Mohon tunggu...
Iqbal Alfajri
Iqbal Alfajri Mohon Tunggu... Desainer - Filmmaker

Saya adalah seorang pembelajar.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Bikin Film Bukan Sekadar Shooting (2)

4 Maret 2024   11:46 Diperbarui: 4 Maret 2024   12:07 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses shooting film Iqro My Universe di Inggris. (Dok. Film Iqro)

Di balik sebuah film yang sukses terdapat suatu kerja kreatif yang panjang. Diawali dengan proses development di mana ada tiga kepala atau tiga thinking head yang terlibat dalam penulisan suatu skenario film. 

Dalam masa penulisan skenario film ini, seorang produser bertanggung jawab terhadap hal-hal yang makro. Seorang produser harus berpikir di atas sutradara dan penulis skenario. 

Seorang produser berpikir tentang bagaimana cerita menemukan penontonnya, bagaimana cerita bisa menjadi bagian dari persoalan saat ini, apakah cerita ini relevan untuk zaman ini, atau apakah cerita ini benar-benar sesuatu yang diinginkan oleh publik hari ini. Produser juga menyiapkan bagaimana supaya produksi ini bisa berjalan dalam sebuah rancangan, jadwal, dan anggaran tertentu. Produser juga harus menguasai cerita. Dari cerita itulah bisa melihat kemana arah pasar film ini. Jadi inilah kerja paling berat dari seorang produser.

Terkadang di Indonesia posisi seorang produser sering direndahkan. Sering terdengar ungkapan seperti ini, "Ini semua karena tuntutan produser, saya sebenarnya gak mau begitu, tapi produsernya maunya begitu". Jadi seolah-olah produser lebih rendah dari seorang sutradara. Seolah-olah sutradaranya yang lebih tinggi dan lebih pandai dalam bercerita atau membuat film dari pada produsernya. Padahal produser itulah yang paling tinggi dalam sebuah produksi film.Tidak mungkin seorang produser bisa menjadi seorang produser kalau dia hanya berpikir bisnis semata.

Jadi produser berada di paling atas dalam triangle system yang memegang brief atau arahannya. Seorang produser adalah pemilik strategi besar sebuah film. Yang turunan ke bawahnya itu selanjutnya akan menjadi patokan bagi sutradara dan penulis skenario dalam tahap development ini.

Proses triangle system dalam menggarap sebuah skenario film (Dok. Snob Play)
Proses triangle system dalam menggarap sebuah skenario film (Dok. Snob Play)

Seorang sutradara pada saat skenario masih ditulis harus memikirkan gagasan tema cerita sambil juga mulai memikirkan secara teknis apa yang harus dilakukan atau pendekatan teknis seperti apa yang akan dipakai. Misalnya apakah kameranya selalu lurus dari depan atau kameranya selalu menggunakan sudut pandang karakter. Sutradara harus mulai memikirkan tonalitas atau atmosfer keseluruhan film.

Ketika seorang sutradara terlibat dalam penulisan skenario maka dia sudah bisa membayangkan misalnya di 20 menit pertama warna film akan lebih kekuningan pencahayaannya (warm). Ketika masuk ke bagian tengah mulai sedikit pucat, gambar dinding rumah, suasana-suasana di luar, masuk ke dalam sebuah musim yang lebih pucat. Dan pada bagian akhir cerita atau babak ketiga, sekitar 20 menit terakhir, warnanya menjadi lebih kebiruan. 

Jadinya film ini awalnya panas, tengahnya agak pucat, dan akhirnya kebiruan. Di bagian penutup yang happy ending, warna kembali ke awal, kembali cerah dan penuh semangat sehingga ketika penonton keluar dari bioskop mereka dipenuhi emosi yang bahagia.

Sedangkan seorang penulis berkonsentrasi pada plot, struktur, dan bagaimana film itu dipastikan tertata penuturan penceritaannya dengan baik. Bagaimana karakternya berkembang, bagaimana nuansa dialognya dapat berjalan, bagaimana peristiwa-peristiwanya ditempatkan sesuai dan konsisten dari waktu ke waktu.

Jadi tujuan dari proses triangle system adalah sebuah skenario film dan rancangan berproduksi yang baik (matang) dan berpotensi pasar. Maka orang yang anti pasar sebaiknya tidak usah membuat film. 

Tidak ada film idealis yang tidak memikirkan pasar. Tapi pembuat film yang pintar bukan orang yang membabi-buta ingin menjual sebesar-besarnya. Tapi pembuat film yang tahu secara spesifik besaran penonton atau pasar dari tema yang dibuatnya sehingga biaya produksinya disesuaikan dengan cakupan pasarnya tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun