Inilah alasan kenapa masyarakat Wae Sano bersikeras untuk menolak proyek gheotermal yang merupakan proyek strategis nasional untuk membuat Indonesia lebih cerah. Tapi apalah daya, masyarakat sendiri lah yang harus lebih dikedepankan dan masyarakat lah yang bisa menentukan sumber energi apa yang mereka butuhkan sehingga pemerintah setempat bisa mengeluarkan kebijakan dan jalan tengah yang baik dan solutif.
Selain warga Wae Sano, ditempat lain misalnya yaitu Poco Leok yang masih bagian dari Flores juga menghadapi masalah yang sama. Mereka juga melawan dan menolak proyek gheotermal sampai beberapa kali turun ke jalan, dan juga menghadang polisi yang mengawal alat berat yang akan memasuki wilayah Poco Leok. Di Flores sendiri seharusnya ada 17 titik yang mempunyai titik panas bumi yang kemudian menjadi proyek untuk gheotermal. Di Ulumbu sendiri, katanya akan diperluas lagi seluas 3x lapangan sepak bola.
Di wilayah Indonesia yang merupakan ring of fire atau cincin api memang begitu banyak sekali sumber panas bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik panas bumi tetapi banyak dampak yang belum kita ketahui dalam jangka waktu kedepan. Banyak masyarakat yang keracunan diperkirakan karena bocornya salahsatu pipa yang menyebabkan keluarnya gas H2S atau Hidrogen Sulfida yang menyebabkan banyak sekali efek buruk bagi masyarakat.Â
Sebagai contohnya adalah seng atap rumah warga sekitar yang kemudian dalam beberapa waktu menjadi lebih cepat berkarat dan juga keropos yang mengindikasikan bahwa paparan nya cukup serius. Dan seharusnya menjadi tugas pemerintah dan ahli untuk membuktikan dampak yang terjadi, bukan masyarakat sendiri yang membuktikan dan merasakannya secara langsung.
Lahan pertanian dibeberapa tempat juga terdampak, seperti kebun kopi yang biasa tiap tahunnya bisa menghasilkan beberapa kwintal bahkan tonase kopi untuk dijual, setelah adanya gheotermal kopi tersebut kemudian tidak berbuah lagi bahkan cengkeh pun tidak berbuah setelah 2 tahun adanya gheotermal. Kemudian ada juga pisang warga yang sudah berbuah setelah dipotong ternyata isinya busuk bahkan tidak berisi sama sekali.
Inilah kemudian yang menjadikan warga masyarakat Wae Sano dengan keras menolak pembangunan gheotermal di wilayah kampungnya dengan segala usaha yang telah ditempuh pada akhirnya proyek yang tadinya akan dibiayai oleh Bank Dunia melalui PT. Geo Dipa akhirnya dibatalkan.
Seperti pada halnya kata Karl Marx yang mengatakan bahwa yang menggerakkan sejarah umat manusia adalah materi atau yang berkaitan dengan ekonomi. Karena itu gagasan utamanya adalah materialisme dan marx percaya tentang penggerak sejarah adalah manusia yang bukan personal, tetapi massa atau kelas tertindas yang disebut proletar. Kaum proletar ini bergerak karena faktor ekonomi yang dianggapnya sebagai sarana menyejahterakan dan membahagiakan hidup manusia. Namun, kaum borjuis "memainkan" perekonomian dan upah hasil kerja kaum proletar.[1] Kemudian timbulah perjuangan antar kelas dalam hal ini adalah masyarakat pribumi yang notabene hidupnya adalah petani dan cukup dengan para pemodal kapitalis atau borjuis.Â
 Maka dari itu teori marx ini tentang materialisme historis yang menganalisis masyarakat dari zaman primitif sampai masyarakat saat marx hidup dan bahkan zaman modern ini masih terjadi. Dari konflik yang terjadi maka perubahan sejarah tidak lagi secara evolusi, melainkan secara revolusi. Marx juga meyakini pertentangan kelas di dunia akan dimenangkan oleh kaum proletar dengan terwujudnya masyarakat tanpa kelas. [2]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H