Mohon tunggu...
Iqbaldi Dafiandra
Iqbaldi Dafiandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dengan Bahasa kita dapat terkoneksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ekspektasi dan Kekecewaan, Benalu dalam Diri atau Sebuah Pecutan untuk Terus Maju?

26 Agustus 2022   22:35 Diperbarui: 26 Agustus 2022   22:37 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

               Tidak bisa dipungkiri, kita gak bisa lepas dari yang Namanya 'kekecewaan', entah kekecewaan itu berasal dari diri pribadi atau dari sumber yang bersifal eksternal, kekecewaan hadir sebagai pelengkap dan juga sebagai ciri bahwa kita hidup sebagai manusia seutuhnya, kekecewaan itu sangat memuakkan, apalagi jika harus merasakan kesekian kalinya dan dengan pola yang berulang-ulang, tak ayal manusia selalu bercanda tentang cara menutupi 'kekecewaannya' sementara lupa kalau ga semua hal bisa ditutupi dan dianggap mudah.

               Sebagian dari kita juga ada yang menjadikan rasa kecewa sebagai tembok penghalang untuk berkembang, Ketika dikecewakan oleh suatu hal mereka terpaku pada penyebab dari masalah itu dan memilih berlarut-larut untuk berenang di dalamnya.  Sebenarnya ada 2 cara menurut Sheryl Sheinafia "cara menghadapi kekecewaan ialah menyerah atau berserah", menyerah untuk menikmati dan larut didalamnya atau berserah dan mencoba untuk berdamai akan kekecewaan itu.  

               "Apakah kekecewaan timbul dari ekspektasi-ekspektasi kita yang gak sampai?"

                "Ya"

               "Jadi sah kah hukumnya kita berekspetasi?"

               "Sah-sah saja kok!"

               Berekspektasi bisa berakibat baik atau pun buruk tergantung dari cara pengelolaan akan hasil yang didapat dari ekspektasi itu sendiri, Rasa kecewa yang akan timbul nantinya adalah hal yang manusiawi, tapi perlu diingat terlalu berlebihan dan perfeksionis Ga baik lohh, akan berdampak buruk kedepannya, Ga punya ekspektasi akan suatu hal juga engga baik dan malah menjadikan diri kita yang nir motivasi, terkadang kita terlalu "kapok" untuk berekspektasi karena belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, tapi bukan itu cara untuk menyiasati kekecewaan dari berekspektasi.

               Yang pertama sadar, kita harus dalam kondisi sadar ketika kita sedang berekspektasi, perihal tinggi rendahnya ekspektasi itu dan apakah bisa kita gapai hal apa yang kita ekspektasikan?

Coba untuk menjadi realistis dan evaluasi kembali apakah worth atau enggak sih kita berekspektasi seperti itu.

Jangan hanya berkespektasi tanpa action, Sebuah ekspektasi bisa dikatakan percuma dan sia-sia Ketika kita belum pernah mencobanya, jadi coba bergerak perlahan, wujudkan ekspektasi itu dengan berpegang kepada kesadaran.

Fokus terhadap hal-hal yang bisa dikontrol, Jangan mudah terombang-ambing dengan mudah oleh perkataan-perkataan orang2 disekitar cukup fokus akan hal yang menjadi ekspektasi kita kedepannya beserta penunjang2 lainnya, kalo bisa kepinggirin deh hal yang ga penting!

Belajar memaafkan diri sendiri, Suatu ekspektasi ga bakalan selamanya berjalan mulus begitu saja, setiap kegagalan adalah pembelajaran sekaligus proses untuk mencapai stage kehidupan selanjutnya.

Jika diperkenankan untuk mengutip sebuah kalimat yang indah menurut Ali bin Abi Thalib,

"Ketika kamu ikhlas menerima semua kekecewaan hidup, maka Tuhan akan membayar tuntas semua kekecewaan mu dengan beribu-ribu kebaikan, Belajarlah untuk mengerti, bahwa segala sesuatu yang baik untukmu tidak akan Tuhan izinkan pergi kecuali akan diganti dengan yang lebih baik lagi".

               Jangan menyelam terlalu jauh, jangan terpaku terlalu dalam, sedih sudah pasti, kecewa juga tentu tapi dari situlah kita belajar untuk legowo dan menerima akan semua hal yang terjadi, jangan pernah berhenti untuk terus berekspektasi akan hal-hal baik diluar sana, karena vibrasi baik yang kita pancarkan akan berlaku juga sama baiknya, Ketika orang lain menangkap vibrasi yang kita pancarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun