Mohon tunggu...
Ahmad Syaiful Hidayat
Ahmad Syaiful Hidayat Mohon Tunggu... -

ipung gak kemana-mana, tapi ipung ada dimana-mana\r\n\r\n"lebih baik menulis jadi sampah, dari pada tidak menulis, karena akan jadi sampah dipikiran. lebih baik jadi mahasiswa menulis jelek, \r\ndari pada jadi mahasiswa jelek karena tidak menulis"\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mewujudkan Kesadaran Demonstrasi yang Damai

1 Mei 2012   03:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Demonstrasi merupakan sesuatu hal yang wajar dan lumrah dalam suatu negara yang berbasis demokrasi, seperti Negara Indonesia. Ini merupakan salah satu bentuk nyata negara dalam memberikan kebebasan berpendapat. Aturan itu termaktub dalam UUD 45 ataupun UU No. 9 Tahun 1998 Pasal 9 Ayat 1 Tentang Kebebasan Berpendapat Di Depan Umum. Bentuk pelaksanaannya berupa unjuk rasa atau demonstrasi, pawai, rapat umum atau mimbar bebas. Tentunya tidak wajar bila negara demokrasi tetapi tidak membuka ruang dan peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, termasuk melalui demonstrasi karena fungsi demontrasi sendiri merupakan bagian dari salah satu bentuk pngawasan dan kontrol terhadap berjalannya roda pemerintahan yang ada.

Hal terpenting untuk dilakukan saat ini adalah bagaimana mewujudkan demonstrasi yang damai dan tidak menggagu ketertiban umum. Sehingga apa yang disampaikan dapat didengar kalayak umum baik masyarakat, penguasa, pejabat, maupun elit politik negara. Mengingat demonstrasi yang berkembang dan terjadi diberbagai daerah baik yang dilakukan oleh masyarakat, LSM, Ormas, Parpol, maupun mahasiswa seringkali berujung anarkis dan ricuh.

Mahasiswa yang notabene sebagai kaum intelektual muda sepatutnya menyadari betul bahwa demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa diberbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta anarkis dan jelas merugikan berbagai kalangan pihak. Hal ini juga merupakan preseden buruk dan kontra produktif terhadap visi perjuangan para demonstran sendiri.

Demonstrasi pada dasarnya bisa membawa sebuah pencerahan terhadap permasalahan yang ada dengan mengusung suara aspirasi yang kritis, aspiratif, dan solutif yang mewakili seluruh keinginan dan harapan bersama untuk sebuah kemajuan dan kebaikan negara. Namun hadirnya demonstrasi kini banyak sekali melenceng dari yang diharapkan. Demonstrasi bukannya membawa suatu solusi, tetapi justru membawa problem baru yang berdampak merugikan.

Kondisi ini terlihat dari anarkisme massa yang merusak berbagai sarana prasarana yang ada dan menggangu ketertiban umum, seperti memblokade jalan yang menggangu pengendara umum, membakar ban bekas, spanduk, foto-foto, bendera, merusak pagar, dan fasilitas-fasilitas umum lain sebagainya.

Mahasiswa yang merupakan gudang intelektual seharusnya lebih bisa menjadi contoh bagi generasi penerus yang idealis, kritis, cerdas. Dengan keintelektualan mahasiswa, sepatutunya bijak dalam menyikapi segala isu yang ada dan berkembang. Sehingga mahasiswa tidak cenderung anarkis dan gegabah dalam menentukan sikap. Demikian itu adalah mahasiswa yang mampu mengoptimalkan otak dari pada otot, karena sejatinya mahasiswa merupakan kaum terpelajar dan intelektual yang sepatutnya menjadi panutan yang baik bagi generasi selanjutnya sebagai agen perubahan “agent of change”.

Tidak dipungkiri pula bahwa masih banyak mahasiswa yang menjunjung tinggi perdamaian/AKSI damai. Pertanyaannya bagaimana mahasiswa bisa mewujudkan AKSI atau demonstrasi yang damai dan tidak anarkis?

Pertama, mahasiswa seharusnya mampu memanajemen AKSI yang baik. Mahasiswa harus mampu mengontrol dan mengkoordinir diri sendiri maupun para anggota demonstran lainya. Kedua, mahasiswa seharusnya mengetahui duduk permasalahan isu apa yang sedang terjadi atau aspirasi apa yang akan di sampaikan. Kata lain adalah pencerdasan terhadap isu yang diangkat. Bisa jadi mahasiswa yang turut dalam demonstrasi, sebenarnya mereka nol dan tidak tahu menahu apa yang sedang diaspirasikan. Lebih buruknya lagi mereka melakukan bukan atas dasar tujuan keinginan bersama, tetapi lebih karena gengsi ataupun karena ikut-ikutan dan kemungkinan besar karena kepentingan lain. Ketiga adalah mahasiswa ataupun masyarakat lebih bersikap dewasa dan bijaksana terhadap pemberitaan di berbagai media. Terkadang apa yang diberitakan media tidaklah sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya karena media kini banyak sekali yang memiliki kepentingan tersendiri dalam pemberitaannya. Apabila mahasiswa tidak  bijak, mereka akan lebih cenderung terprovokasi.

Dan terakhir adalah mahasiswa jangan terpancing provokasi baik yang dilakukan oleh orang lain maupun aparat petugas keamanan, hal ini karena sebagain besar unjuk rasa yang seringkali terjadi ricuh adalah juga ulah para petugas keamanan, dan bukan karena kesalahan sepihak mahasiswa ataupun yang lainya.

Dari beberapa hal tersebut, semoga demonstrasi yang ada bisa terarah dan tersalur aspirasinya tanpa merugikan berbagai pihak. Perlu dicatat bahwa demonstrasi tak selamanya dan tak seharusnya berujung anarkis, selama kita bisa mengontrol dan sadar akan hak dan kewajiban baik diri sendiri maupun orang lain.

Banyak yang dapat kita jadikan pelajaran, karena menurut Busyro Muqoddas dalam bukunya Menata Ulang Indonesia, AKSI/demonstrasi adalah lahan untuk menguji kepemimpinan mahasiswa yang sebenarnya. Beliau mengatakan bahwa presentasi kehadiran mahasiswa di dalam kelas yang harus 75% itu cukup sangat membebani mahasiswa. Negara ini tidak dapat lagi dipercayakan pada mereka yang mempunyai IPK 4.00* dan 100% yang hadir dalam kelas. Justru negara ini seharunya dipercayakan pada mereka yang mau turun ke jalan untuk AKSI. Karena sekali lagi bahwa AKSI adalah lahan bagi para mahasiswa untuk menguji kepemimpinan mahasiswa.



Terus berjuang untuk mewujudkan kesadaran demonstrasi damai.

*Di muat dalam Opini Kedaulatan Mahasiswa, BEM KM UNY, Edisi II/ April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun