Bentrokan maut antara Tenaga Kerja Indonesia(TKI) melawan Tenaga Kerja Asing(TKA) di PT Gunbuster Nickel Industri (PT GNI) menjadi konsumsi pemberitaan hangat di tengah masyarakat Indonesia, pasalnya bentrokan ini menjadi viral  dan gaduh sehingga memunculkan banyak persepsi, terlebih dikabarkan akibat dari bentrokan maut tersebut menelan beberapa korban baik itu dari pihak TKI maupun TKA.
Terkait dengan hal tersebut maka dirasa perlu untuk menelaah lebih dalam mengenai hak aspirasi pekerja yang boleh dilakukan berdasarkan ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku. Dalam perikatan hubungan kerja, aspirasi merupakan suatu hal yang umum diutarakan baik itu oleh pekerja ataupun pengusaha, tujuan diutarakannya aspirasi merupakan sebuah media untuk menyampaikan harapan atau tujuan yang hendak diinginkan atau disampaikan. Dalam dunia ketenagakerjaan, aspirasi seringkali ditemui dalam bentuk dialog, musyawarah, demo atau unjuk rasa, hingga mogok kerja. Indikasi awal terjadinya bentrokan diawali oleh ajakan mogok kerja yang dilakukan oleh TKI untuk menyapaikan aspirasinya.
Ketentuan ketenagakerjaan pada dasarnya mengenal dan mengatur secara komprehensif terkait dengan mogok kerja, bahkan negara mengakui mogok kerja merupakan hak dasar yang dapat dilakukan oleh pekerja berdasarkan Pasal 137 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Namun, mogok kerja juga tidak dapat dilakukan sembarangan oleh Pekerja, mogok kerja yang diakomodir oleh ketentuan undang-undang harus dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Unsur-unsur penting yang dijabarkan pada pasal 137 UU Ketenagakerjaan dapat dijabarkan sebagaimana berikut:
- Gagalnya Perundingan
- Gagalnya perundingan dapat diartikan dan dipahami sebagai suatu kondisi dimana pekerja dan pengusaha berada disutu posisi tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Gagalnya perundingan tersebut juga dapat ditandai diantaranya karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan ataupun perundingan mengalami jalan buntu.
- Tertib dan damai
- Mogok kerja juga patut dilakukan oleh Pekerja secara tertib dan damai, implementasi makna dari tertib dan damai tersebut dapat diartikan bahwa mogok kerja yang dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tidak menganggu keamanan atau ketertiban umum, hingga pelaksanaan mogok kerja tidak mengancam keselamatan jiwa dan tidak merusak harta benda miliki pengusaha atau masyarakat sekitar.
Selain itu, syarat lain yang wajib dipenuhi oleh pekerja untuk melakukan mogok kerja yang sah berdasarkan Pasal 140 UU Ketenagakerjaan juga wajib memenuhi pemberitahuan mogok kerja sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, Pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Ketentuan-ketentuan mogok kerja tersebut menjadi dasar bagi pekerja atau serikat pekerja dalam mengupayakan aspirasinya, setelah terpenuhinya unsur-unsur tersebut maka mogok kerja dapat dinyatakan sah dan dilindungi oleh ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku. Sehingga apabila kita melihat keadaan-keadaan yang terjadi terkait mogok kerja yang dilakukan oleh Pekerja PT GNI, selama memenuhi ketentuan mogok kerja yang ada, maka negara wajib melindungi dan memberikan fasilitas terhadap pekerja untuk menyalurkan aspirasi yang hendak mereka utarakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H