Mohon tunggu...
Iqbal Julian
Iqbal Julian Mohon Tunggu... karyawan swasta -

orang yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tidak Baik Menilai Buku Hanya dari Sampulnya

7 Agustus 2011   18:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua minggu lalu, teman kerja meminjamkan sebuah novelnya pada saya. Akatsuki judul novel yang dia pinjamkan. Seperti ketika membaca novel-novel yang lain, saya selalu memulai dengan membaca bagian sinopsis di bagian belakang buku.

Hupft, novel cinta ternyata. Saya kurang suka membaca novel-novel tentang cinta dua sejoli. Terlintas di bayangan saya adegan-adegan cengeng percintaan yang biasa ada di sinetron-sinetron. Nah lho, ketahuan deh suka nonton sinetron, hehe.

Yah tentang adegan-adegan cengeng di sinetron itu saya tahu dari iklan-iklan yang memang sering ditampilkan di televisi.

Demi menghargai perasaan teman saya yang telah berbaik hati meminjamkan novelnya pada saya, saya terima novel pinjamannya itu dengan senang hati. Sepulang kerja, saya akan membacanya.

Dari awal membacanya, saya sudah mulai membandingkan novel itu dengan novel-novel tulisan pengarang favorit saya, Tere Liye. Dari tata bahasa, saya tetap mengacungkan jempol untuk Tere Liye. Novel yang saya baca ini, tulisannya mengalir cepat dan banyak adegan-adegan yang tak terbayangkan dengan jelas karena tak tertulis secara rinci. Tapi, penilaian buruk yang saya berikan pada novel ini perlahan tapi pasti mulai terkikis seiring kata-demi kata yang saya lahap. Saya larut dalam ceritanya, bahkan sampai terbawa emosi mengikuti alur cerita yang dialami oleh tokoh utamanya.

Novel ini berlatar tempat di sebuah kota di Jepang. Mengisahkan pencarian hidayah seorang gadis bernama Mayumi yang jatuh cinta pada pemuda muslim Jepang bernama Satoshi. Sungguh imajinasi dan emosi saya bermain hebat ketika membaca novel ini karena saya membayangkan Mayumi pada novel ini adalah gadis yang saya suka. Yah, gadis yang saya suka juga bermata sipit seperti Mayumi. Lantas bagaimana dengan saya? Apakah saya mirip dengan Satoshi. Oough, Satoshi begitu sempurna dalam novel ini. Dia benar-benar tergambarkan sebagai seorang pemuda yang cool, efisien dalam berbicara, dan juga telah mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik. Sedangkan saya? Jauuuh. Tapi itu justru menyadarkan saya bahwa saya masih banyak kekurangan dan memotivasi saya untuk terus memperbaiki amalan agama Islam saya.

Novel ini menggambarkan adat istiadat Jepang dengan baik dan itu manambah wawasan saya, juga membuat saya tertarik dengan Jepang. Dalam beberapa bagian dalam novel ini, disisipkan syair-syair lagu soundtrack anime-anime Jepang beserta artinya yang sesuai dengan alur cerita. Ini menjadi daya tarik lain dari novel. Dan syair-syair lagu itu benar-benar membuat saya penasaran dengan lagunya. Alhasil, saya juga mencari dan mendownload lagu-lagu yang syairnya disisipkan dalam novel itu. Dan sampai sekarang, saya terus mendengarkan lagu-lagu itu di setiap malam, mengimajinasikan bahwa cerita yang terjadi dalam novel itu adalah tentang saya dan gadis yang saya suka. Duh, begini mungkin yang terjadi pada orang-orang melankolis, ya?

Selesai membaca novel ini, penilaian saya 180 derajat berubah. Novel ini bagus dan mencerahkan. Mungkin bahasa lainnya, menginspirasi. Novel ini membuat saya bertekad untuk menjadi lelaki yang lebih bertanggung jawab, menjadi lelaki yang mengayomi, baik pada keluarga (ayah, ibu, adik, kakak), maupun pada keluarga yang kelak akan dibina (istri, anak-anak). Novel ini membangkitkan gairah saya untuk berislam dengan baik.

Mulai setelah selesai membaca novel itu, saya tidak akan lagi menilai buku hanya dari sampulnya saja. Tetapi dari isinya. Novel ini membuat saya keluar dari zona nyaman saya, bahwa novel-novel yang bagus itu hanya berasal dari pengarang favorit saya. Tidak ternyata. Selesai membaca novel ini, saya justru mendapat tambahan wawasan juga pengalaman baru ketika membaca novel.

Terima kasih pada teman saya yang telah menjadi perantara terbukanya pengalaman baru pada diri saya. Sampai saat ini, novel Akatsuki yang saya pinjam belum saya kembalikan karena teman saya itu masih berada di luar kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun