Layaknya program homestay, rombongan kami akhirnya tinggal di salah satu rumah suku Baduy Dalam.Pak pri kami biasa memanggilnya sebagai kepala keluarga begitu ramah memberikan penjelasan mengenai suku Baduy walaupun dengan dialek Sundanya yang sangat kental.Menjelang sore hari anak-anak kecil suku Baduy bermain disekitar rumah, awalnya saya berpikir anak-anak disini tentulah sangat sehat dan tidak pernah mengkonsumsi makanan instan yang mengandung pengawet berbahaya seperti pada umumnya. Namun saya tercengang, ketika bertemu dengansalah satu anak kecil yang saya temui membawa makanan instan; seperti mie instan, kopi sachet, kacang-kacangan, dan pilus. Setelah saya berjalan mengelilingi perkampungan, ternyata saya menjumpai pedagang yang notabenenya bukan penduduk asli Baduy Dalam, ia menggelar lapak jualannya di jalan setapak yang membelah batas rumah suku Baduy Dalam. Miris sekali melihatnya! Ini bukan tentang keadaan pedagang tersebut, melainkan sangat disayangkan,masyarakat Baduy Dalam yang begitu sehat dan tidak pernah kontaminasi dengan bahan makanan kimia akhirnya ikut mengonsumsi pengawet dan bahan-bahan kimia lainnya lewat makanan dan jajanan instan yang mereka beli. Dan ternyata dari sini jugalah efek urban Baduy Dalam menuju Baduy Luar dimulai, daya tarik dan gaya hidup serta hal yang berulang-ulang menjadi poin utama yang mempengaruhi beberapa masyarakat menuju ketidakmurnian Baduy Dalam.
10. Tragedi “Mata pengintai di kegelapan”
Malam pun tiba, rumah yang saya tempati mendadak gelap karenamemang tidak ada penerangan diwilayah Baduy Dalam.Saking gelap gulitanya banyak teman dari rombongan kami yang tersasar ketika berjalan.Namun uniknya masyarakat Baduy Dalam dengan santainya berjalan layaknya dipagi hari. Pak pri bersama istrinya sibuk mondar mandir ke sungai guna mengambil air dan mempersiapkan makan malam serta mengambil kelapa murni dari sana. Bahkan anak-anak kecil berlarian dari satu rumah satu kerumah lainnya seakan dapat melihat meski di dalam kegelapan. Faktor mata yang sehat dan kebiasaan menjadi alasan utama dibarengi dengan belum terkontaminasinya dengan teknologi yang serba memudahkan seperti masyarakat perkotaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H