Nama:Iqbal Endiarto
Nim:204102030020
Kehadiran RUU Cipta Kerja ini atau biasa disebut Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi polemik tersendiri di Indonesia.
 mengapa demikian?
 karena materi muatannya yang memicu banyak pro dan kontra dikalangan masyarakat.contohnya seperti masyarakat kehilangan hak atas pekerjaannya,Namun  Undang-Undang tetap disahkan oleh DPR-Pemerintah tanggal 5 Oktober 2020 dalam rapat peripurna DPR dengan 6 fraksi menyetujui, 1 fraksi menyetujui dengan catatan dan 2 fraksi menolak nah dari penjelasan ini sudah jelas bahwasannya ada yang setuju dengan uu cipta kerja ini dan ada juga yang tidak menyetujuinya. Pengesahan Omnibus Law UU Cipta kerja yang terkesan mengejutkan dan ditutup-tutupi mendapat penolakan dari sejumlah kalangan. Mulai dari akademisi yang menyatakan sikap, organisasi masyarakat, mahasiswa, hingga kalangan buruh yang merasa haknya terancam. Puncaknya, terjadi sejumlah aksi demonstrasi menolak UU kontroversial ini.
Berikut ini beberapa pasal yang menurut saya menjadi kontroversial dan perlu kita telaah lagi agar kita dapat mengambil hak kita kembali:
Pasal 59 Pasal 59: UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu PKWT atau pekerja kontrak
Pada pasal ini dulu mengatur tentang pekerja kontrak, dimana dulu dalam pasal ini mengatur pekerja kontrak dengan batas waktu yang dimiliki akan tetapi pada saat ini dengan adanya pasal 81buu cipta kerja membuat para pengusaha lebih leluasa mengatur karyawannya. Dalam pasal ini juga membuat beberapa tenaga kerja termotivasi untuk bekerja lebih giat agar mereka dapat bersaing dengan pekerja yang lainnya.Â
Pasal 79: Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur di dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas
Seperti yang kita ketahui bahwa  dalam pasal tersebut liburan bagi karyawan di pangkas atau dipotong yang awalnya 2 hari dalam 1 minggu menjadi 1 hari dalam 1 minggu yang memang menurut saya ini cocok, jika kita lihat di data tingkat produktivitas pekerja kita berdasarkan data sangat rendah bahkan rendahnya ini dibawah standart produktivitas tenaga kerja di asean.
Pasal 88: UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja
Dalam pasal ini terkait dengan upah tenaga kerja dimana ada beberapa penghapusan ketentuan dalam upah seperti upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Menurut saya sendiri penghapusan beberapa upah ini termasuk bagus, ada beberapa alasan menari dalam hal ini, yaitu untuk upah wakty istrahat kerjanya yang memang harus tidak di gaji karena ketika mereka di gaji akan merasa keenakan dan bisa saja sewenang wenang, selain itu juga bisa menghemat pengeluaran perusahaan agar tidak membuat membengkak dan adanya cadangan kas untuk situasi sulit kedepannya.
UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah pasal yang sebelumnya tertuang di UU Ketenagakerjaan.
Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.
Penghapusan ini tercantum dalam Pasal 81 angka 29 UU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 91 UU Ketenagakerjaan.
Ini mungkin menjadi pasal yang sangat kontroversial dimana sangat merugikan pekerja dan harus di evaluasi ulang karena memebuat para pekerja kehilangan beberapa haknya dan membuat kerugian bagi para tenaga kerja dan juga bukan hanya pekerja saja yang menerima dampak dari pasal tersebut tetapi juga seperti akademisi,organisasi masyarakat dan juga masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H