film yang berada di Masjid Salman ITB. Komunitas ini dibentuk oleh sekelompok mahasiswa pada tahun 2001 saat produksi film digital mulai marak. Di masa itu terjadi revolusi besar-besaran dalam ranah produksi film dimana teknologi digital memungkinkan kita membuat film dengan lebih praktis. Yang paling signifikan adalah dengan lahirnya software editing video yang memungkinkan sebuah film diedit di komputer. Selain itu dengan munculnya kamera video digital memungkinkan siapa saja bisa membuat film dengan lebih praktis.
Salman Film Academy awalnya adalah komunitasDari tahun 2001 hingga 2014 komunitas film di Masjid Salman ITB telah mengadakan serangkaian kegiatan perfilman, mulai dari produksi film indie, mengadakan pelatihan produksi film untuk pelajar, mengadakan festival film, hingga mengikuti kompetisi film skala nasional. Dari aktivitas perfilman ini lahirlah filmmaker-filmmaker muda potensial. Untuk menjembatani kreativitas ini agar menjadi sesuatu yang lebih berdampak luas maka didirikanlah Salman Film Academy yang berada dibawah naungan Yayasan Pembina Masjid Salman ITB.
Selama berkiprah dalam aktivitas perfilman kami merasa perlu untuk menggali lebih dalam segala aspek yang berhubungan dengan kesuksesan sebuah film. Kami melihat bahwa peran seorang aktor sangat menentukan kesuksesan sebuah film, di samping faktor cerita, tim kreatif, dan marketing.Â
Perkenalan kami dengan Didi Widiatmoko, atau lebih dikenal sebagai Didi Petet, pada tahun 2004 membawa kesan yang mendalam. Saat itu beliau masih menjabat sebagai  Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Saat itu, Mas Didi di tengah kesibukannya bersedia hadir dalam launching film indie kami yang dilangsungkan di Bioskop Majestic, jalan Braga Bandung. Dari event tersebut kami tahu bahwa beliau adalah alumni SMAN 3 Bandung dan punya kenangan tersendiri dengan bioskop tua yang dibangun sejak zaman Belanda tersebut.
Didi Petet, adalah seorang aktor dan produser Indonesia. Terkenal karena peran pendukung dan karakternya yang khas, biasanya orang rendahan, pengganggu dan orang aneh, beliau berakting di banyak film, termasuk peran utama, di awal hingga pertengahan dekade 1990-an. Perannya yang paling memorable adalah saat berperan sebagai Emon dan sebagai Kabayan. Sebagai aktor, ia mendapatkan pengakuan atas penampilannya di film, televisi dan panggung teater, ia adalah salah satu bintang film paling disegani dan terkemuka pada masanya.
Dalam karier yang membentang selama tiga dekade, beliau telah menerima berbagai penghargaan, dinominasikan enam kali untuk Piala Citra di Festival Film Indonesia, menjadikannya salah satu aktor yang paling banyak dinominasikan dalam sejarah acara tersebut. Didi Petet berhasil memenangkan satu diantaranya untuk perannya di film drama romantis Cinta Anak Jaman (1988) sebagai Aktor Pendukung Terbaik.
Bagi Mas Didi, begitu kami menyapanya, akting adalah filosofi. Lantaran akting bukanlah berpura pura. Akting adalah hidup didalamnya dan menghidupkan dari sebuah dunia imajiner. Mas Didi meyakini bahwa imajinasi dan apa yang dihasilkan oleh imajinasi tidak bisa dicapai dengan berpura pura.
Secara filosofis Didi Petet mengungkapkannya dengan "Jika kamu meyakini akting adalah ilmu tentang bagaimana yakin pada diri sendiri untuk dapat meyakinkan orang lain. Maka yakinlah bahwa karunia itulah yang juga dimiliki oleh Nabi Muhammad, Nabi Isa serta orang orang mulia yang dicintai oleh Allah dalam menyebarkan agama".
Didi Petet juga menekankan bahwa menghibur adalah pekerjaan yang jauh lebih dari sekedar 'hanya' karena menghibur selalu berarti lebih dari sekedar memberi hiburan. Menghibur adalah segalanya yang harus dan bisa dilakukan. Dia memberikan segala yang dibutuhkan orang untuk memajukan hidupnya. Membuat dirinya menjadi lebih dari apa adanya. Memberinya kesempatan untuk mengalami dirinya sebagai yang seharusnya.
Salah satu sesi Mas Didi Petet dapat dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=hQwNoljrWTY
Di akhir sesi Master Class, kami sempat berbincang akrab. Kami juga meminta beliau untuk mau menjadi aktor utama dalam film yang akan kami produksi. Beliau sangat antusias dan bersedia. Beliau juga bercerita tentang shooting sinetron Preman Pensiun di Bandung. Sebagai kenang-kenangan Mas Didi memberi kami copy skenario film Jermal (2009) yang dibintanginya. Film Jermal adalah salah satu film yang menginspirasi kami.
Menurut kami dalam film Jermal Mas Didi berperan sangat apik . Menjadi seorang pengawas disebuah jermal bernama Johar (tempat penjaringan ikan yang dibangun di atas tonggak-tonggak kayu di tengah lautan), Johar memiliki traumatik atas rumah tangganya yang berakhir kelam, dan dia memiliki seorang anak laki-laki bernama Jaya yang tiba-tiba datang dan menemui nya, Johar tidak mengakuinya, dan seiring berjalannya waktu, hubungan mereka kembali terjalin, setelah mereka mengalami konflik batin dan fisik di atas jermal. Karakter Johar menuntut pendalaman karakter yang cukup menantang bagi Mas Didi, termasuk tata rias yang sangat berbeda. Dan Mas Didi berhasil melakoninya.
Dalam proposal awal film kami nama Mas Didi kami cantumkan sebagai aktor utama. Saat kami masih dalam tahap proses pitching dengan beberapa calon investor film di tahun 2015, di suatu pagi hari Jumat tanggal 15 Mei kami mendapat kabar duka. Mas Didi meninggal di kediamannya di kawasan Kedaung, Ciputat, Tangerang Selatan. Semoga amal ibadah Mas Didi diterima Allah Swt dan almarhum mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. Aamiin ya rabbal alamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H