Sore itu, di Bandung, saya sedang potong rambut. Sembari menunggu saya, istri saya jalan-jalan. Saat berjalan kaki di jalan Braga, istri saya melihat Dewi Lestari (Dee) dan suaminya sedang duduk-duduk sambil menikmati kopi. Istri saya menghampiri mereka, mengenalkan diri kalau dirinya telah mengkhatamkan seri Supernova, kecuali Intelegensi Embun Pagi (EIP). Dan dia bercerita kalau suaminya juga adalah seorang penulis. Dee kemudian mempersilakan istri saya duduk. Dee begitu ramah terhadap istri saya.
“Wah, suami Mbak penulis juga? Judulnya apa ya? Nanti kalau ke toko buku akan saya cari,” ujar Dee penuh antusias.
“Judulnya Hidup, Cinta, dan Bahagia. Kebetulan saya bawa bukunya,” jawab istri saya, sembari membuka tas dan mengambil sebuah buku. “Saya kasih untuk Mbak Dee, semoga berkenan membacanya,” lanjut istri saya sambil menyodorkan buku tersebut.
“Wah, terima kasih . Dengan senang hati saya akan membacanya,” ujar Dee dengan senyum yang mengembang. Dee kemudian membaca judul dan sinopsis yang ada di belakang kover buku tersebut. “Saya akan baca begitu sampai di rumah. Saya doakan, suami Mbak sukses dalam karir kepenulisannya, ya!” Lanjut Dee.
Istri saya kemudian mengucapkan terima kasih dan meninggalkan Dee dan suaminya.
“Jadi kamu ketemu Dee di jalan Braga dan memberikan buku kepadanya?”tanyaku.
“Iya. Kenapa? ”
“Waduh, malu tau bukuku dibaca sama dia. Tau gak, Dee itu penulis salah satu penulis top di Indonesia lho. Aku gak ada apa-apanya.”
“Kenapa memang kalau dia lebih top dari kamu? Saya lihat dia biasa saja, tetap rendah hati dan begitu ramah sama aku. Malah dia mendoakan kamu lho, sayang. Aku salut sama dia,” ujar istri saya.
***
Cling... bunyi email masuk di smartphone-ku. Oh, My God, dari Dee. Gila... deg-degan bangat mau bacanya.