Intrik perpolitikan tanah air sejatinya sangat dipengaruhi oleh berbagai macam bayang --bayang. Ada yang merupakan "Hantu" dari masa Orde Baru, atau pejuang restorasi pada era Reformasi. Tentu dua Aspek ini hanya tinggal menunggu waktu, hingga termakan zaman yang kian berinovasi dan berkembang. Hal ini sangatlah Lumrah, karena Publik tentu menginginkan Suguhan yang lebih menarik dibanding dengan Gerak -- gerik Retorika serta Pola Lawas yang kerap dipertontonkan di Muka Publik yang kian lama sudah tergerus zaman. Utamanya di Era Teknologi Informasi yang kian Pesat, dimana Inovasi dalam Perpolitikan sangatlah dibutuhkan Demi mendapatkan Empati Publik. Arifin (2011) dalam bukunya Strategi Komunikasi Politik juga menyebutkan bahwa Kemampuan dalam memproyeksikan diri sendiri terhadap suatu titik atau sudut pandang orang lain akan memberikan Empati sekaligus Peluang bagi seorang Politikus. Tentu dalam hal ini, Politikus sebagai seorang Pionir dalam Politik haruslah memiliki Inovasi agar mampu Memproyeksikan dirinya secara Tepat sesuai dengan Perkembangan Zaman.
      Dalam beberapa tahun belakangan ini, Publik diperlihatkan berbagai macam upaya Inovasi yang dilakukan Oleh Sejumlah Partai yang secara Lugas membuat Sekolah Kader. Sebut saja NasDem dengan Akademi Bela Negara (ABN), lalu Golkar dengan Golkar Institute, PSI yang Menggelar Sekolah Kader Solidaritas Indonesia bersifat Digital, PDI-P yang kabarnya membuat Sekolah Partai Pendidikan Bertaraf 3 Negara, PKS dengan Terobosan Akademi Legislator Muda Indonesia (ALMI), serta beberapa Partai Lainnya. Inovasi yang dikeluarkan oleh Sejumlah Partai ini tentu sejalan dengan Tujuan Partai, dimana Surbakti (2010) dalam bukunya Memahami Ilmu Politik berkomentar mengenai Kaderisasi Partai Politik yang didalamnya haruslah memuat tentang Pendidikan Politik dalam Segi Pengetahuan Politik yang diharapkan nantinya dapat mewakiili Parpol untuk mengambil peran dalam Suatu Sistem.
      Pemupukan Kader dalam Sistem "Sekolah Kader" ini tentu membuat Partai Politik serta Publik untuk bersiap Menuju Pergantian Elite lawas ke masa transisi Generasi yang disebut Milenial yang memiliki Daya wawasan serta Inovasi yang lebih terbuka dan tidak bersifat monoton dengan Intrik Gaya Perpolitikan Lama. Namun, Sekolah Kader ini juga bisa dijadikan siasat bagi Elite yang masih menginginkan Eksis dalam Kancah Perpolitikan Tanah air, dan menolak tergantikan. Al hasil, jika memang hal ini ada, maka dipastikan Beberapa Partai akan Mengalami keterpurukan karena adanya Hambatan Regenerasi dalam Tubuhnya dimana hal ini juga menghambat adanya Inovasi Gaya Politik Baru dan Masih terpuruk dalam Gaya lama. Layaknya Ujaran Aristoteles yang mengemukakan "Pikiran yang besar tidak pernah ada tanpa Sentuhan kegilaan" dimana hal ini menegaskan bahwa Menolak Regenerasi sama dengan membawa keterpurukan dalam Politik.
      Tentu, Sekolah Kader ini haruslah amat dimanfaatkan oleh Sejumlah Partai Politik guna memupuk Regenerasi dengan Kader yang memiliki Inovasi lebih dan bukan hanya sebatas Proses Kaderisasi semata. Regenerasi sekolah partai yang baik, tentu akan memupuk Elite yang akan siap berkontestasi dalam menuangkan Ide serta Gagasan yang Kompleks jika hal ini memang benar benar di bina dalam Pengetahuan Politik serta Kepentingan Bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H