Persoalan hukum dan HAM di mana presekusi mejadi pembenaran. Dikarenakan elit yuridis kendalikan oleh kepentingan elektabilitas politik, sehingga berakibat pada terkurungnya hak konstitusional masyarakat dalam berpendapat. Berbagai Gerakan tagar yang sangat provokatif hingga berimbas pada munculnya sentimen terhadap sesama mesyarakat.
Hingga isu ekonomi mengenai kurs rupiah pada tahun 2018 lalu yang tergorok oleh penguatan Dolar AS. Di mana isu ini menjadi pembenaran untuk mengeluarkan berbagai statement negatif untuk menggring opini publik.
Berbagai problem -- problem tersebut diperparah dengan propaganda media yang begitu getol dengan penayangan acara debat. Menghadirkan dua poros yang masing -- masing mengeluarkan argumen politisnya yang dibungkus dengan cita - cita kepentingan bangsa. Yang satu begitu gencar menyerang dengan mengeluarkan berbagai aib dan anomali atas kebijakan pihak lain. Di sisi lain pihak yang diserang juga tidak mau kalah dengan mengeluarkan berbagai pembelaan dan prestasi yang telah diraih. Tentunya semua hal ini bermuara pada satu kepentingan, yaitu politik.
Pada akhirnya, yang menjadi korban adalah kita, yaitu masyarakat secara umum. masyarakat dipaksa melihat kontenstasi demokrasi yang anomali. Masyarakat  menjadi terpecah belah dengan kesalahan tafsir demokrasi yang begitu kental dengan faktor politik. Bila hal seperti ini berlanjut, diiringi dengan arogansi politik, bukan tidak mungkin menjadi sebuah justifikasi munculnya perang saudara di kemudian hari. Bukankah banyak dari negara -- negara lain yang mengalami krisis multidimensial diakibatkan oleh sentimen politik sesama masyarakat, sehingga berlanjut pada perang saudara.
Sudah saatnya Trias politica  harus mengubah mindseat semangat demokrasinya yang benar -- benar menjalankan fungsi sebagai pelaksana, penyusun dan pengawasan terhadap kaidah -- kaidah demokrasi yang tertera dalam konstitusi. Tiga serangkai ini harus menjamin komponennya bersinergi satu sama lain, serta menjaga pluralismenya yang berisikan berbagai faktor demokrasi  agar tidak mengalami ketimpangan.
Seperti halnya legislatif yang merupakan corong utama bagi masyarakat memasukan berbagai aspirasi, tentunya harus menjadi sebuah badan demokrasi yang memiliki independensi yang tidak terikat terhadap berbagai intervesi politik apapun.Â
Eksekutif yang merupakan badan pelaksana juga harus menjaga konsistensinya. Serta yudikatif yang merupakan badan penegak yuridis harus bisa mengeluarakn justifikasi yang adil dan tidak terikat oleh kepentingan politik.
Selain itu, demi mengubah arah semangat demokrasi, masyarakat harus bisa mencerna hakikat demokrasi sebenarnya yang merupakan kolaborasi dari berbagai faktor. Dan berperan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.Â
Mengubah cara pandang dan melakukan reformasi sikap dengan tidak terbawa pada arus politik praktis, sehingga semangat demokrasi yang dikeluarkan bisa terarah pada kepentingan bersama.Â
Masyarakat harus sadar bahwa demokrasi adalah sebuah alat untuk mencapai kemufkatan dalam meraih kedaulatan. Masyarakat harus segera melakukan perubahan pola pikir.Â
Caranya adalah dengan berkontribusi dalam menghidupkan setiap faktor pembentuk demokrasi. Mahasiswa misalnya melalui ormawa, masyarakat umum melalui ormas dan lembaga swadaya, Â perlu melakukan titik fokus kajian di salah -- satu faktor demokrasi.Â