sependapat denganku.

“Hujan…” Suara tangisan Mama semakin menjadi-jadi, air mata itu kini tumpah-ruah membanjiri pipinya yang tak lagi merah merona. Suara tangisan Mama yang berpadu dengan suara hujan membuat suasana kamarku semakin suram.

Kulihat Bi Ira berlari masuk kedalam kamarku, yang aku heran mengapa ia selalu mengenakan baju dan celana berwana putih setiap hari, ia menghampiri Mama dan berusaha mengajaknya keluar kamar, aku masih ingin berbicara dengan Radit di telepon.

“Mama…” Aku memanggilnya, “Mama bicara sama Radit ya.” Pintaku agar Mama tidak sedih.

“Hujan… ini sisir nak.” Teriak Mama, “Ini sisir pemberian Radit, Nak.”

“Ayo bu, kita sebaiknya keluar saja.” Ujar Bi Ira yang menggiring Mama keluar kamarku. “Maaf bu, sejak awal masuk ke sini Hujan selalu bicara tentang Radit, siapa Radit.” lanjutnya, aku mendengar percakapan mereka, aku ingin menjelaskan ketika Bi Ira menanyakannya.

“Radit adalah tunangan Hujan, dia seorang prajurit yang sangat gagah, ia seorang pahlawan bagi negeri ini.” Sahut Mama kepada Bi Ira yang sedang duduk di depan kamar, suara mereka terdengar sangat jelas sekali, meskipun hujan tetap berbisik.

“Lalu kemana Radit?” Tanya Bi Ira.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun