[caption caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption]5. Tragedi Urban ala Baduy
Memasuki wilayah suku Baduy Luar, seakan melihat integrasi kaum urban Baduy Dalam.Mengapa demkian? Karena suku Baduy Luar telah banyak membaur dan turut menggunakanteknologi modern semisal model rumah yang hampir sama dengan standar rumah nasional, walaupun tetap menggunakan kayu, bambu dan atap jeramidan peralatan rumah tangga yang digunakan juga sudah modern. Hal lain yang membedakan adalah dari segi pakaian, para kaum laki-lakiBaduy Luar menggunakan warna hitam dengan ikat kepala biru tua, yang menandakan bahwa mereka tidak suci alias tidak sama dengan Baduy Dalam. Bahkan terkadang mengenakan pakaian pada umumnya seperti kaos, celana jeans dan alas kaki.Prinsip larangan menaiki kendaraan juga menjadipembeda antara suku Baduy Dalam dan sukuBaduy Luar, dimana adanya larangan bagi suku Baduy Dalam untuk bepergian menaiki kendaraan.Hadirnya rumah-rumah di kawasan Baduy Luar yang berjejer menjual cinderamata khas Baduy berupa kain tenun, baju, dan souvenir lainnya juga merupakan perbedaan yang mencolok diantara suku Baduy Luar dan suku Baduy Dalam.
6. Tragedi Imitasi Gunung
[caption caption="Dokumentasi Pribadi"]
Uniknya, para orang tua suku Baduy Dalam selalu mengajak anak-anak mereka pergi ke sawah atau kebun yang sedang mereka garap.Hal yang sangat kontras jika dibandingkan dengan kondisi masa sekarang, dimana anak-anak yang hidup di perkotaan maupun di perdesaan selalu disibukkan dengan gadjet yang diberikan oleh orang tua mereka.Jarang sekali terjadi interaksi langsung antara orang tua dan anak-anak pada umumnya baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kebanyakan para orang tua sangat sibuk bekerja menjadi karyawan, pebisnis, atau CEO perusahaan, sedangkan anak-anak disibukkan dengan belajar dan terus belajar menghabiskan setengah jatah hidupnya di sekolah dan waktu luang yang mereka punya disibukkan dengan interaksi ‘dunia maya’ melalui social media atau pesan singkat yang ditulis di grup keluarga, tentunya hal ini berlangsung hanya dengan gadjet, bukan interaksi langsung yang terjadi di dunia nyata.
Selain itu, anak-anak suku Baduy Dalam tentulah tumbuh dengan kondisi fisik yang bagus, betapa tidak jika setiap hari mereka bergerak dan beraktifitas dengan teratur.Coba bandingkan dengan anak-anak sekarang pada umumnya, semua aktifitas dilakukan dengan diantar jemput mobil/motor, bahkan bermainpun tidak lagi dilakukan di luar rumah.Wajarlah jika anak-anak sekarang pada umumnya mudah terserang penyakit.
7. Tragedi “ Suku Baduy duta pangan Indonesia”
[caption caption="Dokumentasi Pribadi"]
8. Tragedi jembatan misteri
Sebuah jembatan berbahan bambu yang tersusun secara rapi dan memiliki unsur seni yang tinggi, seakan-akan ada arsitek yang merancangnya berdiri kokoh di depan perumahan suku Baduy Dalam. Itulah yang menjadi keunikan suku Baduy Dalam, nalar mereka bekerja untuk dapat bertahan hidup dan mengolah kekayaan alam menjadi bermanfaat dan indah di pandang mata.Jembatan ini juga menjadi pembatas dan penanda bahwa sejatinya sudah memasuki wilayah Baduy Dalam.Tidak ada potret yang dilakukan dengan alat apapun dan tidak ada bahan-bahan kimia yang boleh di konsumsi saat sudah memasuki wilayah ini. Menjaga lingkungan agar tidak tercemar menjadi aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi bagi para tamu yang datang ke wilayah suku Baduy Pedalaman.
9. Tragedi pedangan kaki lima ala Baduy
Layaknya program homestay, rombongan kami akhirnya tinggal di salah satu rumah suku Baduy Dalam.Pak pri kami biasa memanggilnya sebagai kepala keluarga begitu ramah memberikan penjelasan mengenai suku Baduy walaupun dengan dialek Sundanya yang sangat kental.Menjelang sore hari anak-anak kecil suku Baduy bermain disekitar rumah, awalnya saya berpikir anak-anak disini tentulah sangat sehat dan tidak pernah mengkonsumsi makanan instan yang mengandung pengawet berbahaya seperti pada umumnya. Namun saya tercengang, ketika bertemu dengansalah satu anak kecil yang saya temui membawa makanan instan; seperti mie instan, kopi sachet, kacang-kacangan, dan pilus. Setelah saya berjalan mengelilingi perkampungan, ternyata saya menjumpai pedagang yang notabenenya bukan penduduk asli Baduy Dalam, ia menggelar lapak jualannya di jalan setapak yang membelah batas rumah suku Baduy Dalam. Miris sekali melihatnya! Ini bukan tentang keadaan pedagang tersebut, melainkan sangat disayangkan,masyarakat Baduy Dalam yang begitu sehat dan tidak pernah kontaminasi dengan bahan makanan kimia akhirnya ikut mengonsumsi pengawet dan bahan-bahan kimia lainnya lewat makanan dan jajanan instan yang mereka beli. Dan ternyata dari sini jugalah efek urban Baduy Dalam menuju Baduy Luar dimulai, daya tarik dan gaya hidup serta hal yang berulang-ulang menjadi poin utama yang mempengaruhi beberapa masyarakat menuju ketidakmurnian Baduy Dalam.
10. Tragedi “Mata pengintai di kegelapan”
Malam pun tiba, rumah yang saya tempati mendadak gelap karenamemang tidak ada penerangan diwilayah Baduy Dalam.Saking gelap gulitanya banyak teman dari rombongan kami yang tersasar ketika berjalan.Namun uniknya masyarakat Baduy Dalam dengan santainya berjalan layaknya dipagi hari. Pak pri bersama istrinya sibuk mondar mandir ke sungai guna mengambil air dan mempersiapkan makan malam serta mengambil kelapa murni dari sana. Bahkan anak-anak kecil berlarian dari satu rumah satu kerumah lainnya seakan dapat melihat meski di dalam kegelapan. Faktor mata yang sehat dan kebiasaan menjadi alasan utama dibarengi dengan belum terkontaminasinya dengan teknologi yang serba memudahkan seperti masyarakat perkotaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H