Mohon tunggu...
Iqbal Maulana
Iqbal Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Iqbal Maulana

Sederhana tapi signifikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suku Bajo : Keunikan Kehidupan Laut dan Kearifan Lokal Yang Terlupakan

28 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 28 Desember 2024   09:31 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://superlive.id/superadventure/artikel/news/suku-bajo-aquaman-dari-indonesia )

Menurut Kobi dan Hendra (dalam Popayato et al., 2024), Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman yang sangat besar, dan keragaman ini dapat dikategorikan berdasarkan berbagai kriteria tertentu. Sebagian besar penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai dan menggantungkan hidup mereka pada pekerjaan sebagai nelayan. Budaya masyarakat yang khas telah berkembang karena Indonesia adalah negara kepulauan, dengan sekitar 70% wilayahnya berupa perairan. Indonesia memiliki berbagai suku bangsa yang masih menjalankan pola budaya hidup di laut, salah satunya adalah suku Bajo.

Suku Bajo, atau dikenal juga sebagai "Suku Laut", adalah kelompok etnis kecil yang mendiami wilayah pesisir Indonesia. Mereka terkenal karena keterampilan navigasi di laut dan kehidupan tradisional yang erat kaitannya dengan lautan. Suku Bajo hidup sebagai pemburu ikan yang ulung, menggunakan teknik-teknik penangkapan ikan tradisional dan mengelola sumber daya laut dengan bijaksana.

Masyarakat  suku  Bajo  merupakan salah   satu   masyarakat   dengan   tingkat migrasi  yang  tinggi. Melalui  kemampuan mobilitas dan migrasi yang tinggi, masyalat suku   Bajo   banyak tersebar   di   kepulauan   Nusantara      baik      Indonesia,  Filipina, hingga  Malaysia  dan  Brunei  Darussalam (Muhammad Agus Umar, 2019). Suku Bajo dikenal sebagai pelaut ulung yang menggantungkan hidup mereka pada laut, baik melalui aktivitas menangkap ikan, mencari mutiara, maupun berdagang hasil laut. Mereka sering disebut sebagai "pengembara laut" karena kebiasaan hidup berpindah-pindah sesuai dengan musim ikan atau kondisi alam.

Di Indonesia, Suku Bajo bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya (Adiningsih Yulia, 2021). Menurut sejarah, orang Bajo berasal dari Kepulauan Sulu di wilayah Filipina Selatan dan hidup sebagai penduduk nomaden di lautan lepas. Ratusan tahun yang lalu, mereka pindah ke beberapa wilayah Indonesia, di antaranya di sekitar Pulau Sulawesi.

Suku Bajo terkenal karena mampu melaut dengan cepat. Ciri khas mereka adalah berenang dan menahan napas dalam air untuk waktu yang lama. Dengan satu tarikan napas, banyak anggota suku Bajo dapat menyelam hingga kedalaman 70 meter. Sebuah kemampuan luar biasa yang diwariskan secara turun-temurun. Kehidupan mereka yang dekat dengan laut menjadikan Suku Bajo sebagai salah satu komunitas maritim yang unik dan menginspirasi di dunia. 

Sumber : (https://www.mongabay.co.id/2014/01/26/kearifan-suku-bajo-menjaga-kelestarian-pesisir-dan-laut/ )
Sumber : (https://www.mongabay.co.id/2014/01/26/kearifan-suku-bajo-menjaga-kelestarian-pesisir-dan-laut/ )

Mereka juga memiliki teknologi perahu tradisional yang disebut "leppa", yang berfungsi sebagai tempat tinggal sekaligus sarana transportasi di laut. Secara tradisional, leppa dibuat dari kayu kelapi atau kayu pondo dengan atap dari daun nipah. Pengetahuan mengenai pemilihan bahan dan cara pembuatan leppa diturunkan secara turun-temurun. Kayu kelapi dianggap dapat membawa kemakmuran, karena kelapi identik dengan istilah "mallepi-leppi" yang artinya berlipat-lipat. Sementara kayu pondo identik dengan "mado'do" yang berarti pelan, menjadikan kayu pondo identik dengan keselamatan.

Kehidupan mereka sangat bergantung pada laut, baik sebagai sumber penghidupan melalui aktivitas menangkap ikan, menyelam mencari mutiara, maupun berdagang hasil laut. Laut bagi suku Bajo tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga bagian penting dari kepercayaan dan budaya mereka, dengan berbagai upacara adat yang menunjukkan rasa hormat terhadap alam. Keharmonisan ini menjadi ciri khas yang membuat suku Bajo tetap bertahan sebagai masyarakat maritim yang unik di tengah tantangan modernisasi.

Menurut Sartini (dalam Hasrawaty et al., 2017), Kearifan lokal merupakan gagasan masyarakat setempat yang bernilai baik, berupa pandangan hidup, tata nilai, adat istiadat norma, biasanya bersimbolisasi mitos dan ritual. Kehidupan sehari-hari Suku Bajo diatur oleh kearifan lokal, yaitu pengetahuan yang berasal dari alam. Kearifan lokal ini telah membantu Suku Bajo bertahan hingga sekarang. Pengetahuan dan kearifan lokal tersebut merupakan hasil dari proses panjang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Contoh berikut menunjukkan beberapa kearifan lokal Suku Bajo dalam menjaga lingkungan mereka (Muhammad Agus Umar, 2019).

Masyarakat Suku Bajo Desa menggantungkan hidupnya di laut. Masyarakat Suku Bajo sangat percaya jika terumbu karang rusak maka tidak akan ada ikan lagi. Masyarakat Suku Bajo menjaga kelestarian pantai dan lautan dengan kearifan lokal. Salah satu buktinya adalah pemukiman mangrove yang bersih. Ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun masih terpelihara dengan baik di sekitar organisasi masyarakat Bajo. Pada organisasi masyarakat pesisir lainnya, kondisi ini tidak terlihat. Komunitas Bajo di pesisir Desa Torosiaje memiliki hubungan emosional dengan Sumber Daya Alam (SDA), yang menghasilkan perilaku nyata yang mempertimbangkan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun