[caption caption="Kantor pos. (Instagram Kantor Pos)"][/caption]Pada hari Selasa (29/3/2016) Paket Kebijakan Ekonomi XI resmi dibacakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Mengusung lima poin utama kebijakan, yaitu Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE), tabungan pos, Dana Investasi Real Estate (DIRE), pengendalian risiko untuk Memperlancar Arus Barang di Pelabuhan (Indonesia Single Risk Management - ISRM), pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes).Â
Diantara lima poin utama paket kebijakan terdapat program tabungan pos, dimana program ini tidak terlalu tenar dibandingkan dengan empat kebijakan lainnya. Tabungan pos sendiri merupakan inisiasi program dari pemerintah lewat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi pada tahun 2015 lalu.
Ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung untuk tabungan pos diantaranya faktor  pertama adalah masih minimnya masyarakat yang mempunyai akses perbankan dan rata-rata masyarakat ke bawah mempunyai kecenderungan lebih kepada pos.Â
Faktor kedua adalah masih perlunya aspek pendukung (financial inclusion) atau  layanan finansial dengan mudah, murah, cepat dan aman sehingga menjadi alasan yang cukup penting demi mendukung program ini. Faktor ketiga adalah dari sisi faktor keberadaan PT Pos Indonesia yang mempunyai jaringan luas yaitu 4.154 Kantor Pos di Indonesia, dan 3.746 diantaranya telah Online.
Dimana jumlah titik layanannya (Point of Sales) telah mencapai 24.410 titik dalam bentuk antor pos dan mempunyai lebih 11.835 agen Pos, menjadi alasan utama mengusung program ini. Faktor keempat adalah program ini sejatinya merujuk dari program Postal Saving Bank versi Pos Jepang (Japan Post) dan versi Pos Jerman (Deutsche Post), yang nantinya pemerintah akan bekerja sama dalam segala aspek guna mendukung program ini.Â
Faktor kelima program ini nantinya dapat membantu perekonomian Indonesia dengan merujuk dari pernyataan menteri perekonomian  Darmin,  dana yang dihimpun dari masyarakat nantinya digunakan untuk pembangunan negara, misalnya dengan pembelian SUN (surat utang negara) maupun SBN (surat berharga negara).Â
Hal ini dipertegas dengan pemaparan rincian porsi 80% dana tabungan pos dimanfaatkan untuk membeli surat utang (obligasi) pemerintah, sementara sisanya dimanfaatkan untuk likuiditas oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Firdaus Djaelani. Hal tersebut diusung untuk memperbanyak porsi investor dalam negeri agar menstabilkan pasar obligasi pemerintah sehingga tidak terus menerus mengandalkan investor luar.
Walaupun banyak faktor yang mendukung program tabungan pos ini, serta dalam prosesnya, program tersebut akan bekerja sama dengan beberapa kementerian, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.Â
Namun ada beberapa celah yang harus dipikirkan secara matang sehingga program ini dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan pemerintah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tabungan pos masih perlu dikritisi seperti permasalahan hukum UU kegiatan Pos, target pangsa pasar, tumpang tindih program, perlunya sosialisasi dan edukasi mengenai program ini hingga permasalahan keamanan nasabah mengenai tabungan pos ini.
Dalam pembahasan suatu program yang diusung oleh pemerintah, maka yang harus dipahami adalah landasan hukum guna menaungi program tersebut dan peraturan apa yang diusung untuk mengatur jalannya program. Jika dicermati sejatinya pemerintah mengambil langkah cukup konkrit yaitu dengan merevisi penjelasan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos, khususnya ketentuan yang dapat memberikan dasar hukum bagi PT. Pos untuk memberikan kompensasi/imbal jasa (baik dalam bentuk bunga maupun imbal jasa lainnya) terhadap tabungan masyarakat.Â
Namun yang perlu dicermati dan dipahami bukan hanya hukum yang menangani perizinan pos mengumpulkan dana dari masyarakat, hal lain seperti keamanan data nasabah dan prosedur jika terjadi kelalaian merupakan hal penting untuk menjadi pertimbangan. Kemudian perjanjian antara masyarakat yang menabung dengan pos juga perlu digaris bawahi terutama jika dalam hal penarikan mendadak. Karena jika dibandingkan sistem perbankan yang kompleks dan berbasis teknologi maka program tabungan pos sangat ketinggalan jauh. Sehingga perlunya standar operasional program yang bagus guna menunjang program tabungan pos.
lantas apa saja kritikan lainnya?
simak di pembahasan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H