Mohon tunggu...
Iqbal Ahmad Naufal
Iqbal Ahmad Naufal Mohon Tunggu... Freelancer - Berani Berpendapat

Seorang Sarjana Ilmu Komunikasi dengan IPK yang pas-pasan. Berposisi sebagai rakyat yang suka mengamati politik, tetapi tidak ingin terjun ke politik.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Monopoli Media

12 Oktober 2020   07:59 Diperbarui: 12 Oktober 2020   08:03 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuasai media, kuasai dunia. Istilah ini tampak sangat relevan dengan keadaan di Indonesia. Benar saja, terbukti Republik kita menggunakannya sebagai alat untuk mendoktrin massa. Mulai dari isi berita sampai cerita-cerita yang sifatnya fiktif belaka. Sungguh seperti sinetron atau drama Korea yang sering kita tonton di layar kaca, yang sayangnya jauh dari realita.

Covid-19 contohnya. Saya percaya dan meyakini bahwa virus ini memang ada, tetapi televisi kita memberitakannya dengan terlalu berlebihan. Setiap hari bahkan hampir setiap jam selalu saja penonton dibombardir dengan keresahan. 

Menciptakan kecemasan baru di tengah ketidakberdayaan. Angka positif corona mengalami kenaikan yang signifikan, hingga jumlah kematian terus diberitakan. Sampai kapan?

Masyarakat sudah sangat lelah dengan semua ini. Sudah cukup kami menderita karena pandemi. Menebar ketakutan bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi. 

Negara dalam hal ini pemerintah alangkah baiknya melakukan kampanye melalui televisi dengan memotivasi tanpa harus menakut-nakuti. Kami benar-benar butuh realisasi, bukan sekedar wacana pemulihan ekonomi. Jangan menunggu masyarakat semakin depresi.

Contoh lain. Aksi anarkis yang terjadi dalam demonstrasi RUU Ciptaker beberapa waktu yang lalu salah satunya adalah bentuk frustasi. Pelampiasan dan akumulasi terhadap kebijakan pemerintah yang kurang sosialisasi sehingga menimbulkan disinformasi. 

Sudah hampir 8 bulan masyarakat menahan diri dengan mengikuti semua instruksi. Tapi apa daya, hanya berita tentang corona yang ada di Tivi. Tidak ada pembaharuan informasi apapun sampai pada akhirnya sidang paripurna pengesahan oleh DPR RI. Wajar kerusuhan terjadi.

Pemerintah selalu menuntut masyarakat untuk bijak dalam bersosial media. Dan sekarang sebaliknya, masyarakat menuntut pemerintah untuk bijak dengan tidak memonopoli media. Biarkan kami memilih kebenaran kami, bukan kebenaran yang diarahkan secara sistematis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun