Mohon tunggu...
I Putu Sukma Hendrawan
I Putu Sukma Hendrawan Mohon Tunggu... -

a traveler | photography addict | culture lover | Paganism | twitter account : @iputusukma

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Hanta Ua Pua yang (Kurang) Spektakuler

9 Maret 2011   08:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:56 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_95221" align="aligncenter" width="680" caption="Pengusung Uma Lige"][/caption]

Kota dan Kabupaten Bima di Pulau Sumbawa adalah teritori Propinsi Nusa Tenggara Barat. Berbeda dengan kerabatanya, Pulau Lombok, Sumbawa tidak atau (semoga) belum begitu populer di kalangan pelancong baik nusantara maupun mancanegara. Yang cukup dikenal selama ini hanyalah Pulau Moyo, Gunung Tambora, dan surfing site Lakey. Dari tiga nama yang saya sebutkan, hanya Gunung Tambora yang berada di bawah administrasi Kabupaten Bima. Namun fakta administratif ini menjadi bias karena letak geografis Tambora yang lebih dekat dengan Dompu. Di luar obyek wisata alam, wisata budaya belum menjadi primadona jualan pemerintah daerah di wilayah Sumbawa. Tak pelak, hampir tidak pernah kita dengar ekspos tentang budaya Pulau Sumbawa, Bima pada khususnya. Sedikit ekspos itu akan saya share di sini.

Uma Lige
Uma Lige
Uma Lige [caption id="" align="aligncenter" width="256" caption="Pengiring Ulama Melayu"]
Pengiring Ulama Melayu
Pengiring Ulama Melayu
[/caption] Budaya Bima sangat erat dengan budaya Islam dan berbau timur tengah sejak era kesultanan menggantikan hegemoni kerajaan bercorak pagan. Kaitan erat ini nampak dengan adanya beberapa upacara adat kesultanan yang merupakan peringatan atas hari besar Islam. Peringatan Maulud Nabi adalah salah satu yang cukup besar perayaannya. Sebuah helat yang (agak) besar dilaksanakan oleh keluarga kesultanan untuk memperingati Maulud Nabi dan berbarengan diperingati pula masuknya Islam di tanah Bima (Mbojo) dengan dibawa oleh ulama Arab Melayu.

Upacara adat ini mulai dilaksanakan saat masa pemerintahan sultan Bima yang kedua yaitu Sultan Abdul Khair. Oleh para penasihat religi beliau yang berasal dari Minang Melayu, beliau dianggap kurang mencintai Agama Islam sehingga terus dilakukan pencerahan oleh para ulama penasihatnya. Sang sultan kemudian tercerahkan dan menghelat upacara adat bersendi Islam sebagai bentuk kecintaannya.

Yang paling terlihat dalam acara Hanta Ua Pua adalah tentang masuknya Islam ke lingkungan monarki Bima. Ulama Melayu yang berasal dari Minang dan Bugis membawa Al Quran dalam sebuah rumah kayu yang diangkat oleh banyak orang. Prosesi inilah yang kemudian terus diulangi setiap pelaksanaan Hanta Ua Pua. Ulama Melayu (atau keturunannya) didampingi 4 pria dan 4 wanita muda. Pria muda tersebut adalah penari Lengge Melayu sedangkan yang wanita adalah penari Lengge Mbojo. Dalam rumah kayu yang berbentuk persegi 4 x 4 m2 tersebut sirih puan yaitu satu rumpun bunga terlur yang berwarna-warni dan dimaskukkan dalam wadah segi empat. Satu rumpun tersebut berisi 99 tangkai bunga telur. Di tengah-tengah wadah tersebut diletakkanlah Al Quran sebagai simbol penyebaran Islam di Bima. Rumah kayu itu sendiri bernama Uma Liege (Mahligai) dan nama sirih puan menjadi akar kata bagi ua pua.

Pengusung Uma Lige
Pengusung Uma Lige

Arak-arakan Uma Lige dimulai dari kawasan Kampung Melayu dekat pesisir Teluk Bima. Tempat ini dulunya dalah tempat tinggal para ulama Melayu yang dipercaya masuk lewat perairan Teluk Bima. Arak-arakan dimulai pukul setengah delapan pagi dengan diawali oleh prajurit berkuda dan pasukan infantri (pasukan jalan kaki) bersenjatakan tombak. Perjalanan Uma Lige yang diangkat oleh 44 orang pria dewasa diiringi musik berbau Melayu dengan perkusi sederhana menyerupai gendang dan peniup sejenis seruling. Dari Kampung Melayu, arak-arakan Uma Lige bergerak menuju arah Istana Kesultanan. Yang cukup mengherankan dari arak-arakan ini adalah tidak banyak warga yang memiliki antusias tinggi untuk sekadar menyaksikan. Mungkin karena sudah sering melihat pikir saya.

Di Istana Kesultanan yang akrab disebut Asi Mbojo kemudian ditampilkan simbolisme pengislaman dan penyebaran ajaran Quran oleh ulama Melayu dengan diawali pementasan tari Lengge Mbojo dan Lengge Melayu. Yang sedikit agak aneh adalah adanya pementasan drum band cilik yang sedikit ga nyambung dengan tema yang diusung Hanta Ua Pua.

[caption id="" align="aligncenter" width="256" caption="Sang Ulama Melayu"]

Sang Ulama Melayu
Sang Ulama Melayu
[/caption] Secara umum, acara ini memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata budaya jika dikemas dengan baik. Dengan modal kerja keras, Hanta Ua Pua bisa menjadi alternatif lain wisata Mauludan untuk wisatawan asing maupun lokal. Yang masih belum tampak adalah kerja keras dari sang pengelola acara. Tak dapat dipungkiri jika, sebuah festival budaya akan memberikan trigger bagi para wisatawan untuk lebih mengeksplor suatu obyek budaya dan komunitas. Dan festival budaya inilah yang absen dari acara Hanta Ua Pua. yang ada hanya sekadar arak-arakan. Bisa jadi para penduduk lokal tahu apa yang menajdi makna simbolisasi Uma Lige, tapi para wisatawan? Pantia Hanta Ua Pua seharusnya bisa membuat semacam pre event yang menunjukkan apa dan bagaimana Hanta Ua Pua dan lebih jauh apa dan bagaimana Bima dan Dou Mbojo (Orang Bima). Tapi yang terjadi adalah minimnya publikasi, kurangnya pengemasan acara dengan lebih menarik, acara dan venue yang tidak tertata, sampai semrawutnya pedagang. Jika tidak untuk "dijual" dalam bentuk paket wisata, Hanta Ua Pua bisa saja menjadi tidak dikenal luas selamanya sampai akhirnya punah dengan sendirinya. Dengan tidak mengecilkan sakralitas upacara, pengemasan yang lebih tourist friendly pasti akan lebih memperkenalkan Hanta Ua Pua dan lebih jauh Bima ke dunia luar. Efek domino ekonomi adalah bonusnya.  Semoga Hanta Ua Pua tetap lestari tapi tidak dengan format seperti orang onani. Bikin sendiri, senang sendiri, puas sendiri, lelang sendiri dan akhirnya bosan. Semoga tidak terjadi.

[caption id="" align="aligncenter" width="256" caption="Prajurit Jalan Kaki"]

Prajurit Jalan Kaki
Prajurit Jalan Kaki
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="256" caption="Pengiring Pua Cilik"]
Pengiring Pua Cilik
Pengiring Pua Cilik
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun