- Fenomena Fomo Dalam Prespektif Psikologi Sosial
 Di era globalisasi ini, internet menjadi salah satu hal yang fundamental dalam kebutuhan hidup manusia. Di Indonesia sendiri pengguna internet dan sosial media sebagaimana hasil riset yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yang berkolaborasi dalam penelitiannya dengan PUSKAKOM (Pusat Kajian Komunikasi) UI. menyebutkan bahwa terjadi lonjakan yang cukup tinggi dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun (wearesocial.sg) sejak awal 2015 hingga 2017 mencapai 51 persen, dari sekitar 88,1 persen menjadi sekitar 132 juta pengguna (Dzulfikri, R. 2021).
Hal ini membuktikan bahwa internet sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa terlepas atau manusia terikat dengan internet. Bagaimana tidak? Internet mampu menyediakan kemudahan terhadap berbagai kebutuhan manusia. Mulai dari kemudahan informasi, komunikasi, sandang, pangan, dan papan semua mampu disediakan oleh internet melalui berbagai aplikasi yang kemudian terkoneksi.
Berbicara tentang kebutuhan manusia, berdasarkan sifatnya terbagi menjadi dua yaitu kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan fisik meliputi; sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang implikasinya adalah terhadap psikis seseorang seperti: rasa bahagia, sedih, religiusitas keagamaan, dan berkomunikasi dengan orang lain, dll. (Degradation of Technology, 20)
Berkenaan dengan hal itu, kemudian internet masuk sebagai medium baru dalam hal kebutuhan manusia. Dengan segala macam kemudahannya yang disediakan, dengan cepat internet menjadi sesuatu yang sulit dipisahkan oleh manusia. Namun, dibalik sejumlah manfaat daripada internet jika penggunaannya sudah mencapai pada intensitas yang tinggi, maka akan menimbulkan sifat ketergantungan, yang mana hal tersebut akan berdampak pada perilaku adiksi terhadap internet (Stead & Bibby, 2017; Laconi, dkk, 2017; Kopunicova & Baumgartner, 2016, & Przybylski, dkk, 2013).
Terlebih ketika dunia mengalami pandemi virus covid-19, yang mewajibkan setiap manusia melakukan social distancing, secara linear meningkatkan aktivitas penggunaan internet terutama media sosial untuk dapat tetap terhubung dengan orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Harahap dan Adeni (2020) dalam penelitiannya tentang pengguna internet dan media sosial di Indonesia melalui rilisan data dari Hoosuite (2020) pada masa pandemi sejumlah 175,4 juta orang adalah pengguna internet dimana 160 juta orang aktif menggunakan media sosial.
Perilaku adiksi terhadap internet sendiri salah satu faktornya adalah disebabkan oleh FOMO (Fear Of Missing Out) yang didefinisikan sebagai perasaan khawatir dan takut akan tidak terlibat atau tertinggal dan dalam masalah yang terjadi di sekitarnya, (Ristia dan Imelda, 2018) sehingga seseorang terdorong untuk selalu terhubung dengan media sosial.
Beberapa penelitian (Angesti, R. & Oriza, I.D.I, 2018) menjelaskan FOMO ini bisa terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis dasarnya atau pada autonomy, competence, dan relatedness. (Przybylski, Murayama, Dehaan, Gladwell, 2014).
Autonomy atau otonomi adalah bebasnya seseorang dalam mengintegrasikan dirinya tanpa adanya control dari orang lain. Competence atau kompetensi didefinisikan sebagai suatu control terhadap apa yang ia lakukan sebagai bentuk tindakan positif dan kompeten. Kemudian, relatedness atau hubungan (relasi) dengan orang lain adalah kebutuhan seseorang akan rasa terhubung dengan orang lain yang kuat secara emosional (Ryan, & Deci. 2000)
Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Angesti dan Oriza (n.d) berasumsi bahwa FOMO berperan menjadi mediator atau penghubung antara trait conscientiousness dengan neuroticism yang berarti adanya korelasi antara kekhawatiran dan gejala patological dengan konsekuensi negatif terhadap penggunaan media sosial (Obsert, dkk. 2016) juga terhadap perubahan mood dengan social engagement (Przybylski. 2013) yang mengahsilkan seseorang dengan conscientiousness rendah dan neuriticismnya tinggi akan mudah terkena FOMO (Stead & Biby, 2017).
Kemudian, bagaimana FOMO berpengaruh dan berdampak pada psikososial seseorang?
Data yang dikeluarkan oleh APJII (2019), menyatakan bahwa lebih dari 90% pengguna aktif media sosial adalah orang dengan rentang usia antara 15 sampai 19 tahun. Hal ini berarti pada hirarki pengguna sosial media tertinggi adalah pada kaum atau golongan remaja. Karena, setiap orang akan mengalami krisis psikososial dalam perkembangan selama masa hidupnya. Pada masa perkembangan remaja, kenapa kemudian menjadi yang paling tinggi tingkat penggunaanya adalah kerena remaja begitu melekat dengan sebayanya. Artinya krisis identitas vs difusi identitas yang dialami umumnya pada remaja dapat terselesaikan ketika terjadinya interaksi dengan sebayanya (Erikson, dalam Marrouw, 2020) dalam rangka membentuk identitasnya.
Selain itu, dalam teori sosio-kognitif Bandura yang menerangkan bahwa manusia sendiri yang dengan sadar mengatur akan hal yang dilakukannya (Chubar. 2019). Sejalan dengan pengertian tersebut bahwa adanya  stimulus dan repon seseorang dari penggunaan media sosial, sperti mengikuti tren yang sedang terjadi (Sarwono, dalam Fajrini, dkk. 2014). Sehingga seseorang tanpa disadari atau bahkan disadari sekalipun akan selalu memantau apa yang sedang terjadi di sekitarnya, agar dia tidak tertinggal.
KESIMPULAN
Di era globalisasi ini, internet menjadi salah satu hal yang fundamental dalam kebutuhan hidup manusia. Internet mampu menyediakan kemudahan terhadap berbagai kebutuhan manusia. Dengan terjadinya pandemi di dunia, mengakibatkan peningkatan dan intensitas terhadap internet terutama media sosial sebagai bentuk pemenuhan terhadap kebutuhan dasar psikologis manusia. Namun kemudian intensitas dari penggunaan media sosial yang meningkat, menimbulkan masalah psikologis baru yaitu FOMO (Fear Of Missing Out) perasaan takut tertinggal akan hal-hal yang terjadi di sekitar. Remaja menjadi golongan puncak terhadap hierarki pengguna media sosial. Selain itu, FOMO terjadi dalam perkembangannya sebagai bentuk respon dari stimulus sosial juga karena adanya factor penguat sosial yang mengakibatkan seseorang menjadi FOMO.
Â
REFERENSI
Dzulfikri, R.(2021 November 23).Literasi digital sebagai upaya meningkatkan generasi muda yang unggul dan kompetitif. Literasi Digital sebagai Upaya Meningkatkan Intelegensi Generasi Muda yang Unggul dan Kompetitif Halaman all - Kompasiana.com
Kumparan.com.(2021 Oktober 8).Macam-macam kebutuhan manusia berdasaarkan sifatnya yang perlu dipahami pelajar. https://kumparan.com/berita-update/macam-macam-kebutuhan-menurut-sifatnya-dan-contoh-yang-perlu-dipahami-pelajar-1wgHvi32N48/3
Harahap, M.A. & Adeni, S.(2020).Tren pengguna media sosial selama pandemi di Indonesia. Jurnal Professional FIS UNIVED.7(2).15-16.
Angesti, R. & Oriza, I.D.I..(2018).Peran fear of missing out (fomo) sebagai mediator antara kepribadian dan pengguna internet bermasalah.Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni.2(2).790-792.
Warrow, G.M..(2020). Gambaran adiksi sosial pada remaja (Skripsi, Universitas Tarumanegara, Jakarta). epository.untar.ac.id/15259/1/File%201.%20Pembuka.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H