Glenmore selama ini dikenal dengan sebuah kota yang dikaitkan masyarakat pendhalungan, sebuah model peradaban campur-campur membentuk corak budaya yang unik. Tidak Jawa tapi juga tidak Madura.Â
Terbentuknya corak budaya pendalungan ini berawal dari pembukaan lahan hutan di lereng selatan Gunung Raung menjadi lahan perkebunan diawal abad XIX.Â
Tidak banyak yang mengetahui termasuk masyarakat Glenmore sendiri bahwa di salah satu perkebunan di Glenmore yaitu Perkebunan Kendeng Lembu ditemukan situs purbakala dari Zaman Neolitikum.
Benarkah ? Wah....bisa jadi manusia yang mendiami wilayah Glenmore sekarang itu masih berkaitan dengan manusia purba yang pernah ada di wilayah ini. Berarti sebelum migrasi masyarakat Jawa dan Madura dikawasan ini telah ditemukan jejak peradaban pra aksara.Â
Situs pemukiman neolitik Kendenglembu dilaporkan pertama kali oleh W.Van Wijland dan J Brummun pada tahun 1936. Selanjutnya ekskavasi situs ini mulai dilakukan pada tahun 1941 oleh H.R Van Heekeren, namun kemudian terhenti akibat Jepang masuk ke Indonesia.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh R.P. Soejono dari bidang Prasejarah LPPN pada tanggal 15 Januari -- 4 Maret 1969. Hampir sama dengan kesimpulan yang di hasilkan H. Van Heekern, dalam penelitian ini diketahui bahwa di lahan perkebunan yang berjarak 5 kilometer dari Pusat Kota Glenmore memiliki 2 lapisan budaya yaitu lapisan " sejarah" dan lapisan neilitik.Â
Meskipun telah diketahui bahwa di wilayah perkebunan Kendenglembu dan sekitarnya sudah terdapat jejak kehidupan kuno akan tetpi kedua penelitian tersebut belum mampu untuk meng interpretasikan kronologi pertanggalan yang absolut.
Sedangkan dilapisan neolitik ditemukan beliung percegi, sejumlah calon beliung, batu pukul, batu asah dan batu giling, batu pelandas, sejumlah tatal dan serpih dan bilah, serta pecahan tembikar poles merah ( Heekeren,1972: 175-179, Soejono,1984:176).
Penelitian ketiga dilakukan oleh Goenadi Nitihaminoto dari Balai Arkeologi Yogyakarta, tahap 1 dilakukan mulai tanggal 19-28 Februari 1986 dan tahap 2 dilakukan pada tanggal 1-13 Oktober 1986.Â
Sama seperti penelitian sebelumnya terdapat dua lapisan sejarah dan lapisan neolitik di perkebunan milik PTPN XII ini. Dalam penelitian ini juga belum menghasilkan pertanggalan absolut tentang hunian di situs kendenglembu.Â
Namun dalam penelitian ketiga ini, Nitimiharjo tidak saja melakukan ekskavasi di beberapa tempat yang diduga memiliki banyak produk-produk budaya kuno di kawasan ini. Beberapa kawasan yang dikunjungi antara lain Situs Kalitajem, ditemukan beberapa calon beliung, tatal dan pecahan tembikar.
Selanjutnya penelitian yang lebih komperhensif penelitian ke empat dilakukan pada tangal 22 Oktober -- 1 November 2008 oleh Badan Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin oleh Sofyan Noerwidi. \
Dalam penelitian ini misteri hunian sejarah dan neolitik sedikit menemukan titik terang, bahwa di lapisan budaya neolitik merefleksikan sisa perkampungan dan perbengkelan. Sedangkan dilapisan budaya sejarah merepresentasikan sisa perkampungan dari masa kerajaan Majapahit abad XIII dan XV M.
Dalam penelitian ini baru dapat di lakukan pertanggalan absolut situs Kendenglembu dengan menggunakan metode anlisis Accelerator Mass Spectrometry yang dilakukan di Laboratorium The University of Arizona, Amerika Serikat.Â
Berdasarkan analisa AMS ini ditemukan bahwa terdapat kontradiksi yang menjadikan situs neolitik Kendeng Lembu masih sebuah misteri yang perlu diperlukan penelitian lebih lanjut.
Dalam analisa AMS diperoleh produk produk budaya di situs neolitik Kendenglembu diperoleh data arkeologi sebagai berikut :
Tabel hasil Analisis Pertanggalan
AA#
Sample ID
Materian
d13C
F
14C age BP
AA83008
KDL 08 TP I (11)
Charcoal
-23.7
0.9382 0.0040
512 34
AA83009
KDL 08 I (6)
Charcoal
-24.1
0.9346 0.0040
543 34
AA83010
RJS 08 TP I (11)
Charcoal
-26
0.8472 0.0037
1,332 35
Sumber : Badan Arkeologi Yogyakarta
Berdasarkan tabel tersebut bahwa produk kebudayaan situs Kendenglembu mengandung usia yang terlampau muda, sekitar 543 BP jika dibandingkan situs lainnya yang memiliki kesamaan karakter data arkeologi.Â
Padahal dari sisi teknologi pembuatan artefak batu dan gerabah slip merah, diketahui bahwa Situs Kendenglembu memiliki kesamaan karakter dengan Situs Kalumpang yang berasal dari 3.500 BP. Sedangkan di Situs Rejosari mempresentasikan temuan yang lebih baik yang berasal dari 1.332 BP.
Sedangkan pada lapisan sejarah diperoleh hasil yang sesuai dengan perkiraan yaitu berasal dari 543 yang lalu atau sekitar Tahun 1.400 Masehi. Hal ini mendukung dugaan berdasarkan tipologi produk yang ditemukan berupa gerabah kendi susu yang berasal dari akhir masa Kerajaan Majapahit abad XV Masehi. Atau bersamaan waktunya dengan masa kerajaan Blambangan, sebuah kerajaan lokal yang berada di ujung timur Pulau Jawa.
Meskipun masih menyisakan misteri, keberadaan situs Kendenglembu ini dapat memberikan jawaban perjalanan masyarakat neolitik penutur Austronesia berimigrasi ke Pulau Jawa pertama kali di kawasan Kendeng Lembu.Â
Mereka diduga datang dari Kalimantan Selatan Dugaan ini berdasarkan hipotesis Robert Blust (1985) yang mengajukan hipotesa bahwa sub grup bahasa Jawa berasal dari suatu bahasa yang dituturkan di daerah Kalimantan Selatan kira-kira 800-1000 SM.
Akan tetapi dengan penemuan situs neolitik kendenglembu ini dengan mendasarkan atas kesamaan teknlogi pembuatan gerabah dengan kawasan Sulawesi barat.Â
Selain itu juga lapisan budaya neolitik Kendenglembu juga memiliki kemiripan dengan lapisan budaya neolitik Situs-situs Kalumpang di Sulawesi Barat yang memiliki pertanggalan 3.500-3000 BP.
Jika hipotesa ini benar dalam peneltian yang dilakukan ini dijelaskan besar kemungkinan lokasi pendaratan kelompok manusia ini adalah kawasan pesisir utara pulau Jawa dan Pulau Madura.Â
Mereka tidak langsung masuk ke kawasan Kendeng Lembu karena kontur alam yang tidak mudah untuk langsung masuk ke wilayah Kendeng Lembu karena keberadaan Gunung Raung.Â
Mereka terlebih dahulu harus melintasi Selat Bali kemudian mereka juga harus melintasi ganasnya Samudra Indonesia dan kemudian mendarat di muara Sungai Kalibaru yang mengantarkan mereka di kawasan Kendenglembu.
Keberadaan lapisan sejarah dan lapisan neolitik di wilayah Kecamatan Glenmore menjadi titik yang sangat penting untuk mengetahui jejak peradaban kuno di wilayah Glenmore. Apakah keberadaan situs pra sejarah, kemudian budaya masa sejarah dari akhir masa kerajaan Majapahit terus berlanjut kehidupan budaya pendalungan merupakan rangkaian dan keberlanjutan peradaban.Â
Dalam penilitian yang dilakukan diperoleh data bahwa tidak ada yang menunjukkan keberlanjutan peradaba sejak masa Glenmore kuno ke masa Glenmore masa Hindu-Budha hingga kehidupan Glenmore Modern.
Keterputusan peradaban ditunjukkan dalam lapisan masa neolitik dan lapisan sejarah terdapat sebuah lapisan yang bernama tuffa (abu vulkanik) yang kemungkinan disebabkan oleh aktivitas Gunung Raung.Â
Sedangkan keberadaan masyarakat Madura di wilayah-wilayah perkebunan Kendeng Lembu merupakan buah dari kebijakan politik yang terjadi di Hindia Belanda, khususnya yang berkaitan dengan mobilisasi masrakat Madura dan Jawa kulonan ke wilayah ini untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan diawal abad XIX.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H