Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Berhenti Menulis

13 Juli 2023   08:00 Diperbarui: 13 Juli 2023   08:04 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokan harinya aku berjalan-jalan di sekitar desa kecil itu kampung halamanku, mengingat kenangan-kenangan masa kecil yang hangat. Setiap sudut jalan dan setiap rumah berbicara padaku, mengirimkan pesan dari masa lalu.

Aku mengunjungi perpustakaan tua yang sering aku singgahi saat masih muda. Di sana, aku menemukan buku-buku yang pernah kubaca, kemudian aku menelusuri halaman-halaman dari buku yang pernah kutulis. Aku memang bukan penulis, tidak pernah ada institusi yang memberikanku gelar penulis, tapi aku aktif menulis, diperpustakaan ini ada beberapa buku hasil karyaku, aku tidak berikan tulisan itu ke penerbit, aku mencetaknya sendiri, ketika aku kembali membaca tulisan-tulisan itu, aku merasakan sentuhan kecil dari kata-kata yang pernah aku tulis dan sangat menyentuh hatiku, ternyata aku menyadarinya bahwa perasaan kehilangan yang aku rasakan selama ini bukan karena kata-kata yang aku rangkai kehilangan makna, tetapi karena aku sendiri yang telah kehilangan arah.

Aku menulis karena aku senang menulis, bukan karena ingin mendapatkan legitimasi dari sebuah platform yang aku gunakan untuk berbagi tulisanku, aku seharusnya mengabaikan gambar mata, gambar hati dan juga gambar kotak pesan yang selalu saja menjadi perhatianku selama ini.

“Ben…” seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya.

“Pak Rudi…” sapaku, ia inspirasiku dulu.

“apa kabar pak, sehat” kusambut tangannya, segera ku tempelkan ke dahiku.

“alhamdulilah sehat Ben” jawabnya “kamu bagaimana, masih jadi Ghost writer?” tanyanya kepadaku, dalam pemikirannya, menulis itu tidak perlu berangan-angan akan diapresiasi, akan mendapatkan pujian, akan mendapatkan legitimasi penulis hebat, tidak, tidak, ia selalu memberikanku pandangan yang berbeda, ia adalah inspirasiku. Ghost Writer menurutnya adalah seorang penulis yang hebat, ia tidak perlu dikenal, karena tulisan-tulisan yang bermakna akan selalu dikenang dibawah alam sadar para pembacanya.

“sehat alhamdulilah.. aku masih nulis kok Pak" jawabku "ga enak pak ga dikenal orang, bikin cerpen aja ga ada yang baca” celotehku.

“hahaha… ia tertawa terbahak-bahak, berarti kamu masih jadi Ghost Writer ya” candanya.

“pak.. aku ingin berhenti menulis” sahutku ditengah-tengah tawanya yang lucu itu.

“bagus” jawabnya singkat seketika, dan ia berhenti tertawa, raut wajahnya berubah. “saya tahu kamu menulis di platform itu, saya baca tulisan-tulisanmu itu, ada yang menarik ada juga yang membosankan, ada yang unik ada juga yang tidak karuan” sambungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun