Mohon tunggu...
Iqbal Djawad
Iqbal Djawad Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar

Ph.D di Bidang Aquatic Animal Physiology, Hiroshima University

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tradisi Manga Vs Covid-19

17 April 2020   10:45 Diperbarui: 17 April 2020   10:54 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di saat dunia dilanda pandemi Covid-19, beberapa pekan lalu, seorang sahabat memposting seruan seorang menteri mengenai pentingnya menjaga kesehatan dan ketersediaan pangan. Menariknya, seruan itu disampaikan tidak dengan cara yang lazim, tetapi disampaikan dalam bentuk komik. Saya langsung mengapreasiasi, karena seruan dengan cara itu, begitu familiar, terutama pada saat tinggal belasan tahun di negeri asalnya, Jepang.

Seruan yang disampaikan melalui komik, di Jepang dikenal sebagai Manga. Sebuah tradisi yang dipercaya sebagai sarana paling baik dan efektif bagi elite Jepang, untuk menyerukan atau menyikapi suatu tragedi yang menimpa negeri itu, seperti bencana alam. Uniknya, tokoh yang ditampilkan dalam Manga, tak mesti tokoh yang sebenarnya.

Mungkin pejabat di Jepang menganggapnya tidak etis, jika memerankan diri sendiri. Namun ia tetap dapat dikenali melalui karakter yang diperankan oleh tokoh pengganti yang menyerupai karakter tokoh asli pembawa seruan. Sebab yang terpenting bagi mereka adalah pesan dalam seruan itu sampai pada sasaran yang ingin dicapai, bukan pada tokoh pembawa seruannya.

Saat ini banyak anak-anak dan remaja di seluruh dunia, termasuk Indonesia, suka menonton anime. Menariknya, anime yang ditampilkan merupakan animasi khas Jepang yang awalnya diinspirasi dan dipengaruhi oleh karakter-karakter yang digambarkan dalam Manga. Anime khas Jepang dicirikan oleh gambar-gambar yang bewarna-warni, dan tokoh-tokoh yang ditampilkan diambil dari cerita rakyat yang berasal dari berbagai daerah di Jepang. Manga sungguh-sungguh mengekslpoitasi kearifan lokal Jepang untuk diperkenalkan pada dunia.

Tradisi Manga, dimulai pada Zaman Edo. Katsushika Hokusai, seorang pemahat kayu dan pelukis, menciptakan Hokusai Manga. Pada serial sketsanya yang berjumlah 15 volume, diterbitkan pada tahun 1814.

Setelah Hokusai, muncul Osamu Tezuka pada awal abad ke-20, membawa sejarah baru di dunia Manga Jepang. Karya-karyanya banyak diinspirasi film-film animasi Walt Disney. Tetsuwan Atom yang kemudian dikenal di seluruh dunia sebagai Astro Boy, adalah sebuah karya yang lahir dari kejeniusannya mengawinkan Manga dengan film animasi Walt Disney.

Akhir Maret lalu, Yomiuri Shinbun, Surat kabar terbesar di Jepang sekaligus di dunia, merilis berita tentang pembagian Manga digital secara gratis untuk waktu yang terbatas. Harian yang beroplah 10 juta eksamplar itu, menyebut Shueisha dan Shogakukan, dua perusahaan penerbit sekaligus distributor Manga terbesar di Jepang, melalukan donor Manga.

Saya mencoba mengkonfirmasi kepada kawan lama yang bekerja di Monkasho (Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Sains Teknologi, Pemuda dan Olahraga) Jepang. Kawan itu menjelaskan kalau Jepang saat ini, memang sedang menggalakkan kampanye kesadaran melawan wabah Covid-19, sedikit berbeda dengan negara lain.

Menurutnya, Jepang berperang melawan pandemi itu, bukan dengan "yokai" anti corona, tapi dengan merilis cerita Manga Coronavirus. Tidak tanggung-tanggung, Shueisha dan Shogakukan membagikan secara gratis Detective Conan, Teasing Master Takagi-san, Kimi wa 008, Komi Can't Communicate, dan 18 judul lainnya.

Mereka percaya bahwa pendekatan literasi melalui Manga, kampanye akan lebih efektif dibanding kebijakan bantuan pemberian masker. Shueisha dan Shogakukan serta Pemerintah Jepang, tentunya, berharap agar Manga edisi digital itu dapat membuat sibuk anak-anak dan remaja, sehingga betah tinggal di rumah selama wabah melanda.

Program Shueisha dan Shogakukan itu diluncurkan setelah PM Jepang, Shinzo Abe, Jumat pekan lalu, meminta sekolah dasar sampai menengah ditutup sampai April untuk menahan penyebaran Covid -19, juga, sekaligus meminta anak-anak sampai orang dewasa tinggal di rumah, dan menghindari pertemuan besar selama beberapa minggu ke depan.

Manga yang berisi pesan-pesan edukasi bencana adalah salah satu bentuk kreativitas Jepang di dalam mengedukasi masyarakatnya melalui cara-cara yang kreatif dan menyenangkan.

Pemerintah Jepang berharap agar karakter dan kearifan lokal mereka yang unik, lucu (cuteness), ketika dibungkus dengan Manga, kemudian disebarkan melalui teknologi, dapat membantu meredam atau mengalihkan berbagai keinginan dan imajinasi kebutuhan masyarakatnya selama menghadapi pandemi ini.

Jepang telah memberi contoh yang baik bagaimana mereka memanfaatkan kebudayaannya  untuk menghadapai bencana. Manga, oleh Pemerintah Jepang dijadikan sarana untuk mengedukasi masyarakatnya, terkait keharusan melakukan serangkaian upaya meminimilisasi risiko bencana (mitigasi), terutama terhadap Covid-19 yang tengah melanda.

Mungkin karena terlalu sering mengalami bencana, sehingga memaksa mereka untuk terus belajar dan berbenah dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi serta kearifan lokal yang mereka miliki. Harus diakui kalau mereka adalah bangsa yang paling tangguh menghadapi bencana.

Menarik apa yang dikatakan kawan itu, bahwa dalam menghadapi bencana, teknologi saja tidak cukup, bahkan tak pernah memadai. Tetapi perlu dibarengi pendidikan kebencanaan dengan memanfaatkan budaya yang hidup ditengah masyarakat.  Bagaimana dengan kita di Indonesia?

Akan tetapi, yang tak kurang-kurang membuatku cemburu adalah dedikasi yang ditunjukkan oleh Shueisha dan Shogakukan terhadap negara dan bangsanya. "Ah, andai saja perusahaan-perusahan di Indonesia seperti Shueisha dan Shogakukan. Terutama, mereka yang selama ini banyak mengerjakan proyek-proyek perbukuan nasional," pikirku berandai-andai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun