Mohon tunggu...
iqbal kholidi
iqbal kholidi Mohon Tunggu... wirausahawan, penulis lepas. -

akun kompasiana iqbal kholidi, twitter: @iqbal__kholidi facebook: facebook.com/iqbalkholidi.id

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gagasan Khilaf Khilafah

30 Mei 2015   10:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:27 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak ada gagasan yang lebih Khilaf selain mengusung gagasan penegakan Khilafah, ada 2 kubu pegiat Khilafah, yaitu Hizbut Tahrir dan ISIS. Kepanjangan tangan Hizbut Tahrir di Indonesia yaitu HTI.

Bedanya, Khilafah versi Hizbut Tahrir belum berdiri, sedangkan ISIS sudah mendeklarasikan Khilafah yang ber ibukota di Raqqah Suriah dan kemudian dikenal dengan IS (Islamic State). Tapi keduanya baik HTI ataupun IS sama-sama berpandangan bahwa pemerintahan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 adalah sebuah Kekhalifahan, padahal jelas-jelas itu adalah Kerajaan. Kalaupun Turki Utsmani itu sebuah Khilafah, justru itu adalah bukti sejarah betapa Khilafah itu rapuh dan punah.

Sungguh konyol ada yg berusaha menghidupkan Kembali "sistem" pemerintahan yg telah terbukti gagal itu. Mereka ngotot bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem atau bentuk pemerintahan yg Islami. Selainnya itu Kufur.

Mereka berpandangan akibat sistem sekuler negara bangsa, umat Islam terpecah belah dan terpisah karena batas-batas negara. Intinya mereka bercita-cita menyatukan semua umat Islam di seluruh dunia dalam satu naungan yang namanya Khilafah dan dipimpin oleh seorang yang disebut Khalifah, konsekuensinya adalah menghapus negara bangsa seperti Indonesia, Malaysia, Mesir dst.

Mereka terbius oleh doktrin "Islam adalah agama sekaligus negara".

Sejatinya Khilafah adalah produk ijtihad politik yang terjadi di masa lalu, masa 'Khulafaur Rasyidin' ; Sayyidina Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, (plus Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib yg menjabat singkat). Dan dunia Islam juga tahu bahwa para Khalifah itu pun akhirnya terbunuh secara mengenaskan, Umar bin Khattab ditikam, Utsman bin Affan disembelih, Ali bin Abi Thalib dibacok, sedangkan Imam Hasan (sekalipun sudah tidak menjabat Khalifah) beliau meninggal karena diracun.

Tidak ada jaminan bahwa Khilafah adalah sistem yg ideal yg menjamin rasa aman bagi Khalifah dan ketentraman bagi masyarakatnya. Contoh terkini adalah Khilafah versi ISIS, alih-alih menciptakan rasa tentram yang ada adalah aktivitas teror dan horor.

Sejarah sudah mencatat sejak Muawiyah dari klan Umayyah berkuasa, Khilafah telah berubah menjadi dinasti. Bahkan dalam perjalanan sejarah berikutnya tidak ada kekuasaan tunggal yang berkuasa atas dunia Islam, ketika dinasti Abbasiyah berkuasa, muncul lagi dinasti Umayyah di Andalusia dan Dinasti Fatimiyah di Mesir.

Bukti bahwa Khilafah adalah produk ijtihad adalah Nabi tak pernah menetapkan satu bentuk kekuasaan politik tertentu dalam proses pengangkatan keempat Khalifah. Abu Bakar diangkat secara aklamasi, Umar bin Khattab diangkat melalui wasiat, Utsman bin Affan diangkat melalui tim formatur yg diprakarsai oleh Umar dan Ali bin Abi Thalib diangkat melalui aklamasi. Lantas mana yg disebut sistem Khilafah: aklamasi, wasiat atau formatur?.

Ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah urusan ijtihad politik, dan urusan politik dalam Islam adalah urusan dunia. Bukankah Baginda Nabi telah bersabda: antum a'lamu bi umuri dun-yakum (kalian lebih tahu urusan duniamu).

Dan yang perlu digaris bawahi adalah periode Islam pada masa Khalifah dan masa kini sudah jauh berbeda, umat Islam tidak hanya berada di madinah atau timur tengah, tapi sudah tersebar di berbagai belahan bumi, bukan ribuan umat tapi 1 milyar lebih dengan aneka ragam karakter dan kebutuhan politik.

Sungguh tidak relevan bila saat ini ada yang memaksakan gagasan Khilafah, kecuali itu orang-orang yg Khilaf, dan tugas kita menyadarkannya atau setidaknya tidak ikut terbius dan Khilaf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun