Mohon tunggu...
Caripah IPUT
Caripah IPUT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sastra Indonesia - Universitas Pamulang

Menulislah yang baik. Jadikan tulisanmu agar bermanfaat dan berguna untuk banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Pemulung jadi Sarjana

6 April 2022   07:38 Diperbarui: 6 April 2022   07:45 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dongeng, "Anak Pemulung jadi Sarjana"

Di sebuah kota, tepatnya di sekitaran kota Depok Jawa Barat, hiduplah Ibu Ratih, seorang wanita tua yang bekerja sebagai pemulung dengan seorang anak gadisnya, Ranti, yang sebentar lagi lulus SMA. Ibu Ratih membesarkan Ranti sendirian, karena suaminya sudah meninggal sejak 3 tahun yang lalu karena tertabrak mobil saat sedang memulung di malam hari. Sejak saat itulah, Ibu Ratih bekerja sangat keras demi membesarkan Ranti, anak satu-satunya. Ibu Ratih sampai rela memulung dari pagi sampai malam demi mendapat penghasilan yang cukup untuk membiayai hidup anaknya, terutama sekolahnya. Ibu Ratih berharap, Ranti bisa melanjutkan pendidikannya agar kelak dia bisa hidup lebih baik dan dihargai banyak orang karena ilmu dan tidak lupa juga dengan adabnya. Ibu Ratih sangat takut Ranti akan hidup susah seperti dia, meskipun Ranti tidak pernah membenci kondisi orang tuanya. Hingga suatu malam, saat Ibu Ratih dan Ranti sedang makan di teras rumah yang sudah sedikit reyot, mereka membahas mengenai kelanjutan Ranti ketika lulus SMA.

"Bu, Alhamdullilah sebentar lagi aku akan lulus SMA. Aku pengen langsung mencari kerjaan, ya, Bu, biar aku bisa bantuin Ibu. Biar ibu nggak mulung lagi, kasian Ibu sudah semakin tua," ucap Ranti di sela-sela melahap makanannya.

"Jangan, Nak. Udah kamu cari tempat kuliahan yang kamu mau, InsyaAllah nanti Ibu cari biayanya. Ibu pengen kamu jadi orang yang lebih baik, Ibu pengen kamu jadi orang yang berpendidikan, Nak. Zaman sekarang pendidikan itu penting banget. Mau jadi apa kamu tanpa pendidikan? Zaman sekarang cuma lulusan SMA itu masih untung kalo bisa kerja, Nak," balas Ibu Ratih yang justru menasehati anaknya.

"Tapi, Bu, selama ini Ibu udah banyak berkorban buat aku, aku nggak mau nyusahin Ibu terus. Gantian lah biar aku yang ngurusin, Ibu. Nggak apa-apa, Bu, nanti aku cari-cari kerjaan, ya, jaga toko atau jadi cleaning service juga nggak apa-apa, yang penting Ibu udah nggak capek," Ranti berusaha menyakinkan ibunya.

"Udah pokoknya kamu harus kuliah, Nak, Ibu pengen banget ngeliat anak Ibu ini jadi berpendidikan. Ibu seneng banget setiap kali Ibu lagi mulung terus liat anak-anak dari Universitas Indonesia yang di sana itu pada bawa buku, sambil ngebahas apa gitu Ibu nggak tahu. Tapi, bahas mereka bener-bener nunjukin kalo mereka itu berpendidikan. Udah gitu selalu aja ada dari mereka yang baik banget sama Ibu suka ngasih uang atau sekedar makanannya," Ibu Ratih bercerita sambil matanya berkaca-kaca dan menatap langit kota Depok yang penuh bintang.

"Ya, udah, nanti aku berusaha buat cari-cari tempat kuliah, ya, Bu. Aku cari yang biayanya murah-murah aja kali, ya, Bu," balas Ranti menuruti keinginan ibunya karena takut membuat ibunya kecewa.

"Waktu itu Ibu pernah denger obrolan anak-anak itu deh, Nak, katanya dari mereka ada yang masuk lewat jalur apa gitu, karena sekolah mereka udah akreditasi dan prestasi mereka juga bagus-bagus.  Kan pas, tuh, dari SD kan kamu selalu sekolah di Negeri dan kamu juga nggak pernah lepas dari peringkat 10 besar, Nak. Ibu yakin kamu pasti bisa," Ibu Ratih semakin bersemangat wajahnya jadi berseri-seri setelah mengingat itu.

"Iya, sih, Bu dari dulu aku selalu sekolah di Negeri, sekolah SMAku juga udah Akreditasi A, tapi, kan, aku cuma peringkat 5, Bu."

"Udah kita berusaha dulu aja, Nak, apapun hasilnya yang penting udah usaha, kan. Lagipula nggak ada hasil yang mengkhianati usaha, Nak. Udah, yuk, kita beresin ini abis itu tidur. Jangan tidur malam-malam biar nanti bisa bangun buat sholat Tahajud," ajak Ibu Ratih sambil membereskan piring-piring bekas makannya. "Alhamdullilah, hari ini kita masih bisa makan keyang meskipun cuma dengan tempe goreng dan sayur kangkung, ya, Nak," lanjutnya.

"Iya, Bu, Alhamdullilah banget, aku juga keyang banget, enak kok meskipun itu doang lauknya,"

Setelah obrolan itu, mereka mencuci piring bareng dan bergegas ke kamarnya masing-masing untuk istirahat, kamar yang hanya berisis ranjang single dengan beberapa tumpukan kardus tempat baju dan barang-barang. Mereka berdua hidup dengan kesederhanaan, namun penuh kebahagian karena mereka selalu mensyukuri apapun itu yang mereka dapat. Ranti tidak langsung beristirahat, dia memikirkan ucapan ibunya. Dia langsung mencari-cari informasi mengenai ucapan ibunya, "mungkin yang ibu maksud jalur SNMPTN," ucapnya sangat lirih. Dengan bermodalkan Handphone Android merek Mito yang diikat karet karena baterainya sudah melembung, dia mencari informasi mengenai cara-cara untuk masuk jalur SNMPTN dan ternyata itu diisi oleh pihak sekolah.

Ranti baru ingat kemarin dia diberikan formulir oleh wali kelasnya untuk memilih universitas tujuannya, akhirnya formulir itu pun langsung diisi. Namun, tidak sampai di situ, dia pun mencari cara lain karena takut tidak bisa bersaing dengan banyak siswa apalagi dia hanya perigkat 5. Akhirnya Ranti menemukan seleksi SBMPTN sebagai seleksi tes atau ujian jika tidak lulus di jalur SNMPTN, dan ada banyak soal yang nantinya harus dia kerjakan. Ranti mencoba mengerjakan soal-soal bayangan itu yang hampir 200 soal lebih dan semua berhasil dia kerjakan. Tanpa sadar, ternyata sudah larut malam, Ranti pun berniat untuk tidur karena matanya sudah tidak kuat lagi, meskipun besok memang hari Minggu.

"Ya, Allah, aku mohon berikan kemudahan pada anaku untuk bisa kuliah. Aku ingin dia menjadi orang yang berpendidikan dan beradab, ya, Allah. Aku berharap dia juga bisa masuk Universitas Indonesia, ya, Allah, agar aku bisa melihatnya secara langsung berinterkasi di lingkungan kuliahnya. Aku ingin melihat perkembangannya, ya Allah. Dia anak yang berbakti, kabulkanlah permintaanku, ya, Allah. Aamiin Allahuma Aamiin." 

Doa Ibu Ratih terdengar lirih oleh Ranti karena memang kamar mereka benar-benar berdekatan, mendengar doa ibunya itu, Ranti jadi semakin bersemangat untuk bisa lolos seleksi masuk Universitas Indonesia. Sambil menunggu pengumuman hasil seleksi SNMPTN dari sekolah, setiap malam Ranti selalu belajar giat dan tidak lupa untuk sholat Tahajud, dia tidak ingin mengecewakan ibunya dan dia juga percaya doa ibu akan selalu dikabulkan. Karena dia percaya ridho ibu adalah ridho Allah juga. Sampai akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba.

"Ranti Maryatih, selamat, ya, kamu lolos di Univesitas pilihan pertama kamu, Universitas Indonesia, karena nilai-nilai kamu tidak pernah turun dan kamu juga selalu menang dalam setiap lomba kesenian, terutama drama dan teater," ucap Wali Kelas Ranti mengumumkan hasil seleksi di ruang kelas. Mendengar itu Ranti pulang sekolah dengan semangat dan tak henti-hentinya mengucapkan Alhamdullilah, dia langsung menghampiri ibunya.

"Ibu, Ibu..., Alhamdullilah aku lolos seleksi, aku masuk Univesitas Indonesia, Bu. Sesuai harapan dan doa-doa Ibu," ucap Ranti sambil menangis dan memeluk ibunya dengan erat. "Terima kasih banyak atas doa-doa Ibu untuk Ranti selama ini, Ranti berjanji akan jadi manusia yang berilmu dan beradab seperti yang Ibu harapkan. Ranti akan bahagiakan Ibu," lanjutnya tersedu-sedu.

"Alhamdullilah, ya, Allah, terima kasih banyak Engkau telah mengabulkan doa hamba-Mu ini," Ibu Ratih tidak bisa berkata-kata lagi, dia langsung sujud syukur dan menangis tersedu-sedu. "Allahu Akbar. Ibu akan berusaha keras untuk membantu kuliah kamu, Nak." Anak dan ibu itu akhirnya hanya menangis tersedu-sedu sambil berpelukan erat.

Setelah itu, Ranti menjalankan segala proses untuk bener-benar menjadi mahasiswi Universitas Pamulang. Ranti menjadi mahasiswi yang pintar dan berbakat, selain itu dia juga disegani banyak orang karena selalu berbagi pengetahuannya pada teman-temannya, dia juga selalu mengadakan sharing time mengenai mata kuliah di prodinya, serta dia juga tidak malu untuk mengakui ibunya meski hanya seorang pemulung. Dia selalu menerima makan siang yang ibunya bawakan saat Ranti sedang mengerjakan tugas-tugas kuliah di Taman Universitas Indonesia. Karena dia ingin menjadi anak yang berbakti pada ibunya, dia yakin ridho ibu lah yang membuat Allah juga meridhoinya. Dan, setelah tiga tahun setengah, Ranti berhasil menjadi seorang sarjana yang lulus dengan cumlaude serta berhasil melanjutkan S2nya dengan jalur SNMPTN juga, semua berkat kerja kerasnya dan juga doa-doa ibunya. Sekarang namanya menjadi, Rantih Maryatih, S.S-Anak Pemulung jadi Sarjana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun