Mohon tunggu...
Iqbal Fatoni
Iqbal Fatoni Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Universitas Al-Azhar, kairo, F.C. Internationale Milano, Penikmat karya Kompasianer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dinasti Fatimiyyah; Pengembangan Ilmu Pengetahuan, serta Titik Balik Keruntuhan pada Masa al-Hakim Bi-Amrillah

8 Desember 2013   11:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:11 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1386475462754258916

[caption id="attachment_307128" align="aligncenter" width="222" caption="Ilustrasi (Al-Muiz (341-362 H/952-975 M) Khalifah keempat Dinasti Fatimiyah)"][/caption]

Seperti terasing di tengah hiruk-pikuk dan kerumunan manusia yang sibuk dengan urusannya masing masing, saksi sejarah dan peradaban ini tetap berdiri megah mengawal kesibukan dan perubahan yang manusia perbuat. Daerah yang dulunya menjadi pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan di Mesir ini, tak pernah lekang dari ingatan sejarah akan kejayaan dan redupnya dinasti fatimiyyah. Membentang sepanjang kurang lebih satu kilometer --menuju Syari’ al-Mu’iz atau dikenal dengan jalan Mu’iz --dari Bab el-Futuh di utara dan berakhir di bab el-Zuwaela di selatan, menyimpan peninggalan sejarah islam yang sangat fenomenal.

Malam itu, tanggal 15 Juli 2013 bersama teman-teman LSB (Lembaga Seni dan Budaya ) PCINU Mesir, mengadakan safari budaya di bulan Ramadhan untuk ekspedisi situs sejarah Dinasti Fatimiyyah dan saling bertukar pengetahuan sejarah di pelataran Masjid peninggalan khalifah ke-enam al-Hakim bi-Amrillah. Sembari mengecap manisnya buah-buahan yang disarikan, serta pahitnya kopi malam itu, membuat suasana semakin menarik untuk menelisik situs dan nilai sejarah Dinasti Fatimiyyah.

Suasana yang ramai, lalu-lalang pejalan dan keributan orang-orang yang menawarkan dagangan menjadi pemandangan yang lazim bagi para pelancong yang hendak kesana--karena tempatnya yang berdekatan dengan pusat souvenir yang sangat terkenal di Kairo, Khan Khalili.Sepanjang jalan selalu diiringi bangunan tinggi-megah dengan ukiran-ukiran yang indah. Seolah ingin menunjukkan betapa hebat dan perkasanya penguasa waktu itu.

***

Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amrillah (996-1021 M) adalah khalifah ke-enam dalam masa pemerintahan dinasti Fatimiyyah. Dia menggantikan ayahnya Abu Mansur Nizar al-'Aziz bi-llah yang meninggal setelah berkuasa selama kurang lebih 21 tahun dari 975-996 M. Pada saat itu al-hakim masih berumur 11 tahun. Dia juga merupakan cucu dari khalifah ke-empat al-Mu’iz li-Dinillah (953-975), yang berhasil melakukan ekspansi dan menaklukkan Mesir.

Pada awalnya, khalifah Mu’iz li-Dinillah, seorang penguasa Dinasti Fatimiyyah penganut syi’ah Isma’iliyah, menitahkan panglima besarnya yang paling kuat, Jauhar al-Katib as-Siqly dari pusat awal pemerintahan Qairawan (Tunisia) untuk ekspansi ke Mesir. Penyerangan sangat mudah dimenangkan oleh pasukan as-Siqly pada tahun 969 M, karena kondisi politik Mesir yang pada saat itu dikuasi oleh dinasti ikhsidiyyah mengalami keterpurukan luar biasa akibat pemerintahan yang tidak stabil. Sehingga menyebabkan masyarakat Mesir pun juga melakukan perlawanan terhadap dinasti ikhsidiyyah yang diperintah oleh Ahmad ibn Ali yang masih berumur 11 Tahun. Roda pemerintahan saat itu dijalankan oleh walinya Ubaidillah ibn Tugj yang berperangai sangat buruk. Tak hayal jika as-siqly dapat dengan mudah menduduki Mesir kala itu.

Pada tahun yang sama pada tanggal 17 sya’ban 308 H, Jauhar as-Siqly langsung membangun kota baru yang diberi nama al-Qohirah (Kairo), yang artinya kota ‘’kemenangan’’. Ada pula yang mengatakan al-Qohirah maksudnya adalah “kota yang tenggelam” karena kesalah pahaman antara ahli astromi dan pekerja bangunan saat memulai peletakan batu pertama. Yaitu ketika harus menunggu ahli astronomi untuk membunyikan lonceng tanda memulai pembangunan, ternyata berbunyi lebih dulu gara-gara seekor burung. Sebagian lagi mengatakan, karena kepercayaan mereka akan ramalan astronomi, peletakan batu pertama bertepatan dengan kemunculan planet mars, yang menurut mereka Mars adalah (Qohirul Falak) “Penguasa bintang”.

Setelah menguasai Mesir selama empat tahun, khalifah Mu’iz memindah pusat pemerintahan dariQairawan (Tunisia) ke Kairo pada tahun 973 M/362 H. Dalam tiga fase pemerintahan, mulai dari al-Mu’iz, al-Aziz, sampai pada masa al-Hakim, Mesir mengalami kemajuan yang sangat pesat dari berbagai bidang. Namun kemajuan yang paling menonjol, dan merupakan sumbangsih Dinasti Fatimiyyah yang paling besar untuk peradaban islam adalah bidang ilmu pengetahuan. Seperti pembangunan Masjid al-Azhar oleh Jauhar as-Siqly atas perintah khalifah Mu’iz pada tahun 970-972 M/359-361 H. Yang kemudian menjadi kiblat keilmuan islam hingga saat ini.

***

Masjid al-Hakim Bi-Amrillah yang dahulunya dibangun oleh khalifah al-Aziz billah pada tahun 381 H / 990 yang tidak sempat diselesaikan karena meninggal terlebih dahulu, disempurnakan oleh anaknya yaitu al-hakim bi-Amrillah sendiri tahun 393 H / 1002 M.Seiring berjalannya waktu, masjid ini pun menjadipusat keilmuan ke-dua setelah al-azhar. Ruwaq-ruwaq masjid selalu marak mengkaji keilmuan. Karena getol-nya al-hakim terhadap ilmu pengetahuan, dia membangun banyak prasarana keilmuan, seperti Darul Hikmah, Darul Ilmi, dan madrasah-madrasah guna menunjang proses belajar-mengajar yang lebih baik.

Tidak sampai disitu saja, Dia sering memanggil ilmuwan-ilmuwan ternama dari luar Mesir. Dia memanggil al-Hasan Bin Haitsam, salah satu ilmuwan islam yang monumentaldi bidang Optik. Bukunya tentang ilmu optik banyak dijadikan referensi bergengsi di Eropa, digunakan sebagai rujukan ilmiah populer dari masa ke masa. Pengembangan ilmu astronomi oleh Ali Ibnu Yunus dan Ali al-Hasan dan Ibnu Hayyam, karyanya tentang tematik, astronomi, filsafat dan kedokteran pun dihasilkan. Dia juga memanggil seorang penyair kenalannya, Muhammad bin Qosim. Terdapat pula perpustakaan yang di dalamnya terdapat sekitar 200.000 buku. Dia juga merupakan penggagas pertama yang mewakafkan hartanya yang konon sampai 1/3 harta Mesir. Itulah wujud keseriusan al-Hakim untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Mesir menjadi sumber ilmu yang luar biasa kala itu, ketenarannya bisa menyaingi Baghdad, Bukhara, bahkan Qordova .Tak salah jika ia juga disebut salah satu pioner penggerak keilmuan Islam.

***

Namun dibalik pemerintahannya yang maju, al-hakim tergolong pemimpin yang nyleneh dan semaunya sendiri.Kebijakannya sering bertolak belakang dengan apa yang sering ditampilkan oleh ayahnya. Berbeda dengan kepemimpinan pada masa khalifah Mu’iz dan al-‘Aziz yang sangat toleran terhadap sekte dan agama lain. Pada masa sebelum al-Hakim,antara pemeluk agama lain hidup damai, sunni-syi’ah pun sangat toleran.

Al-Hakim masih berusia 11 Tahun ketika menggantikan ayahnya, sehingga dalam menjalankan roda pemerintahan, al-Hakim didampingi oleh barjawan seseorang yang diberi amanat oleh al-Aziz billah untuk mendampingi al-hakim sampai beranjak dewasa. Setelah beranjak dewasa, ia mulai memegang kekuasaan penuh. Kepemimpinannya mulai ditandai dengan tindakan-tindakan yang sangat bertentangan dengan kebijakan-kebijakan terdahulu. Ia membunuh beberapa orang wazirnya yang berusaha merebut kekuasaannya. Kemudian memberikan maklumat untuk menghancurkan kuburan sucidan gereja Holy Sepulchre (1009) diJerusalem , yang ditandatangani oleh sekretarisnyasendiri yang beragama Kristen, Ibnu Abdun, dan tindakan itu merupakan sebab utama terjadinya perang salib. Dia memaksa umat Kristen dan Yahudi untuk memakai jubah hitam, dan mereka hanya dibolehkan menunggangi keledai; setiap orang Kristen diharuskan menunjukkan salib yang dikalungkan di leher ketika mandi, sedangkan orang Yahudi diharuskan memasang semacam tenggala berlonceng.

Pada penduduk mesir, Dia juga melarang untuk memakan makanan yang paling digemari kala itu, Mulukhiya. Al- Hakim juga melarang warganya memakan ikan raja, melarang membuat adonan roti dengan cara diinjak, dan melarang keras memasuki kakus tanpa memakai celemek.

Namun, al-Hakim mungkin mempunyai tujuan tersendiri terhadap semua peraturan yang dibuatnya.

Karena selain dikenal kejam, al-Hakim juga dikenal sosok yang bersahaja, sederhana, dermawan dan tidak sombong. Ketika keluar istana, dia melarang masyarakat untuk memanggil Maulana kepada dirinya. Dia juga tidak ingin masyarakatmencium tangannya ketika bersalaman dengannya. Hidupnya tidak bermegah-megahan, dia sering memakai jalabiah hitam dan sorban sebagai ikat kepala pengganti mahkota. Dia lebih suka suka blusukan keluar istana untuk sekedar memberi uang, dan makanan kepada fakir miskin. Bahkan, semua budaknya dimerdekakan.

***

Al-Hakim meamng dikenal sebagai sosok yang aneh dan misterius. Dia sangat gila akan ilmu pengetahuan, namun juga fanatik buta terhadap madzhabnya. Toleransi antar sesama kurang dijalin dengan baik, sehingga pergesekan antar perbedaan pun kian menegang.

Tidak disadari, perlakuannya terhadap perusakan gereja telah membuat tentara salib berang. Pemaksaan ideology syi’ah terhadap sunni yang mayoritas mengakibatkan ketidak-puasan terhadap khalifah. Kemajemukan masyarakat tidak bisa disadari oleh al-hakim, karena fanatik buta terhadap madzhabnya. Ini sangat berbeda dengan pendahulunya yang hidup damai dengan menghormati kemajemukan. Dari sinilah titik balik kemerosotan Fatimiyyah.

Singkat cerita, setelah wafatnya al-Hakim Bi-Amrillah 1021 M, yang tidak jelas penyebabnya; ada yang mengatakan karena sakit, bahkan dibunuh, karena sampai sekarang jenazahnya tidak diketahui. Pamor dinasti Fatimiyyah mulai menurun, karena banyaknya khalifah yang diangkat pada umur yang masih sangat belia. Sehingga mereka hanya dijadikan boneka oleh para wazir, yang mengakibatkan konflik kepentingan politik semakin panas. Perebutan kekuasaan menjadi tak terbendungkan.

Sementara itu pasukan salib terus memberi tekanan, maka pada tahun 1167 M pasukan Nuruddin az-Zanki (penguasa syuriah dibawah kekuasaan Abbasiyah) ; yang dahulu sempat membantu fatimiyyah untuk membendung invasi pasukan salib ke Mesir, kembali memasuki Mesir di bawah pimpinan Syirkuh dan Salahuddin. Kedatangan mereka kali ini tidak hanya untuk membantu melawan kaum Salib tetapi juga untuk menguasai Mesir. Daripada Mesir dikuasai oleh tentara Salib lebih baik mereka sendiri yang menguasainya. Apalagi perdana menteri Mesir pada waktu itu, Syawar, telah melakukan penghianatan. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Salib sekaligus juga menguasai Mesir.

Maka,Semenjak itu kedudukan Salahuddin di Mesir semakin mantap. Ia mendapat dukungan dari masyarakat setempat yang mayoritas Sunni. Kesempatan ini, digunakan Salahuddin al-Ayyubi untuk mendirikan dinasti Ayyubiyah untuk menghidupkan Khalifah Abbasiyah di Mesir. Maka pada tahun 1171 M berakhirlah riwayat Dinasti Fatimiah di Mesir yang telah bertahan selama 262 tahun.

*

*Pernah dimuat di Buletin Hiroglif LSB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun