Liverpool menjuarai liga Champion Eropa 2019 setelah mengalahkan Tottenham Hotspur dengan skor 2-0, saya berkesimpulan bahwa tidak ada kegagalan yang abadi. Meski menongkrongi TV sejak pukul 1 dinihari, hanya untuk menyaksikan tim ini meraih titelnya yang ke 6 di Eropa, sekaligus mempertegas tim Inggris yang tersukses di Benua Biru, saya menitik beratkan kesuksesan mereka yang diawali kegagalan.
Setelah menyaksikan euforia kemenanganBerkaca pada tim Liverpool dan pelatihnya, Jurgen Kloop, bahwa sejak 2015 saat ditangani manager asal Jerman tersebut, the Reds sudah terhitung 4 kali menjadi Finalis diberbagai ajang, namun pada 3 kesempatan, tim berasal dari Merseyside itu, hanya biaa pulang dengan kepala tertunduk.
Di awal 2016, mereka kalah adu penalti melawan Manchester City pada ajang FA Cup, kemudian dipertengan 2016, juga menyerah 1-3 melawan Sevilla dikompetisi Liga Eropa atau kasta kedua kejuaraan Eropa. Kemudian, 2018 juga mengakui keunggulan Real Madrid dengan skor 3-1 yang pada saat itu meraih gelar champions 3 kali berturut turut.
Dalam persaingan domesetik musim ini, mereka kalah dengan selisih 1 poin dari Manchester Biru langit, setelah beberapa pekan mendominasi liga Inggris dan hanya sekai kalah. Alhasil, kemenangan ini menjadi obat penawar kerinduan gelar yang sudah lama tidak mengisi lemari tropi Liverpool. seingat saya, terakhir kali the Reds menjadi kampiun pada tahun 2012, saat menjuarai Piala Carling dengan mengalahkan Cardiff City, saat itu Om Gerrard masih menjadi bagian dari squad.
Kemenangan ini juga, bagai oase di padang pasir bagi jurgen kloop, karena final ini merupakan kesempatan ketiganya tampil dikasta tertinggi Eropa, karena sebelumnya, dia berhasil menjadi finalis kala mengasuh tim Borussia Dortmund pada 2013, namun kalah dari pesaing mereka, Bayern Munich dalam partai yang dikenal All Germany Final.
Kini, Juergen Kloop dan Liverpool tak lagi dikatakan sebagai spesialis runner up, karena pada dasarnya kegagalan itu adalah kemenangan tertunda. Maka, sesuatu yang perlu dilakukan adalah jangan putus asa, pantang menyerah, tetap optimis, terus berlatih untuk mengasah kemampuan diri dan belajar dari kesalahan.
Mengapa kemenangan adalah kegagalan yang tertunda? Melihat semangat tim ini untuk kembali ke final liga Champions, maka tim yang bermental juara sudah pasti menjadi pemenangnya. Sebab, mereka masih pemain pemain yang meneteskan air mata saat dikalahkan Real Madrid tahun lalu. Akhirnya, senyuman CR7 dkk pada saat itu, dirasakan Henderson bersama lainnya dalam pesta kemenangan. Hmmm beginilah rasanya.
Sejatinya, kemenangan ini telah membungkus balasan atas kegagalan tahun lalu dari Madrid, karena perhelatan final digelar di stadion Wanda Metropolitano, milik Atletico Madrid. Meski sasarannya tidak secara langsung kepada el Real, namun euforia kemenangan ini tetap saja dilakukan di Kota Madrid. Fantastis !
Saya teringat dengan kata kata motivasi dari si Anak Singkong, pemilik Trans Media, bahwa jangan takut gagal, kalau gagal coba lagi, gagal lagi, bangkit lagi, hingga gagal itu bosan datang padamu. Kalimat ini terekam baik dibenak saya, saat menghadiri kegiatan launching buku si anak singkong di Hotel Mercure Palu, 2013 lalu.
Pada akhirnya, kemenangan ini merupakan hadiah manis bagi Moh Salah dan Sadio Mane, dua pemain muslim yang saat ini, masih konsisten melaksanakan ibadah Ramadhan. Semoga, dipenghujung Ramadhan tahun 1440 H, kemenangan itu menjadi hadiah terindah untuk menambah syukur kepada Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H