Mohon tunggu...
Iqbal Alfajri
Iqbal Alfajri Mohon Tunggu... Desainer - Filmmaker

Saya adalah seorang pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Belajar dari Film Indie (2)

7 Maret 2024   16:44 Diperbarui: 8 Maret 2024   16:33 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shoting film indie Me, My Sister & Muhamad Ali (Dok. Salman Films)

Film indie sering dirujuk kepada film seni yang berbeda dari sebagian film komersil yang ditayangkan secara massal. Hal ini tak sepenuhnya salah karena film indie biasanya mengambil tema-tema cerita yang dianggap kurang potensial oleh studio besar untuk dipasarkan. Beberapa tema yang diambil biasanya bukan tema yang mainstream, misalnya cerita dengan materi yang kontroversial atau teknik film eksperimental.

Dalam pembuatan film indie, sutradara dan kru biasanya menikmati kontrol penuh atas kreasi artistik mereka dalam proses produksi tanpa banyak interupsi. Berbeda dengan film-film komersil yang dapat langsung dipasarkan ke bioskop, film indie biasanya harus melalui jalur yang lebih panjang untuk sampai pada tahap itu. 

Film indie lebih banyak mengikuti kompetisi atau festival film. Jika film tersebut sukses meraih penghargaan, film tersebut bisa dilirik distribusi besar untuk dibuat kembali dengan studio dan distributor besar, kemudian film tersebut bisa diputar di bioskop.

Film indie Me, My Sister & Muhamad Ali mengambil setting di sekolah. (Dok. Salman Films)
Film indie Me, My Sister & Muhamad Ali mengambil setting di sekolah. (Dok. Salman Films)

Tantangan membuat film indie jauh berbeda dengan film komersil. Berbeda dengan film komersil yang memiliki penyandang dana alias investor, film indie dikenal sebagai film patungan. Karena film indie adalah ajang untuk berkarya maka para kru dan pemain biasanya tidak dibayar. Bahkan sudah menjadi hal yang wajar bila para kru dan pemain ikut patungan mendanai filmnya. 

Produser film indie harus memutar otak agar biaya produksi bisa seminim mungkin. Untuk lokasi shooting biasanya dipilih tempat yang gratis atau pengelolanya bersedia menerima proposal kerja sama. Untuk transportasi diusahakan menggunakan kendaraan milik kru dan pemain juga. Tetapi untuk konsumsi selama proses produksi harus tersedia. Tidak mungkin membuat sebuah karya bila perut tak terisi.

Biaya terbesar untuk produksi film indie adalah untuk sewa peralatan shooting. (Dok. Salman Films)
Biaya terbesar untuk produksi film indie adalah untuk sewa peralatan shooting. (Dok. Salman Films)

Biaya terbesar yang dikeluarkan untuk film indie selain untuk konsumsi adalah menyewa peralatan shooting seperti kamera dan lighting. Untuk film indie Me, My Sister & Muhamad Ali, kami menyewa peralatan shooting dari Jakarta. 

Proses yang tak kalah menantang adalah saat memasuki tahap pasca produksi. Produser film indie harus bisa menemukan editor yang bisa diajak kerja sama. Karena proses ini membutuhkan perangkat komputer editing maka produser film indie juga harus menyiapkan biaya yang tidak murah. Intinya seorang produser film indie harus punya energi yang besar sekaligus semangat yang tak kunjung padam untuk bisa merampungkan filmnya.

Untuk menonton filmnya bisa di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=BeyF0N4Is8E

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun