Dia berenang bebas di sungai yang deras itu, dia membawa kayu-kayu untuk di jadikan sarang, dia sangat gigih, dia bekerja sejak matahari masih enggan untuk menghangatkan dinginnya aliran sungai ini dengan pancaran cahayanya, hingga sang surya pun lelah pergi menjauh ke ujung barat sana, dia masih memilih kayu, menggigitnya dan membawanya menyebrangi sungai yang dingin dan deras tanpa lelah. Â
Dia memang seekor berang-berang yang kurang beruntung, namun dia seekor berang-berang yang berani mewujudkan mimpinya, ayahnya tertangkap oleh manusia, ketika sedang mencari makanan di hutan itu, hingga saat ini tidak pernah kembali, tinggal lah dia bersama empat orang adik dan ibunya, saat itu usianya masih remaja, namun semua kenyataan itu dia telan tanpa memusingkan apa yang akan terjadi, dia hanya berfikir tentang hari esok, lusa dan nanti.
Menjelang dewasa dia berjumpa dengan seekor berang-berang betina di sebuah hutan tempat para berang-berang belajar untuk mengasah gigi dan cakarnya, sepertinya dia jatuh hati padanya, dan berang-berang betina itu pun ternyata membalas cintanya, mereka bedua pun akhirnya bersama mengejar mimpi, membangun sebuah sarang yang terbuat dari kasih sayang dihati mereka untuk tempat tinggal anak-anak mereka, mereka berdua melawan derasnya air sungai kehidupan yang menerpa setiap saat untuk memperkokoh mental anak-anaknya, mereka berdua menantang panasnya matahari dan dinginnya bulan untuk dapat bertahan hidup di hutan yang ganas dan kejam, mereka berdua berjanji di atas sumpah setia untuk bersama dalam suka dan duka.
Dia menjumpai kehidupan yang penuh dengan warna dan menyenangkan semasa menjalin tali kasih bersama betina itu, mereka pun dikaruniai tiga anak berang-berang yang lucu dan menggemaskan, hidup mereka sangat indah dan dengan penuh cinta. Dia mengajarkan makna dari sebuah kehidupan, makna dari kasih sayang dan makna dari cinta kepada anak-anaknya.
Namun suatu senja, berang-berang betina itu tanpa sengaja termimun air sungai yang tercemar oleh limbah kehidupan, berang-berang betina itu jatuh sakit, meskipun berang-berang betina itu berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup, sepertinya racun dari limbah kehidupan lebih kuat dari tekadnya, berang-berang betinapun akhirnya menutup mata.
Dengan sisa dari separuh cintanya, dia membesarkan ketiga anak-anaknya.
"sudah malam.. ayo semuanya tidur"Â sahut ku.
"besok cerita lagi ya kek"Â jawab cucu-cucu ku, dengan tersenyum ku anggukan kepala ku.
Angan ku melayang membayangkan wajah mu berang-berang betina yang ku temukan di hutan itu, aku siap untuk pergi bersama mu malam ini, besarnya cinta ku membuat ku tak mampu berpaling bahkan tidak sedetik pun, hati ku tetap untuk mu.
-TAMAT-
M.I.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H