Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa ketika dalam tekanan senior, junior akan berusaha untuk melakukan sesuatu yang dimaksudkan untuk menanggulangi tekanan yang diberikan kepadanya. Tak jarang yang dimaksud dengan “sesuatu” di sini adalah “potensi” yang digadang-gadangkan akan keluar ketika para junior tersebut ditekan dengan sedemikian rupa. Tetapi begitu tekanan tersebut sudah tidak ada lagi, maka “potensi” tersebut juga ikut sirna bersamanya. “Potensi” tersebut hanya keluar sebagai reaksi atas tekanan yang diberikan. Akhirnya, tenaga dan sumber daya yang selama itu dikeluarkan menjadi sia-sia.
Coba dibandingkan jika potensi tersebut keluar secara alami tanpa adanya segala bentuk paksaan dan tekanan. Potensi tersebut tidak akan menjadi sekadar “potensi” belaka. Potensi tersebut akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang karena potensi tersebut keluar secara alami.
Dari keempat poin di atas, bisa disimpulkan bahwa untuk membentuk seseorang di lingkungan sehari-hari pada umumnya dan junior di lingkungan sekolah barunya pada khususnya agar menjadi individu yang mampu mengeluarkan dan menyalurkan potensinya, tidak diperlukan tekanan atau semacamnya.
Sudah bukan waktunya lagi mendewakan tekanan. Sudah merupakan hak setiap siswa -- baik senior maupun junior -- untuk bebas mengutarakan pendapat dan mengembangkan potensinya sesuai dengan cara yang mereka sukai tanpa ada ancaman dari pihak luar, apalagi pihak dari dalam sekolah. Tentunya dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H