Disaat aku pertama kali masuk pondok, hati ini selalu mengingatkanku pada kampung halamanku.aku merasakan bahwa pondok merupakan penjara yang menyiksa.dalam pikiranku selalu saja ada keinginanku untuk berhenti saja di pondok. Semua kegiatan yang ada di pondok sangatlah memberatkanku.Â
Semua anak anak di pondok sangatlah asing bagiku. Walaupun aku tidak betah dipondok orang tuaku selalu salalu saja menyuruhku untuk tetap di betah betahkan saja. Sampai suatu saat aku menemukan kedua teman baruku. Aku berkenalan dengan mereka saat mereka berdua berada di serambi masjid. Mereka berdualah yang menemaniku sampai aku lulus dari pondok.
Setiap hari aku selalu gotong royong bersama mereka seperti bersih bersih wc yang awalnya aku pertama sangat jijik , Â belajar bersama ,tidur juga barengan tetapi aku dan temanku itu jarang tidur di kamar melainkan aku dan temanku tidur di kelas saat diniyah telah usai. Yang awalnya aku tidak betah di pondok , lama kelamaan aku malah tidak ingin pulang kerumah dikarenakan saking cintanya ke pondok.Â
Kedua temanku itulah yang menemaniku saat aku menjadi abdi dalem saat di pondok. Waktu demi waktu telah usai dipondok aku sudah mulai tua dan aku juga telah lulus dari pondok. Aku sangat berterima kasih kepada pondok yang telah membimbing aku selama ini. Pondok telah banyak memberiku ilmu yang sangat banyak. Dan aku mulai merasakan ilmu itu saat aku berada di dunia luar saat berinteraksi dengan orang lain.Â
Selain itu aku juga merasa kesedihan karena aku harus berpisah dengan kedua temanku yang menemaniku saat suka dan duka sampai aku menjadi abdi dhalem. Saat ini aku sangat merindukan mereka dan rindu ini tidak bisa kupendam. Walaupun awalnya aku tidak betah dipondok pada akhirnya menjadi rindu.
Aku sangat berterima kasih pada pondom dan pada teman temanku. Mereka selalu akan kurindukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H