Keesokan harinya aku berjalan-jalan di sekitar desa kecil itu kampung halamanku, mengingat kenangan-kenangan masa kecil yang hangat. Setiap sudut jalan dan setiap rumah berbicara padaku, mengirimkan pesan dari masa lalu.
Aku mengunjungi perpustakaan tua yang sering aku singgahi saat masih muda. Di sana, aku menemukan buku-buku yang pernah kubaca, kemudian aku menelusuri halaman-halaman dari buku yang pernah kutulis. Aku memang bukan penulis, tidak pernah ada institusi yang memberikanku gelar penulis, tapi aku aktif menulis, diperpustakaan ini ada beberapa buku hasil karyaku, aku tidak berikan tulisan itu ke penerbit, aku mencetaknya sendiri, ketika aku kembali membaca tulisan-tulisan itu, aku merasakan sentuhan kecil dari kata-kata yang pernah aku tulis dan sangat menyentuh hatiku, ternyata aku menyadarinya bahwa perasaan kehilangan yang aku rasakan selama ini bukan karena kata-kata yang aku rangkai kehilangan makna, tetapi karena aku sendiri yang telah kehilangan arah.
Aku menulis karena aku senang menulis, bukan karena ingin mendapatkan legitimasi dari sebuah platform yang aku gunakan untuk berbagi tulisanku, aku seharusnya mengabaikan gambar mata, gambar hati dan juga gambar kotak pesan yang selalu saja menjadi perhatianku selama ini.
“Ben…” seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya.
“Pak Rudi…” sapaku, ia inspirasiku dulu.
“apa kabar pak, sehat” kusambut tangannya, segera ku tempelkan ke dahiku.
“alhamdulilah sehat Ben” jawabnya “kamu bagaimana, masih jadi Ghost writer?” tanyanya kepadaku, dalam pemikirannya, menulis itu tidak perlu berangan-angan akan diapresiasi, akan mendapatkan pujian, akan mendapatkan legitimasi penulis hebat, tidak, tidak, ia selalu memberikanku pandangan yang berbeda, ia adalah inspirasiku. Ghost Writer menurutnya adalah seorang penulis yang hebat, ia tidak perlu dikenal, karena tulisan-tulisan yang bermakna akan selalu dikenang dibawah alam sadar para pembacanya.
“sehat alhamdulilah.. aku masih nulis kok Pak" jawabku "ga enak pak ga dikenal orang, bikin cerpen aja ga ada yang baca” celotehku.
“hahaha… ia tertawa terbahak-bahak, berarti kamu masih jadi Ghost Writer ya” candanya.
“pak.. aku ingin berhenti menulis” sahutku ditengah-tengah tawanya yang lucu itu.
“bagus” jawabnya singkat seketika, dan ia berhenti tertawa, raut wajahnya berubah. “saya tahu kamu menulis di platform itu, saya baca tulisan-tulisanmu itu, ada yang menarik ada juga yang membosankan, ada yang unik ada juga yang tidak karuan” sambungnya.