Mohon tunggu...
iqbal fadli muhammad
iqbal fadli muhammad Mohon Tunggu... proletar -

peneliti & digital nomad

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Seberapa Besar Efektivitas Silaturahim Keluarga Kita Saat Lebaran?

10 Juli 2016   06:08 Diperbarui: 10 Juli 2016   08:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena BREXIT beberapa hari lalu menjadi obrolan tiada henti dimulai menjadi trending topik untuk kalangan media hingga menjadi bahan khutbah Idul Fitri oleh para khotib. Momentum lebaran adalah penyebab terjadinya peristiwa tersebut, betapa tidak menurut estimasi data dari lembaga kajian IDEAS ada sekitar 13 Juta pemudik  dari berbagai daerah urban menuju 3 provinsi yaitu Jawa tengah, Jogja & jawa timur. Silaturahim dengan mengunjugi sanak saudara hingga orang tua merupakan tujuan utama para pemudik. Belum lagi adanya faktor tambahan pendorong pemudik  seperti pamer kekayaan & kesuksesan, ajang mengajak anak untuk berlibur ke desa, menikmati wisata pedesaan, momen untuk bernostalgia dengan kawan lama hingga ajang berbagi uang kepada sanak saudara. Namun dari beberapa hal tersebut seakan menjadi rutinitas tahunan bagi berbagai pemudik, sehingga hal rutin tersebut seringkali hanya seremonial saja tanpa mengangkat nilai-nilai makna. Dari sanalah timbul pertanyan “Se Efektivitas apakah silaturahim keluarga kita saat lebaran?”

Jika ingin mengetahui efektivitas silaturahmi kita, alangkah baiknya mengetahui arti dan makna dari silaturahmi tersebut. Silaturahmi dapat diartikan peristiwa untuk menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Secara istilah makna silaturahmi, antara lain dapat dipahami adalah “ Menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan dengan kemampuan yang ada” maka dari beberapa pengertian sebelumnya, dapat diartikan bahwa dalam silaturahim banyak manfaatnya serta menjadi cambuk bagi personal masing-masing, lantas sudah kah kita berperilaku, bertutur kata sedemikian sehingga cocok dengan esensi dan makna silaturahmi?

Alhasil justru sebaliknya alih-alih untuk menyambung silaturahim namun seringkali banyak perilaku dan aktivitas yang berakibat menjauhi esensi dari silaturahim yang kita lakukan, diantanya?

Ketika melakukan perjalanan panjang menuju kampung halaman maka ada beberapa hal yang disiapkan dan direncanakan. Setidaknya ada 3 hal penting yaitu dimulai dari kendaraan yang digunakan, jadwal mudik hingga persiapan keuangan.  Betapa tidak, sering kali 3 hal tersebut justru menjadi akar masalah dan perdebatan diantara anggota keluarga. Seperti debat berujung marah karena tidak dapat tiket mudik atau mobil yang belum di service untuk mudik, jadwal liburan mudik yang berbeda antar anggota keluarga juga kerap kali sebagi pemicu kemarahan dan keegoisan. Guna menghindari perdebatan dan timbul rasa benci diantara anggota keluarga alangkah baiknya diperlukannya persiapan yang matang sehingga esensi silaturahim yaitu menyambung kebaikan dan menolak kerugian bisa terwujud. Karena segala sesuatu harus dimulai dari personal keluarga dahulu sehingga dapat diterapkan kepada keluarga besar.

  • Kebingungan ketika tiba di kampung halaman

Hal ini sering kali timbul bahkan dirasakan oleh berbagai pemudik, betapa tidak suasana yang berubah hingga harus mencari teman baru menjadi problematika bagi beberapa pemudik khususnya anak-anak dari orang tua pemudik. Faktor perbedaan lingkungan hingga bahasa menjadi alasan utama timbulnya kebingungan. Sehingga seringkali anak-anak lebih menutup diri dengan orang-orang yang berada di kampung halaman tersebut, serta lebih memilih bermain dan besinteraksi dengan anggota keluarga saja serta mengabaikan  orang di daerah kampung halaman. Hal ini menjadikan kualitas silaturahim kita sangat kurang betapa tidak alasan utama mudik adalah untuk menebar serta menyambung kebaikan. Namun faktanya justru banyak pemudik yang terkesan individualis dan menutup diri dengan lingkungan kampung. Maka dari sinilah diperlukannya peran orang tua dan sanak saudara untuk mendorong agar lebih bermasyarakat dengan cara lebih mengenalkan bahasa serta mengenalkan kepada anak-anak yang sepantaran yang berada pada daerah setempat.

  • Pamer kekayaan dan kesuksesan

Menurut fakta dilapangan menyatakan bahwa terjadi kenaikan peningkatan kredit kendaraan bermotor sebelum lebaran setiap tahunnya serta banyaknya kendaraan yang ditarik oleh dealer karena gagal bayar ketika setelah lebaran. Hal ini dapat dikatakan menjadi indikator utama bahwa banyak pemudik yang memilih kendaraan pribadi sebagai moda transportasi utama dibandingkan dengan kendaraan umum, walaupun kendaraan yang dibawanya masih nyicil atau bahkan kendaraan sewaan rental. Lantas mengapa pemudik memilih membawa kendaraan pribadi? Salah satu factor utamanya adalah kendaraan seringkali dijadikan tolak ukur kesuksesan dari seorang pemudik. Sehingga banyak orang di berbagai daerah mengangap orang yang membawa mobil atau motor ketika mudik adalah orang yang telah sukses di kota-kota urban. 

Selain itu pamer pendidikan anak yang bagus dengan indikator anak bersekolah di sekolah unggulan dan universitas ternama menjadi bahan obrolan pamer yang sering terjadi. Belum lagi pamer tempat  bekerja dan jabatan menjadi oborlan yang tidak kalah menarik sehingga  seringkali menurunkan kualitas silaturahim betapa tidak? Jika niatan awal bersilaturahim adalah menyambung tali persaudaraan namun niatan itu berubah menjadi ajang pamer kekayaan serta kesuksesan dan berujung menjadi sombong dan angkuh. Justru hal inilah yang kerap kali silaturahim yang dilakukan menjadi sia-sia dan menjadi acara seremonial belaka tanpa adanya suasana kekeluargaan. Bahkan jika agenda pamer tersebut sering dilakukan dapat menimbulkan perpecahan antar anggota keluarga besar.

  • Rutinitas salam-salaman saja.

Acara salam-salaman seakan menjadi agenda yang tidak pernah terlupakan dari momentum lebaran. Dimana waktu pelaksanaan dilakukan usai melaksanakan sholat idul fitri. Namun acara tersebut seringkali terkesan seremonial saja dikarenakan hanya peristiwa salam-salaman saja serta ucapan maaf yang timbul dari setiap anggota keluarga. Sehingga peristiwa tersebut tidak menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam keluarga besar, karena pasti dalam setiap keluarga terdapat perselisihan dan masalah persaudaraan antar anggota. Seperti permasalahan harta waris, permasalahan ada anggota keluarga yang single parents (karena meninggal ataupun cerai), ada anggota keluarga yang belum menikah hingga permasalahan anggota keluarga yang acuh dan cuek kepada keluaraga. Masalah-masalah tersebut seringkali terlupakan untuk dibahas dalam forum keluarga, sehingga masalah tersebut tidak ada kata selesai. Alangkah baiknya jika dalam keluarga kita ada suatu masalah diselasaikan bersama-sama dalam musyawarah keluarga besar. Sehingga tidak menjadi obrolan dibelakang ataupun beban bagi beberapa anggota keluarga saja. Karena dengan menyelesaikan masalah antar keluarga dapat menigkatkan kekerabatan keluarga dan mencapai hakikat silaturahim.

Terakhir acara seremonial seringkali melalaikan orang-orang sehingga dibutuhkan makna dari acara seremonial tersebut. Alangkah baiknya mengevaluasi silaturahim yang sering dijalani setiap kali lebaran sehingga tidak hanya berdampak kepada orang dan kerabat kita namun juga mendapatkan pahala dari Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun