Mohon tunggu...
Iqbal Maulana
Iqbal Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis dan Penerjemah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Dalam Menangani Fenomena Islamophobia

30 Desember 2022   11:05 Diperbarui: 30 Desember 2022   11:03 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehubungan dengan fenomena Islamophobia, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) hadir untuk merespon masalah ini. Perlu diketahui bahwa OKI didirikan pada tanggal 25 September 1969. Organisasi ini dibentuk oleh para pemimpin Islam dari sejumlah negara Islam yang mengadakan konferensi di Rabar, Maroko. Organisasi ini beranggotakan 57 negara yang tersebar di empat benua. Organisasi ini lahir karena respon terhadap kejadian pembakaran di masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969, yang dilakukan oleh sekelompok tentara Israel. Dalam kejadian tersebut menyulut kemarahan dari negara Arab dan juga negara Islam lainnya, sehingga akhirnya negara Islam mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri oleh para pemimpin dari berbagai negara Islam. Dalam pertemuan ini awalnya hanya membahas apa saja yang telah terjadi pada insiden terhadap pembakaran masjid Al-Aqsa, tetapi pada akhirnya para peserta yang mengikuti rapat tersebut juga membahas isu-isu lain yang lebih luas. Pertemuan tersebut dianggap sebagai awal pembentukan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) (OIC, 2022).

Tujuan organisasi ini adalah untuk menghilangkan semua bentuk diskriminasi dalam hal agama dan juga mendukung perdamaian serta keamanan internasional. Selain itu, OKI juga bertujuan untuk menciptakan rasa solidaritas antar negara anggota, menciptakan perdamaian dengan kerjasama, dan menyelesaikan permasalahan atau konflik yang melibatkan negara anggota OKI dan umat muslim serta agar terbentuknya persatuan antar umat muslim, meningkatkan Kerjasama dalam bidang ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan (Fattah, 2005).

Peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam Mengatasi Fenomena Islamophobia

Pada awalnya, OKI hanya fokus pada permasalahan yang dihadapi oleh Palestina, tetapi OKI sekarang memperluas fokus pada peningkatan kesejahteraan seluruh umat Islam di seluruh dunia dengan cara mempromosikan dan membangun kerjasama antar organisasi-organisasi dunia dan Kerjasama antar negara, khususnya negara muslim. Kerjasama OKI mencakup berbagai aspek seperti politik, masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, serta perdagangan. Perubahan fokus dari OKI ini bermula ketika adanya OIC 10th Years Program of Actions yang ditetapkan berdasarkan blueprints pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa kelima di Makkah pada Desember 2005. Tindakan tersebut dilakukan seiring banyak dan meningkatnya tantangan bagi negara-negara Islam. Program tersebut menjadi titik awal OKI dalam memfokuskan kebijakannya untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengupayakan penghapusan segala bentuk manifestasi dan diskriminasi terhadap muslim. Kehadiran OKI juga dianggap sebagai pencapaian besar bagi dunia Islam (OIC, 2022).

Sebagai representasi negara-negara Islam di dunia global, OKI punya peran strategi dalam penguatan diplomasi Islam. OKI secara rutin mengadakan pertemuan atau konferensi tingkat tinggi internal OKI dalam merespon suatu permasalahan atau konflik yang melibatkan negara-negara anggota OKI. Dalam OKI terdapat dua pertemuan besar, yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dan Pertemuan Menteri Luar Negeri. Selain itu, OKI juga menjalin Kerjasama dengan organisasi internasional lainnya dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan vital umat Islam serta sebagai upaya pencarian solusi untuk menyelesaikan konflik. Pertemuan dan Kerjasama tersebut dilakukan dengan menggunakan diplomasi Islam dengan tujuan melindungi norma, nilai, dan tentunya umat Islam. Adapun fokus prioritas utama dari OKI seperti koordinasi dan kolaborasi antar negara anggota, penanganan Islamophobia, dan mempromosikan dan mengutamakan kepentingan vital umat Islam dalam forum internasional (OIC, 2022).

Sehubungan dengan fenomena Islamophobia, terdapat forum yang telah diselenggarakan oleh Aliansi Peradaban di Rio Janeiro, Brasil pada bulan bulan Mei 2010, dan merupakan forum internasional pertama OKI, yang diselenggarakan untuk mendiskusikan adanya permasalahan-permasalahan tentang Islamophobia. OKI juga telah kembali untuk mengangkat isu-isu tentang perlawanan pada tindakan Islamophobia dalam sebuah konferensi toleransi beragama, yang diadakan di Astana, Kazakhstan pada tahun 2010. Pada tahun yang sama di Jenewa, Swiss tepatnya dalam sesi kelima belas dewan HAM, terdapat presentasi yang telah dilakukan oleh Sekretaris Jenderal OKI yang berisikan delapan visi mengenai adanya pendekatan konsesus yang bertujuan untuk mempromosikan budaya-budaya tentang pentingnya toleransi dan rasa saling mengerti (Kemlu, 2014).

Selain itu, OKI juga menjalin berbagai kerjasama dengan pihak eksternal seperti adanya kerjasama OKI dengan Uni Eropa. Kerjasama OKI dengan Uni Eropa ini mengenai pembentukan Misi Pengamat Permanen di Brussels, Belgia telah terbentuk sebelum adanya peristiwa peristiwa Islamophobia di Perancis. Pembentukan Misi Pengamat tersebut didasarkan pada tingginya Islamophobia di Eropa. Oleh karena itu, OKI membangun dan meningkatkan hubungan menjadi lebih inklusif dengan negara-negara Eropa. Dengan terbentuknya Misi Pengamat tersebut diharapkan mampu menjadi jembatan OKI dalam mencari fakta-fakta terkait Islamophobia dan untuk menelaah HAM di Eropa. Sejak 2014 kerjasama antara OKI dengan Uni Eropa semakin erat yang ditandai dengan diadakannya pertemuan tingkat tinggi antara OKI dan Uni Eropa pada tanggal 8 dan 9 September 2014, yang untuk pertama kalinya diadakan di Brussels dan bertempat di Gedung Uni Eropa (Khamsiani, 2018). Pada pertemuan tersebut membahas mengenai perlindungan umat muslim sebagai mayoritas di Eropa, anti terorisme, radikalisme, Islamophobia, dan keamanan. Hingga tahun 2017, OKI dan UE masih memiliki hubungan Kerjasama yang erat, yang ditunjukkan dengan adanya keberlangsungan pembahasan mengenai penguatan kolaborasi di kedua belah pihak. Kerjasama dan aktivitas bilateral yang terjalin antara OKI dengan UE, membuat suatu penegasan tersendiri yaitu OKI mempunyai peran penting dalam menciptakan dam mempromosikan toleransi, perdamaian, dan penghormatan terhadap HAM (Khamisiani, 2018).

Kesimpulan

            Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa OKI mempunyai peran yang berorientasikan pada kerjasama dan perdamaian yang dilakukan, yaitu telah melakukan pertemuan atau konferensi tingkat tinggi internal OKI dalam merespon suatu permasalahan atau konflik yang melibatkan negara-negara anggota OKI. Aktivitas-aktivitas Oki tersebut menciptakan suatu program yang disebut OIC 10-years Progrma of Actions yang mana menandai perubahan fokus Organisasi Kerjasama Islam yang semula hanya memiliki fokus pada masalah politik, menjadi memiliki berbagai fokus seperti HAM, sosial, dan ekonomi. Adanya OIC 10-years Program of Actions yang menjadi suatu program pemicu meluasnya fokus OKI dan meningkatnya Kerjasama antara negara-negara OKI, terbentuknya The Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) sebagai suatu badan independen dalam masalah hak asasi manusia serta berfokus pada kerjasama eksternal yaitu kerjasama OKI dengan Uni Eropa, yang ditandai oleh pembentukan Misi Pengamat Permanen di Brussles, Belgia dengan tujuan untuk menangani permasalahan Islamophobia di Eropa.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun