Mohon tunggu...
Muhmad Iqbal Haqiqi
Muhmad Iqbal Haqiqi Mohon Tunggu... Jurnalis - Author

Mahasiswa cupu yang manaruh cinta pada baca - tulis, anima dan minum susu. Sesekali juga doyan gorengan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Disadari atau tidak, Korupsi itu Candu Bagi Kita

2 Maret 2019   17:53 Diperbarui: 2 Maret 2019   19:18 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru baru ini pemerintah merilis laporan perihal Anggaran dana desa yang terus mengguyur sekujur tubuh 74.954 desa se Indonesia. Total dana desa sejak 2015 dan hingga 2019 sudah mencapai Rp 257 triliun. Sontak, ini menjadikan desa-desa di Indonesia terlihat sedikit bahagia.

Namun, sayangnya dana sebesar itu tak semuanya mulus meluncur seperti jalan tol. Sebagian dihisap oleh mahkluk halus yang bernama koruptor. Baru-baru ini koran nasional dan lokal mengungkap isu korupsi dana desa. Data yang disorongkan ICW menyebutkan, tercatat sedikitnya sudah ada 181 kasus korupsi dana desa dengan 184 tersangka korupsi dengan nilai kerugian sebesar Rp 40,6 miliar. 

Gilaa gak coooy, gimana cara ngumpetin uang segitu banyaknya. Lagi -- lagi korupsi. Korupsi itu mahkluk apa to, kok hobi banget mertamu ke negeri ini? dan itu hanya segelintir sempel dari banyaknya budaya kasus korupsi di negara berflower Indonesia tercinta kita.

Kalau dipikir-pikir, setiap tahun, selalu saja masyarakat kita dipertontonkan  drama kasus korupsi yang mendera elit -elit negeri. Mulai dari persoalan gratifikasi untuk memanipulasi APBD, kongkalikong persoalan pajak oleh pengusaha, pelicin dari para kontraktor untuk sebuah proyek bernilai miliaran dan masih banyak lagi kasus -- kasus korupsi yang beraneka nuansa dan rasa. Semua berseliweran di media ibarat tayangan infotaiment yang memperlihatkan indahnya hubungan romantisme Dilan dan Milea. Haisssh ramashook.

Sebenarnya pemerintah pun gak tinggal diam melihat persoalan ini, berbagai hukuman telah disediain bagi para tikus - tikus berdasi itu untuk membuat efek jera dan bertobat menuju jalan yang benar. Namun pada akhirnya, berbagai hukuman tersebut pun luluh juga dengan manisnya uang.

Para terpidana kasus korupsi itu seperti kebal hukum, Lah lihat aja, wong mereka masih bisa nyangar -- nyengir sambil say hallo pada wartawan, kan yo gak tahu diri ! Segala peristiwa demi peristiwa korupsi yang mendera bahtera rumah tangga kita, eeh maksudnya bahtera pemerintahan negara kita menimbulkan kerugian yang besar dari segi material.

Kalau ditanya pendapat perihal korupsi, banyak dari kita akan sepakat bahwa korupsi merupakan sebuah tindakan yang gak bermoral, buruk, dan menyimpang dari berbagai norma -- norma yang telah disepakati dalam tatanan sosial. Dan dalam teori terbaru, korupsi bisa menjelma seperti negara api yang dalam sekejap meluluh lantahkan kuil udara selatan tempat si avatar tinggal dulu.

Secara normatif, yah semua orang akan berpikiran demikian, tapi dengan kenyataan bahwa dunia ini semakin sulit, berbagai aktifitas kita dijerat dengan berbagai skema yang begitu njlimet. Apabila sudah dihadapkan dengan berbagai polemik yang bersifat empiris, segala hal -- hal yang berbau normatif ya tetap aja akan ditepikan.

Sama halnya dengan prilaku korupsi ini, disadari atau gak setiap saat kita membutuhkannya dengan dalih efisiensi dan kemaslahatan. Mulai dari hal yang begitu remeh temeh sampai yang kompleks. Dan pelakunya pun berisikan dari yang muda hingga tua, dari yang pinter amat sampai yang gak pinter -- pinter amat.

Kasus seperti bayar gorengan gak sesuai dengan yang sebenarnya. Adakalanya ada orang yang lebih memilih uang damai dari pada ditilang dengan dalih wes kesusu lan ribet, uang administrasi untuk pelayanan publik yang sebenernya itu gratis, nglamar kerja disuruh bayar dulu biar keterima, dan yang paling nyebelin adalah tukang parkir yang nagih uang parkir tapi kerjaanya cuma plonga -- plongo tok !

Dikalangan intelektual mahasiswa pun sering kali saya nemuin berbagai tindakan korupsi. Misalnya berbagai korupsi aturan main agar bisa mendapatkan beasiswa kurang mampu. Padahal tiap bulan HP gonta ganti trusss !! 

Di lingkup akademik dengan kebiasaan plagiasi tugas makalah, titip absen, hingga nyogok dosen. Dari segi ormawa sendiri juga bukan tanpa dosa, banyak tuh yang  memanipulasi anggaran belanja kegiatan biar dapetin keuntungan, penggunaan nota kosong, stempel palsu, hingga SPJ dengan proker yang bodong !

Bahkan yang paling parah, pada tahun ajaran baru, saya sempat diceritain oleh teman saya. Dia bercerita bahwa banyak dari juniornya yang orang tuanya ngelakuin tawar menawar sejumlah uang jika ingin anaknya lolos melalui jalur khusus di sebuah instansi pendidikan tinggi. Weleeeh pendidikan kok ya dijadiin tawar menawar kayak beli sepatu di pasar Johar !

   Nah toh, sadarkan kalau korupsi nyatanya dipraktikan dengan canggih oleh berbagai elemen masyarakat, dan dilegitimasi secara tersirat sebagai sebuah tindakan yang sah -- sah aja. Toh tidak akan menggangu kestabilan negara secara makro. Lagi pula masyarakat proleter kek kita kalau sering patuh dengan hukum lama -- lama dimainin sama aparat hukum. Hukum dibuat yah untuk dilanggar ! itu slogannya.

Selanjutnya korupsi yang dilegitimasi itupun menjadi sebuah siklus publik yang harus dilaksanain, kalau gak dilaksanain, dijamin bakal kesusahan. Semua itu dilakuin demi sebuah syarat untuk memperlancar siklus ekosistem secara struktural birokrasi.

Bunyinya seperti ini. "Saya melakukan korupsi karena saya telah dikorupsi". Sebab ketika saya sebagai seorang polisi misalnya, saya harus dapat uang jalanan, wong udah capek -- capek panasan kok. Fungsinya ya sebagai insetif untuk biaya kuliah anak saya yang butuh pelicin agar bisa lolos dari seleksi. Atau ketika menjadi seorang guru, dengan dalih balik modal karena telah keluar banyak uang saat melamar, maka dengan enaknya mewajibkan siswa membeli buku yang dijual. Buat balikin modal coooy !  

Demikianlah, dengan status apapun, setiap orang akan ngelakuin berbagai korupsi dengan dalih kemaslahatan untuk masa depan. Karena setiap urusan yang akan dilakuinnya di masa depan, dibutuhin berbagai biaya -- biaya gak terduga yang begitu banyak.

Siklus korupsi itu melahirkan sebuah hukum sebab -- akibat yang nyebabin masyarakat secara umum menjadi nrimo eng pandu aja sama korupsi ini, hingga pada akhirnya korupsi menjadi sebuah legal formal yang disematkan secara kultural disanubari masyarakat kita.

 Ada beberapa biang keladi dari pesatnya korupsi di masyarakat kita diantaranya, disebabin karena hedonisme yang begitu tumpah -- tumpah merangsang hawa nafsu untuk bermewah -- mewahan. Pada realitasnya masyarakat kita begitu gak siap dengan berbagai perkembangan zaman yang nyediain berbagai pilihan dalam menjalani gaya hidup, sehingga mengesampingkan batas kemampuan yang dimiliki. Istilah kerennya BPJS, Budget Pas -- pasan Jiwa Sosialita !

Kemudian karena kerterpaksaan, banyak dari masyarakat kita yang terjerat korupsi ini karena diterapin secara birokratis oleh oknum -- oknum tertentu. Minta surat ke desa harus nyediain amplop, kalau enggak disediain, prosesnya bisa sampe kita lumuten juga gak bakal rampong -- rampong !

 Semua prilaku korupsi ini akan terus berputar dengan khidmatnya mengisi hari -- hari indah kita, apabila semuanya menyepakati dan menjadi sebuah dosa yang tak dianggap pendosa bagi yang melakukannya. Halah gak pa pa, wong biasane juga kek gini. 

Toh Semua kembali pada masyarakat kita. Sejatinya korupsi hanya persoalan mengendalikan dan menahan diri. Sama dengan saya yang harus terus menahan diri. Di awal bulan seperti ini akan ada teman saya yang mulai cerewet menagih utang. Dan kembali, akan saya balas dengan cengiran sambil minta belas kasihan.

Meski begitu kadang saya berpikir, orang yang ngutang tapi gak bayar -- bayar kayak saya ini termaksud korupsi gak sih? Ah Sudahlah, toh gak ditayangin di berita juga kalau saya ngutang gak bayar -- bayar.

Muhamad Iqbal,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun