Mohon tunggu...
Iqbal Maulana Akhsan
Iqbal Maulana Akhsan Mohon Tunggu... Lainnya - -

proud to be Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Air dan Masa Depan Kita

5 Juli 2020   21:53 Diperbarui: 5 Juli 2020   21:45 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Air Sumber: edunews.id

Banyak sekali produk-produk yang kita sering jumpai sehari-hari dimana produk tersebut telah dikomersalisasikan oleh pihak swasta. Para pemilik moal ini bahkan rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menguasai sumber air untuk dijadikan minuman-minuman  dalam kemasan yang dipasarkan secara bebas di swalayan-swalayan dewasa ini. 

Sumber-sumber air seperti mata air banyak dikuasai oleh korporasi-korporasi untuk dikomersialisasikan untuk minuman-minuman dalam kemasan ini. Perusahaan raksasa dunia, Nestle dikutip dari tirtio.id mendapat kecaman dari masyarakat Pennsylvania karena hendak menggali dua sumur yang dapat menyedot air sebanyak 200.000 galin per hari. 

Bisnis air ini memang sangat menarik karena banyak masyarakat yang mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) ini terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data dari International Bottled Water Association yang dikutip dari tirto.id, pada tahun 2013 konsusi air botol diperkirakan mendekati, 70,4 miliar galon. 

Hal ini yang membuat bisnis ini begitu menarik bagi para perusahaan besar untuk masuk dalam bisnis ini dan melakukan komersialisasi air. Perusahaan besar seperti Coca-Cola dan Pepsi co melalui anak perusahaannya memasuki bisnis ini.

Di Indonesia pun demikian, pada tahun 2008 produksi AMDK ini mencapai 9,47 miliar liter dan terus meningkat setiap tahunnya yang pada tahun 2014 mencapai 14,90 miliar liter. 

Oleh sebab itu, banyak sumber-sumber air, terutama mata air yang terdapat di kaki pegunungan di kuasai oleh korporasi besar seperti Aqua. Pengeploitasi berlebihan ini mengakibatkan daerah yang asalnya subur dan kaya akan sumber air menjadi kekeringan disebabkan oleh penyedotan air secara besar-besaran. 

Salah satu contoh yang dialami oleh masyarakat Sukabumi, Jawa Barat. Mata air yang terletak di kampung Kubang Jaya, Desa Babakan Pari yang berada di kaki Gunung Salak ini telah dikuasai oleh korporasi swasta yang telah memiliki nama besar di Indonesia itu sebagai produsen air dalam kemasan terbesar. 

Krisis air ini dialami oleh masyarakat Kubang Jaya dikarenakan mata air yang menjadi sumber pertanian dan kehidupan masyarakat: seperti memasak, minum, dan mencuci telah dikuasai oleh koporasi tersebut. 

Sebelum korporasi mengambil alih mata air tersebut, kecukupan air bersih masyarakat sangat lebih dari cukup untuk kehidupa sehari-hari, bahkan sumur pun tidak pernah kering walaupun ketika musim kemarau. 

Namun, pada tahun 1992-an ketika ekploitasi mata air, bahkan sampai air tanah oleh korporasi masyarakat kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap air. sumur-sumur yang dulu dalamnyanya hanya 8-10 meter selalu penuh dengan air, sekarang masyarakat harus menggali sampai kedalaman 15 meter baru menemukan air, namun air itu sumur itu akan kering ketika musim kemarau datang.

Selain masyarakat kecil di pedesaan, kasus komersialisasi ini pun terjadi di salah satu kota mandiri Sentul City. Dilansir dari tirto.id, kasus ini menimpa warga karena menolak membayar iuran lingkungan. Air ke rumah orang-orang yang mengatas namakan Komite Warga Sentul City--disingkat KWSC-- karena menolak membayar uang iuran lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun