Mohon tunggu...
Iqbal Hafizhul Lisan
Iqbal Hafizhul Lisan Mohon Tunggu... -

Pelajar SMA Labschool Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengantisipasi Perubahan Sosial di Ibu Kota Jakarta

19 Januari 2015   05:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:51 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta adalah kota metropolitan, kota yang besar dimana segala kegiatan baik itu industri, ekonomi, dan kegiatan yang besar lainnya berlangsung. Pertumbuhan ekonomi dan tekonologi di Jakarta pun cukup tinggi. Hal ini menyebabkan kota Jakarta jauh lebih maju ketimbang beberapa daerah yang ada di Indonesia. Akibatnya, banyak orang yang berminat untuk datang dan menetap di Jakarta. Kebanyakan dari mereka pergi ke Jakarta dengan alasan untuk mengadu nasib dan untuk memperbaiki kehidupan. Pada akhirnya masalah kependudukan berupa kepadatan penduduk tidak dapat dihindari.

Pertumbuhan penduduk yang tidak dapat diatasi membuat kota Jakarta semakin penuh dan sesak, sehingga menimbulkan banyaknya kebutuhan penduduk yang harus dipenuhi. Kebutuhan tersebut dapat berupa banyak hal, mulai dari jasmani, rohani, primer, sekunder, tersier, dan sebagainya. Akan tetapi, kebutuhan yang banyak tidaklah sepadan dengan jumlah alat pemuas kebutuhan yang makin terbatas. Maka, orang-orang pun berusaha dengan keras untuk mendapatkannya. Hal ini mendorong terjadinya persaingan yang tinggi di kota Jakarta.

Persaingan dapat terjadi dalam berbagai bidang, bahkan dalam bidang pendidikan. Dilihat dari sisi eksternal, terdapat persaingan antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Semua sekolah berusaha untuk menjadi sekolah yang terbaik. Lalu dilihat dari dalam, terjadi persaingan juga antara siswa dengan siswa. Mereka bersaing untuk menjadi siswa yang unggul dan berprestasi. Seperti contohnya siswa SMA, khususnya yang duduk di kelas dua belas. Semuanya bersaing untuk dapat menduduki bangku universitas yang diinginkan. Sehingga siswa pun termotivasi dan menjadi semangat untuk belajar. Ini merupakan persaingan positif dalam bidang pendidikan.

Sementara itu, ada juga persaingan yang negatif dalam pendidikan. Siswa yang kurang berprestasi, berusaha untuk menonjolkan dirinya dengan kekuatan fisik. Mereka cenderung berkelompok sehingga membentuk sebuah geng. Kelompok atau geng tersebut dapat mendorong hal-hal yang tidak diinginkan. Pada awalnya mereka akan membully siswa-siswa lemah yang ada di sekolahnya. Hal itu pun berlanjut hingga ke luar sekolah dan dapat berujung pada tawuran antar pelajar. Mereka menganggap siswa yang berasal dari sekolah lain sebagai musuh mereka. Dengan cara kekerasan atau tawuran, mereka bersaing untuk menjadi sekolah yang paling kuat dan ditakuti. Jiwa premanisme pun dapat tumbuh dalam diri mereka dan menyebar hingga ke penerus-penerus mereka.

Keterbatasan siswa dalam bidang akademik yang menyebabkan mereka tidak mampu bersaing dalam bidang tersebut dapat mendorong mereka untuk berbuat kekerasan. Pelajaran yang membosankan dan lingkungan sekolah yang tidak sesuai dapat menyebabkan siswa menjadi jenuh. Maka dari itu, selain pembelajaran, lingkungan sekolah pun berperan penting bagi kondisi siswa.

Tata ruang sekolah yang makin terbatas dan cenderung tak beraturan memberi andil pada beragam tindak kekerasan. Mungkin menjadi barang yang sangat mahal dan langka jika sebuah sekolah memiliki lapangan. lapangan dapat dijadikan sebagai tempat untuk menghilangkan rasa penat atau stres. Siswa dapat bermain apa saja disana seperti sepak bola, atau hanya sekedar duduk-duduk dan bersantai saja di pinggir lapangan.

Sekolah tidak hanya memikirkan banyaknya kelas agar dapat menampung lebih banyak siswa. Namun sekolah harus memperhatikan juga tata ruangnya, dan tidak asal menambah kelas atau menghilangkan lapangan. Sama halnya dengan rumah. Jika suatu rumah barang-barangnya tidak tersusun rapih, berantakan dimana-mana, meski rumah itu besar pasti penghuni rumah itu akan tidak betah dan malas untuk berlama-lama di dalam. Dia pasti memilih untuk menghabiskan waktu di luar. Selain itu, jika berada di dalam rumah itu, susah sekali untuk berkonsentrasi dan berpikiran luang. Maka, bayangkan jika sekolah tidak memiliki lapangan. Sekolah pasti akan terlihat lebih sempit. Akibatnya banyak siswa yang jenuh dan memilih untuk nongkrong-nongkrong di tempat lain. Hal ini tentu mendatangkan banyak bahaya karena tempat-tempat tongkrongan jauh dari pengawasan guru sehingga siswa dapat melakukan berbagai hal yang negatif.

Selain dalam bidang pendidikan, persaingan dapat terjadi juga dalam bidang ekonomi. Bagi mereka yang berpikiran positif, persaingan tersebut mereka jadikan alat untuk menjadi semakin kreatif. Dengan semakin sedikitnya lapangan pekerjaan, mereka pun berusaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan menjadi seorang wirausahawan. Kebanyakan dari mereka beranggapan daripada menyusahkan pemerintah karena menjadi pengangguran; atau daripada menjadi bawahan yang hanya disuruh-suruh, mereka lebih memilih untuk membuka usaha sendiri atau menjadi wirausaha. Mereka bersaing dan berusaha untuk menandingi lawannya dengan cara yang positif. Kreatifitas mereka asah dengan pemasaran yang unik seperti menggunakan sosial media yang sedang trend, produk-produk inovasi seperti produk-produk baru yang unik, dan cara-cara lainnya. Persaingan ini tentu akan mendatangkan dampak yang positif baik bagi banyak orang.

Sebaliknya, persaingan dalam ekonomi yang negatif mendatangkan banyak hal yang buruk. Persaingan yang tinggi dapat menyebabkan seseorang melakukan berbagai cara meski cara tersebut salah. Seperti misalnya banyak perusahaan yang saling menjatuhkan perusahaan lainnya untuk mengurangi saingan. Hal ini sangat buruk karena bisa berlanjut ke arah hukum. Lalu, bagi masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap, persaingan ekonomi seperti ini dirasa sangat berat. Mereka harus bersaing mencari pekerjaan agar dapat mencari nafkah. Seperti misalnya kuli bangunan atau tukang parkir. Mereka bersaing mencari daerah “kekuasaan” mereka. Sering ditemukan adanya konflik dalam mereka karena memperebutkan wilayah. Akibatnya mereka menggunakan kekuatan untuk mempertahankan wilayah mereka. Hal ini dapat berujung dengan perkelahian yang bahkan dapat menyebabkan kematian.

Jakarta yang padat akan penduduk menyebabkan perubahan dalam diri masyarakat. Masyarakat semakin menjadi individualis dengan tingginya persaingan. Telah terjadi perubahan yang tidak dikehendaki karena pada hakikatnya setiap orang saling membutuhkan satu sama lain. Namun karena banyaknya penduduk yang ada dan tingginya persaingan orang-orang mulai berubah dan mementingkan dirinya sendiri. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau evolusi. Sedikit demi sedikit masyarakat mulai tidak memperdulikan sesamanya. Seperti sekarang semakin banyak siswa yang tidak mau berbagi ilmu kepada teman-temannya atau banyak pekerja yang tidak mempedulikan kondisi pekerja lainnya. Hal ini dapat dikatakan sebagai perubahan ke arah regresif atau terjadinya kemunduran karena pada awalnya manusia adalah mahluk sosial namun karena tuntutan kota, menjadi mahluk yang lebih individualis. Diperlukannya cara yang untuk mengubah arah perubahan yang terjadi di kota Jakarta. Pemerintah sebagai agent of chance diharapkan dapat menangani masalah ini dengan cara meminimalisirkan persaingan yang ada. Karena Jakarta membutuhkan perubahan, namun perubahan ke arah progressif yang melahirkan banyak nilai-nilai yang baik dan positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun