Mohon tunggu...
Iqbal Maulana
Iqbal Maulana Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan Menulis

Seorang pembaca, pendengar musik dan penikmat teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Keluh Kesah Mahasiswa di Kala Pandemi

29 Juni 2020   02:48 Diperbarui: 29 Juni 2020   02:43 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelas daring sudah menjadi hal yang biasa di masa pandemi ini (dokpri)

Pandemi memberikan dampak yang sangat besar kepada setiap elemen masyarakat, tak terkecuali mahasiswa.

Sudah 3 bulan berjalan semenjak kasus pertama Novel Corona Virus (Covid-19) ditemukan di Indonesia, dan kurvanya sampai saat ini belum menunjukkan adanya kecenderungan untuk melandai.

Kebijakan yang kembali diambil pemerintah adalah dengan menginisiasi kehidupan "New Normal" pasca selesainya masa berlaku kebijakan "Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang diterapkan mulai bulan April lalu.

Kebijakan New Normal diharapkan dapat kembali memutar roda perkenomian dan dengan perlahan lahan membuka kembali fasilitas ekonomi dan pendidikan. Kebijakan New Normal juga menjadi angin segar bagi pelajar dan mahasiswa yang berharap akan kembali melaksanakan kegiatan secara bertatap muka dengan secepatnya.

Pandemi Covid-19 memang sangat berdampak ke dunia perkuliahan. Selama masa pandemi, semua kegiatan belajar dilakukan secara daring melalui fitur panggilan video lewat aplikasi demi terpenuhinya imbauan "Belajar dari rumah". 

Sampai saat ini, aplikasi web telekonferensi seperti Zoom dan Google Meet masih jadi primadona dosen untuk memulai kelas dan menyampaikan materi. Untuk pengumpulan tugas dan diskusi, sebagian dosen menggunakan fitur Google Classroom dan sebagian lain memakai Whatsapp Group.

Meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin agar kegiatan perkuliahan berjalan dengan baik, namun sebagian mahasiswa pesimis dengan kemampuan menangkap materi, mengingat fokus perkuliahan yang tidak sebesar apabila dijalankan secara tatap muka di dalam kelas.

"Ya ga fokus aja gitu kalau di rumah, kalau di kelas kan fokus" ujar Raihan, mahasiswa program S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2019, pada saat ditanya bagaimana berjalannya kegiatan kuliah pada masa pandemi ini.

Adapun ia menilai kegiatan perkuliahan tidak se-efektif dibandingkan apabila dijalankan di dalam kelas. Bahkan ia cenderung pesimis untuk mendapatkan Indeks Prestasi (IP) yang memuaskan pada semester genap tahun ini. "Untuk dapat IP yang bagus semester ini sepetinya susah deh soalnya kan belajarnya aja ga maksimal gitu" tambahnya.

Berbeda dengan Raihan, masalah lain dihadapi oleh Fadhila. Tinggal di luar pulau Jawa, membuatnya seringkali bermasalah dengan gangguan internet dan sinyal. Mengingat semua kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring, masalah jaringan tersebut tentu menghambatnya dalam mengikuti kegiatan perkuliahan.

"Kalau disini tuh kadang-kadang sinyalnya suka hilang, belum lagi ada pedaman listrik" ujarnya yang tinggal di kabupaten Solok, Sumatera Barat. Kendala jaringan tersebut bahkan sampai membuatnya terlambat untuk mengumpulkan dokumen UAS sehingga mendapatkan hasil yang tidak maksimal.

Pembelajaran secara daring juga membuat penggunaan kuota internet cenderung menjadi lebih besar darpada biasanya. Hal tersebut wajar nmengingat panggilan video menghabiskan data yang cukup besar. Uang untuk dibelikan kuota pun menjadi semakin banyak keluar, dan membuat mahasiswa cenderung lebih boros. 

"Iya ngaruh banget" ujar Nur Afifah. "Pokoknya beli 8 Gb, paling banyak beli sebulan 10 kali lah ya, 3 bulanan berarti 200 gb-an" lanjutnya.
"Sekali beli habis 40 (ribu rupiah)" tambahnya. Pengeluaran yang ia alokasikan untuk pembelian kuota setiap bulannya, membengkak menjadi bekali-kali lipat pasca dimulainya pembelajaran daring selama pandemi.

Ia tidak menampik bahwa harus ada keringanan dari pihak kampus untuk mengakomodir kebutuhan kuota mahasiswanya. Bahkan kalau bisa, adanya pemangkasan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) karena tidak maksimalnya pembelajaran di kampus.

Beberapa Universitas seperti Universitas Brawijaya Malang, ITB, UMY, serta Universitas Dipenogoro telah menjadi pionir dalam hal mengakomodir kebutuhan kuota mahasiswanya.

Tentunya walaupun dengan berbagai kekurangan, upaya tersebut sudah seharusnya menjadi kewajaran bagi pihak kampus. Dengan begitu, protes mahasiswa yang mempertanyakan UKT yang dibayarkan mampu diredam secara perlahan. Sehingga hak hak mahasiswa dapat tersalurkan secara maksimal.

Saaat ini memang kegiatan perkuliahan menjadi tantangan tersendiri. Permasalahan materi dan kuota tentunya menjadi hal yang berat bagi mahasiswa yang mengharapkan kuliah berjalan normal seperti biasa.

Permasalahan perkuliahan daring tentunya tidak hanya dirasakan oleh pihak mahasiswa, melainkan pihak dosen juga ikut serta merasakan. Namun, seiring dengan jumlah kasus yang masih diprediksikan akan terus meningkat, mereka juga tidak bisa berbuat banyak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun