Mohon tunggu...
I Putu Alit Putra
I Putu Alit Putra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Doctoral Candidate || @iputualitputra || www.alitputraiputu.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melancong ke Paris dengan Transportasi "Online" a la Eropa

16 Maret 2017   05:13 Diperbarui: 17 Maret 2017   12:00 1865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



VW nya seperti ini. VW Transporter tapi lebih jelek. Gambar diatas sebagai ilustrasi saja. Serupa tapi berbeda

Tepat jam 10 si Bapak datang ke tempat parkir dimana mobil kuning ini berada. Ternyata dia tidak seorang diri, dia membawa temannya, sehingga ada dua orang Bapak-bapak yang akan mengantarkan kami ke Paris. Sedikit deskripsi tentang bapak-bapak ini, (yang membuat kami semakin merasa, nama kami akan segera berakhir di koran sebagai korban penculikan!), mereka adalah warga pendatang berperawakan hitam, sangar, dan besar. Mereka berkomunikasi dengan Bahasa Perancis namun fasih juga berbahasa Jerman. Mereka berperawakan tinggi besar dan cukup menyeramkan. Kami berempat saling menatap penuh makna. Setelah berdoa menurut kepercayaan dan agama masing-masing akhrinya kami berempat pasrah ikut naik mobil kuning ini yang interiornya mirip angkot di Palembang (tempat duduk tidak menyamping tapi sangat-sangat TIDAK ERGONOMIS).

Di dalam mobil kami mengobrol dengan bahasa Indonesia, mengatur strategi tempat duduk agar jikalau mereka mau menyerang kami, kami bisa melawan dan kabur secepat kilat. Perjalanan ini cukup ramai, bukan karna lalu lintas atau pun musik yang distel tapi karna Bapak-bapak di depan mengobrol dengan bahasa Perancis sangat keras dan tertawa terbahak-bahak sekeras mungkin nonstop dari awal perjalanan hingga akhir perjalanan. Saya sendiri tidur bergantian dengan teman yang lainnya karena waktu tempuh kurang lebih 6 Jam. Doa pun terus kami panjatkan dalam hati. Serius, kami benar benar takut diculik.

Perjalanan 6 jam (yang terasa 600 jam)  akhirnya berakhir. Dan seenak udel si Bapak-bapak menurunkan kami di pinggiran kota Paris yang kami sendiri tidak tahu itu di mana. Tapi kami yakin itu di Paris, karena ada tulisan Parisnya. Si Bapak cuman bilang, “Lo-lo pada turun disini, ini udah Paris!”  Fiuh, akhirnya kami turun dengan selamat, walaupun tidak jelas ini di mana, tapi kami sangat bersyukur karena kami bisa tiba dengan selamat dan tiba di Paris (entah di Paris sebelah mananya).

Tiba di Paris. Masih bertanya, "Ini beneran Paris kan? bukan Alam lain?"

Begitulah pengalaman saya menggunakan salah satu transportasi online di Eropa dengan mekanisme sharing. Untuk yang berprofesi sebagai driver transportasi online dan yang berprofesi sebagai driver yang konvensional, yuk mari hindari konflik. Percaya saja rejeki sudah ada yang mengatur. Kalo memang yang online lebih hijau, kenapa tidak beralih saja ke yang online. Mau tidak mau, kita harus mengikuti tuntutan jaman dan teknologi dan jangan lupa Safety is No 1. Hati-hati di jalan, Sob!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun