Mohon tunggu...
Iqbal Husni Fauzan
Iqbal Husni Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dipaksa, terpaksa, terbiasa.

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Novel Salah Pilih

7 Mei 2023   11:32 Diperbarui: 7 Mei 2023   11:47 3768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Gadang (Sumber: kabarmedia.co)

Sehingga seringkali terfikir oleh Ibu paruh baya itu untuk meminta anaknya segera menghentikan pendidikannya dan tinggal bersama di rumah gadang dengan adik dan bibinya, serta agar anak lelaki itu segera mencari pendamping hidupnya untuk meramaikan suasana rumah gadang yang amat besar itu. Bukan ia egois akan mementingkan dirinya dan kebahagiaannya, mengingat wanita itu telah berumur, dan ia sudah tidak peduli lagi akan kematian di depan matanya asalkan ia bisa bersama-sama berbahagia dengan Asnah, Asri dan istrinya, juga adiknya Sitti Maliah, kelak di akhir hayatnya.

Asnah sebenarnya selalu meminta kepada Ibu Malriati agar ia menceritakan tentang kedua orang tua kandungnya itu sebab dia sudah cukup umur untuk mengetahui hal itu. Ibu Mariati enggan menceritakannya karena takut perasaan Asnah nantinya menjadi canggung dan asing di rumah itu. Akan tetapi, Asnah memaksanya sehingga ia tak kuasa melihat paras anak gadis itu yang memohon. Akhirnya diceritakannya lah bahwa Asnah merupakan anak dari lelaki dermawan nan bijaksana, pun seorang anak dari keluarga bangsawan. 

Ayahnya rela diusir dari rumahnya meninggalkan harta benda milik kedua orang tuanya karena ia menikah dengan ibu Asnah, yakni wanita yang bukan dari keluarga bangsawan. Memang adat pada kala itu sangat menyeramkan, yang kaya harus bergaul dengan yang kaya sedangkan yang miskin dipandang sebelah mata, hina jika orang dari keluarga bangsawan bergaul dengan orang miskin, dan merasa turun derajat. Sehingga ayahnya pergi dengan ibunya ke suatu tempat untuk merantau dan berpencaharian sendiri. 

Ketika ayahnya hendak melakukan suatu pekerjaan, dalam sebuah perjalanan rombongannya pun dirampok tanpa sisa oleh kolonial Belanda sehingga menyisakannya yatim, terdengarlah kabar tersebut oleh Ibu Mariati, dan dipanggilnyalah Ibu Asnah itu untuk tinggal bersamanya sebagai orang yang membantu di rumah itu. Saat usia Asnah genap 3 tahun ia ditinggal oleh Ibunya untuk selamanya, sehingga Asnah menjadi yatim piatu. Tapi, Ibu Mariati menganggap dan menerima Asnah sebagai anak kandungnya sendiri yakni Adik Asri sampai kapanpun juga.

Penantian lama yang tak kunjung usai antara Ibu Mariati dan Asnah kini telah selesai. Asri pulang dari perjalanan panjangnya menempuh pendidikan, Ibunya sudah tak sabar akan melihat paras anak muda itu yang sudah lama tak ia jumpai dan sesegera mungkin ia akan menyampaikan hajatnya, yakni segera menikahkan Asri dan tinggal bersamanya di rumah gadang. Namun Asnah enggan bertemu dengan Asri itu karena sebetulnya telah lama ia menyimpan perasaan kepada anak muda itu, bukan perasaan sebagai adik dan kakak, tetapi perasaan wanita kepada seorang laki-laki pada umumnya. Karena mereka bukan saudara kandung jadi menurut agama diperbolehkan. 

Lain lagi jika menurut adat, jika ketahuan seperti itu maka akan dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang tak beradat. Ibu Mariati menyampaikan hajatnya itu kepada Asri atas dasar yang sangat kuat sehingga Asri tidak dapat menolak hajat ibunya itu, segera ia menuruti apa kata ibunya. Lain dengan Asnah, ia sangat bersedih akan hal itu terjadi. Namun, bagaimana pula akan mengelaknya, itulah yang akan membuat ibu senang di sisa akhir hidupnya.

Berapa minggu sudah Asri mencari wanita yang kelak menjadi pasangan hidupnya, namun tidak satupun yang bisa merenggut hati Asri. Asri merupakan anak muda yang ramah tamah, baik tuturnya, pun dermawan pula dirinya. Ia sangat tidak senang akan adat sukunya yang amat merepotkan, Asri lebih suka melakukan hal yang dermawan meski melanggar adat, selama tidak bertentangan dengan agama ia masih berani. Karena dianggapnya adat sukunya itu kuno, anak bangsawan dikira perlu menikah dengan banyak istri, jika tidak maka malu keluarga anak bangsawan tersebut.

Sedangkan Asri tidak suka akan hal itu, ia lebih memikirkan perasaan salah satu perempuan, menurutnya satu sudah cukup untuk menjalin kebahagiaan selama-lamanya. Terlebih sangat berbeda dengan pergaulannya di Jakarta.

Ilustrasi Suku Minangkabau (Sumber: Ruangguru.co)
Ilustrasi Suku Minangkabau (Sumber: Ruangguru.co)

Asri akhirnya menemukan perempuan yang elok parasnya, manis dipandangnya, berpendidikan pula perempuan itu. Saniah namanya, ia berasal dari keluarga bangsawan yang dipandang sangat mengerikan bagi kaum miskin karena Ibunda Saniah yakni Rangkoyu Saleah melarang tegas antara bangsawan dan orang miskin berpapasan. Tapi karena Asri juga berasal dari keluarga yang kaya raya, banyak sawah dan ladang yang dimilikinya, juga harta Ibu Mariati sangat melimpah ruah, tidak ada alasan bagi Ibunda Saniah untuk melarang anaknya menikah dengan Asri. Terlebih lagi Asri telah menjadi pegawai kantor di negeri itu.

Perasaan Asnah sangat kacau kala itu, ia sebetulnya tak sanggup untuk melihat Asri menikah, tapi apalah daya. Berlangsunglah upacara pernikahan Asri dengan Saniah, yang segala pertunangan hingga pernikahannya itu, semua diatur oleh adat. Kini anak muda itu sudah tidak lajang lagi, sekarang ia beristeri. Bahagia sudah Asri telah mengabulkan permintaan Ibunya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun