Mohon tunggu...
Stefanus Jiman
Stefanus Jiman Mohon Tunggu... -

I was a student at one college in salatiga. Hobby gardening, writing, reading and culinary tours. I have a vision of change for the better. Because I believe God created me to be a winner in this world.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Krisis Terimakasih?

9 Mei 2012   07:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:31 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahalnya Ucapan Terimakasih.................

Krisis Terimakasih...(thank you/matur nuwun)

Pada zaman yang serba modern ini  apresiasi atas perbuatan atau pemberian orang lain sangat langka. layaknya harga BBM yang membumbung tinggi, rasanya setinggi langit. Lantas apa yang membuat sepatah kata itu kian mahal? energi, emosi, atau hanya karena kesombongan semata. Ah..... tragis memang.

Orang sekarang kebanyakan hanya ingin dipuji, disanjung, dan jadi populer. Tidak mau tahu bagaimana dengan orang lain. Hanya menuntut orang lain berbuat lebih bagi dirinya saja. Kalau perlu harus menguntungkan, kalau tidak yah..... lewat deh........ Ada sampai-sampai ada jargon "ada uang disayang, nggak ada uang ditendang". Kesannya memang Egosentris banget. Suatu hari saya melihat tetangga saya seorang anak sebut saja namanya T (seorang anak kelas 2 SMP), dengan keras ia memanggil mamahnya "Mbok njaluk duit 5000!" (mah minta uang 500) pintanya. Kemudian mamanya memberikan uang yang diminta tersebut. Dengan kasar T meraih uang dari tangan mamanya dan mlengos meninggalkan mamanya. Itu cuma satu kisah yang saya lihat mungkin masih banyak anak-anak lain yang seperti itu.

Hal itu tidak terlepas dari contoh yang diberikan oleh kalangan publik secara terang-terangan. Seperti ketika ada hal-hal baru (kenaikan BBM, Pemilu, Mode transportasi baru, pemakain jasa publik dll). Mayoritas hanya mau menikmati saja, kalau timbul masalah protes, mencaci maki, bahkan sampai tindak menghancurkan. Tapi kalau enak ya malah terbuai dalam zona nyaman dan lupa atau melupakan terimakasih..........

Ckckckckckckckckc........ Kalau kebanyakan mental pemuda kita seperti itu, bagaimana nasib bangsa kita ke depan? Apakah itu kesalahan orang tua, guru, atau memang anakknya yang kurang ajar? Apakah nilai-nilai luhur di dalam butir-butir pancasila sudah hilang ditelan zaman? Bagaimana caranya menumbuhkan kembali budaya terimakasih itu?Retetan pertanyaan tersebut menggelitik benak saya.

Sebenarnya waktu saya sekolah di SD sampai Duduk di perguruan tinggi sekarang ini Pancasila dan Kewarganegaraan masih diajarkan. Nilai-nilai luhur tersebut sangat baik dan membekali saya dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan saya. Yah, memang itu tidak bisa jadi patokan bagi semua orang. Tetapi apakan nilai-nilai agama dan budaya juga tidak memberikan sumbangsih dalam pembentukan moral? Kalau iya timbul pertanyaan besar apakah itu semua hanya rutinitas tanpa pemaknaan atau malah nggak tahu ke mana rimbanya. Hal itu merupakan PR bagi kita semua dalam mewujudkan masyarakat yang berbudaya santun. Itu hanya sebagian kecil dari cacat moral di masyarakat kita, bangsa kita memang dulu dikenal santun dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Sekarang kita harus mengembalikan karakter bangsa tersebut agar predikat tersebut tidak diambil alih oleh bangsa lain. Pepatah mengatakan: "Mencegah lebih baik daripada mengobati".



Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun