Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sang Lalat di Musim Kemarau

2 September 2021   15:23 Diperbarui: 15 Agustus 2023   15:49 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua tahun sudah aku bertahan di tempat ini, dengan segala dinamika yang harus ku telan pahit dan manis bersamanya. Semakin lama semakin kuat keinginan ku untuk berlari meninggalkan tempat ini, semakin kuat tekad ku untuk meninggalkan semua harapan ku di tempat ini. Hari demi hari ku lalui dengan ke bosanan, hari demi hari ku jalani dengan rasa muak yang sangat dalam.

Namun aku tersadar, saat ini musim kemarau, semua danau di negeri ini sedang surut, dan bahkan ada beberapa danau yang hilang, air yang sebelumnya tidak pernah ada habisnya saat ini kering, banyak biota danau yang mati kelaparan dan kekeringan, bahkan rumput pun mulai terlihat menguning dan beberapa mati kerena tidak ada air.

Aku tidak mungkin menyalahkan Matahari, atau menyalahkan tuhan karena membuat matahari untuk bersinar di siang hari, namun, apakah hujan yang aku salahkan, tidak, tidak mungkin apalah aku, aku hanya seekor lalat kecil yang dapat bertahan dari ancaman kekeringan yang mencari makan di danau kecil ini, dua tahun, ya sudah dua tahun.

"Lat.. jangan ngelamun," sahut seekor nyamuk yang membuyarkan lamunan panjang ku.

"Kamu tidak perlu memikirkan kemarau ini, hujan pasti akan turun," sahutnya, sepertinya dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.

"Aku tidak memikirkan kemarau muk, tapi.." aku sedikit ragu untuk mengatakannya.. 

"Tapi apa??.. kamu mau cari danau lain?" nyamuk itu menyela ucapan ku.

"Nggak koq, aku cuma lelah saja," sahut ku, dan pergi meninggalkannya, aku tahu betul tabiat kalian para nyamuk, aku sudah singgah dari danau ke danau, dan aku sudah kenal banyak nyamuk dari danau-danau itu, kalian pasti akan menyebarkan ke seluruh danau informasi yang aku sampaikan.

Namun, sebenarnya bukannya nyamuk yang aku pikirkan dan juga bukan kemarau yang aku khawatirkan.

aku hanya bingung dan heran, mengapa biota di danau ini tidak dapat tersenyum dalam gelombang udara yang sama, mungkin karena biota di danau ini unik, sehingga mereka tidak perlu gelembung udara untuk tersenyum, tapi lumpur.

"Woi.. lalat, sini.. ada bangkai lele baru nih." sahut teman ku sesama lalat.

-TAMAT-

      MI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun