Sikap toxic masculinity ini juga bisa tergambar pada anggapan bahwa laki-laki tidak boleh mengerjakan apa yang selama ini seolah dilekatkan dengan aktivitas yang dilakukan perempuan. Seperti, mengerjakan pekerjaan domestik atau pengasuhan anak, memasak dan lainnya. Padahal kan, itu semestinya jadi keterampilan dasar (basic skill) untuk hidup yang semua gender perlu bisa.Â
Hasil dari pemahaman ini berdampak kepada kehidupan sosial kita yang menjadikan ini sebagai rasa takut sebagian dari lelaki,karena muncul stigma stigma negatif jika kita tak berperilaku ekstrim mengenai sosok diri kita sebagai laki laki.pentingnya kita sebagai masyarakat yang ingin menjadi masyarakat modern berfikir dan bertindak mengenai budaya negatif kita ini,karena jika di biarkan akan menjadikan ini sebagai "penyakit" di masyarakat sehingga bisa mempengaruhi mental individu bagi yang menggunakan budaya negatif ini.
Maka menurut saya pentingnya masyarakat hingga peran orang tua untuk mengendalikan pengaruh toxic masculinity ini dengan memberikan arahan untuk anak kita agar tidak kembali ke rantai yang salah. Jangan memberikan arahan pada nilai seorang laki laki dengan berlebihan seperti anak tidak boleh menangis dan lain lain.
Pentingnya relasi serta pendidikan mengenai batasan batasan mengenai toxic masculinity bagi anak serta saling mendukung antara masyarakat dengan masyarakat lainnya dengan menyetujui pilihan pribadi masing masing kepribadian seseorang tanpa mebgacaukannya dengan stereotip gender sehingga mengembalikan konsep masculiny ke arah yang benar agar tidak keliru .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H